BATAS-batas kekebalan pengacara kembali dipertanyakan. Pengadilan Negeri Semarang Sabtu lalu menghukum pengacara Lasdin Wlas 4 bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. Lasdien bersama kliennya Sugihartono dianggap mencemarkan nama lawan berperkara Sugihartono, melalui iklan pengumuman di koran. Sebenarnya apa yang dilakukan Lasdin merupakan bagian dari profesinya sebagai pengacara. Dan dalam kapasitas sebagai pengacara, ia memiliki imunitas atau kekebalan terhadap tuntutan hukum. Namun Ketua Majelis Hakim Andika Wijaya berpendapat lain. ''Perbuatan Lasdin bukan bagian dari pembelaan,'' katanya. ''Tindakan ini merupakan delik pidana.'' Menurut Andika, pembelaan pengacara terbatas pada pembelaan dalam persidangan. Jika pembelaan dilakukan di luar sidang, apalagi menyerang kehormatan seseorang, perbuatannya bisa menjadi delik pidana. Lasdin tak menerima putusan itu. Kendati hanya dijatuhi hukuman percobaan, ia menyatakan banding. Kasus yang menyeret Lasdin ke kursi terdakwa itu merupakan buntut sengketa bisnis Sugihartono dengan ayah-anak, Hadi Gunawan dan Dedy Setiawan, pemilik CV Fortuna. Tahun 1986 Sugihartono berpatungan dengan CV Fortuna mendirikan perusahaan perakitan alat-alat elektronik. Belakangan Dedy Setiawan menuduh Sugihartono menggelapkan barang-barang perusahaan senilai Rp 770 juta. Juni 1987 Sugihartono dijatuhi hukuman dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Semarang. Di tingkat banding hukumannya menjadi 6 bulan penjara. Namun Sugihartono beruntung, Oktober 1988 Mahkamah Agung membebaskannya dari tuntutan hukum. Setelah mengantongi putusan MA, Sugihartono dan Lasdin memasang iklan yang memuat amar putusan MA itu di Harian Suara Merdeka, Semarang, edisi 11 Februari 1991. Tujuannya membersihkan nama Sugihartono dari tuduhan penggelapan. Namun dalam iklan itu Sugihartono menambahkan kalimat yang bunyinya: ''Dedy Setiawan dan Hadi Gunawan sering memfitnah. Akibat fitnahan itu tidak hanya merugikan kami, tapi juga merugikan masyarakat. Maka Hadi Gunawan dan Dedy Setiawan terbukti sah dan meyakinkan melakukan perbuatan pidana.'' Lasdin sendiri tak tahu-menahu soal kalimat ini. Dedy dan Hadi merasa nama mereka dicemarkan kalimat itu. Mereka melaporkan Sugihartono dan Lasdin ke polisi. Dalam persidangan Jaksa M. Farela menyebutkan pencemaran itu membuat bisnis Dedy dan Hadi terganggu. ''Relasi mereka menjadi ragu-ragu berhubungan dengan saksi korban.'' Karena itu jaksa menuntut lima bulan penjara. Lasdin bukan pengacara pertama yang berurusan dengan pengadilan gara-gara iklan. Tahun 1971 pengacara Yap Thiam Hien (almarhum) menghadapi masalah serupa. Yap dituduh mencemarkan nama baik lawan kliennya, Lim, melalui iklan di koran. Dalam kasus itu Yap merasa Lim sering menekan lawan-lawan berperkaranya dengan menggunakan tangan jaksa dan polisi. Karena itu melalui iklan, Yap yang berani, meminta orang-orang yang pernah diintimidasi Lim, menghubunginya untuk merundingkan tindakan hukum terhadap Lim. Lim mengadukan Yap. Namun pengadilan membebaskan Yap karena dianggap melakukan tindakan pengacara. ARM. Heddy Lugito, R. Fadjri (Yogya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini