Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pemecatan gagal

Sk mutasi seorang kepala pendidikan agama islam(pendais) dinyatakan tidak sah oleh ptun. sk mutasi cacat prosedur.

13 Maret 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUKHTAR Nur, 48 tahun, kaget menerima Surat Keputusan Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Agama Sumatera Selatan (Depag Sumsel). Ia dimutasikan dari Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam (Pendais) Belitung menjadi guru biasa di Madrasah Aliyah Negeri. ''Ini bukan mutasi, tapi hukuman. Saya meniti karier dari guru sampai menjadi Kepala Pendais. Sekarang masa harus menjadi guru lagi,'' katanya. Maka ia pun nekat mengadu ke PTUN Palembang. PTUN menyatakan SK itu tidak sah dan Mukhtar harus dikembalikan ke kedudukan semula. Tapi pihak Kanwil menolak. ''Itu mutasi biasa, bukan hukuman,'' ujar Maad Hamid, penjabat sementara Kepala Kanwil Depag Sumsel. Sabtu pekan lalu ia pun mengajukan banding. Mukhtar menganggap putusan itu sebagai hukuman karena merasa Edward Baihaqie, atasannya, tak senang padanya. Pangkal persoalannya, bantuan sarana peribadatan seksi Pendais sebesar Rp 2 juta dari Kanwil Depag untuk sekolah menengah. Edward mengajukan SMA Muhammadiyah, sedangkan Mukhtar mengajukan SMP Negeri IV. Edward tersinggung ketika SMPN IV akhirnya menerima bantuan itu. ''Ketika dana semester pertama turun, Rp 1 juta diambil Edward,'' ujar Mukhtar. Merasa urusannya dicampuri, Mukhtar melapor ke Kanwil Depag. Hasilnya, turun instruksi agar dana itu sepenuhnya dikelola Mukhtar. Hubungan Muchtar dan Edward pun rusak. Dalam persidangan, kuasa hukum Kanwil Depag terpancing. Ketika Hakim Soeprajitno menanyakan apakah mutasi itu hukuman karena penggugat melanggar PP 30, kuasa hukum itu menjawab ''ya''. Ketika ditanya pasal berapa yang dilanggarnya, kuasa hukum itu tidak bisa menjawab. Ia mengakui pula, Mukhtar memang belum dimintai pendapatnya di sidang Dewan Jabatan yang mengurus soal mutasi jabatan di Kanwil Depag. Ketua Majelis Hakim R. Soeprajitno menilai SK itu bukan mutasi biasa, tapi hukuman pembebasan dari jabatan. Karena penggugat tidak pernah mendapat peringatan sebelum SK turun. Soeprajitno menyimpulkan, SK itu mengandung cacat prosedur dan cacat materiel. ''SK itu batal dan harus segera dicabut,'' ujar Hakim. Hasan Syukur

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus