PENGADILAN Negeri Buol Tolitoli, Sulawesi Tengah, Senin pekan lalu ramai. Ratusan petani cengkeh berdesakan memenuhi halaman pengadilan sejak pagi hari. ''Kami ingin tahu siapa sja orangnya yang tega mempermainkan petani cengkeh,'' ujar seorang dari mereka. Persidangan yang ditunggu para petani itu tergolong istimewa. Sejak peraturan tata niaga cengkeh diberlakukan pada 1990, baru kali ini manipulasi pembelian cengkeh lewat Koperasi Unit Desa (KUD) di sorong ke pengadilan. Terdakwa pelaku manipulasi dalam kasus itu, Kepala Kantor Koperasi Kabupaten Buol Tolitoli Isra Usman dan Manajer KUD ''Bukti'' Harson Makmur yang juga staf Isra di kantor koperasi. Mereka diadili secara terpisah. Karena itu persidangan pekan lalu baru mengadili Harson Makmur. Jaksa Muhammad Saleh dalam dakwaannya menyebutkan, terdakwa bersama atasannya, Isra Usman, menggelapkan dana komisi cengkeh dari 13 KUD di Kabupaten Buol Tolitoli sebesar Rp 1,4 miliar. Komisi pembelian musim panen 1991/1992 ini seharusnya masuk ke kas KUD. Tapi dipakai kedua terdakwa untuk kepentingan pribadi. Menurut Jaksa, para terdakwa juga melanggar tata niaga cengkeh yang berlaku. Mereka melakukan pembelian cengkeh titipan untuk dijual ke KUD. Pada transaksi ini dikesankan cengkeh gelap ini dibeli langsung dari petani, sesuai ketentuan. Cengkeh titipan itu dibeli dengan harga sekitar Rp 6 ribu per kilogram. Sementara itu dalam faktur KUD pembelian tercatat Rp 7 ribu hingga Rp 7,9 ribu per kilogram. Jumlah cengkeh titipan ini mencapai 245 ton. Untuk membayar cengkeh-cengkeh gelap ini kedua terdakwa, sebagai pejabat kantor koperasi, dengan mudah pinjam pada KUD-KUD di wilayah kekuasaannya. Yang keterlaluan, kata jaksa, dalam pembelian cengkeh itu kedua terdakwa tidak lagi memperhatikan standar kadar air 10% dan standar kadar kotoran 5% seperti yang disyaratkan. Selain itu mereka juga mengenakan pungutan Rp 25 per kilogram kepada setiap penjualan KUD ke BPPC (Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh), yang oleh terdakwa disebut sebagai biaya administrasi. Pungutan itu cukup besar, mengingat pada musim panen lalu produksi cengkeh di Buol Tolitoli sekitar 8 ribu ton. Perbuatan kedua terdakwa, menurut jaksa, menyebabkan kacaunya harga cengkeh. Buntutnya, yang dirugikan adalah petani. Jaksa menjaring para terdakwa dengan UU Anti-Korupsi. Dari kedua terdakwa, kejaksaan menyita barang bukti berupa hotel di Tolitoli, dua buah rumah, tanah, dan sejumlah kendaraan roda empat. Penggelapan itu terungkap pertengahan 1992. Kala itu kemelut tata niaga cengkeh di daerah ini tak kunjung berhenti. Harga cengkeh anjlok drastis hingga sekitar Rp 2.200 per kilogram. Padahal harga resmi yang ditetapkan pemerintah adalah Rp 7.904,85 per kilogram. Merosotnya harga cengkeh membuat petani resah. Waktu itu mereka beramai-ramai mendatangi Bupati, minta dicarikan jalan keluar agar harga cengkeh kembali stabil. Di sini terungkap, harga dasar itu tak bisa dinikmati petani karena KUD sebagai badan satu-satunya yang berhak membeli cengkeh tak punya uang. Uangnya terungkap dipakai untuk membeli cengkeh titipan. Kejaksaan setempat, yang menerima laporan adanya praktek curang dalam pembelian cengkeh itu, melakukan pengusutan. Dan terbongkarlah permainan itu. Namun Harson Makmur menolak semua dakwaan itu. Ia menantang jaksa membuktikan dakwaan lewat bukti-bukti tertulis. Kepada TEMPO Harson mengungkapkan bukan dia pribadi yang meminjam uang dari KUD. Yang benar, katanya, uang itu dipinjam untuk membeli cengkeh para pejabat (semuanya 61 orang), yang dititipkan melalui Isra Usman. ''Jadi pinjaman tersebut saya kerjakan atas perintah Bapak Isra selaku Kepala Kantor Koperasi. Saya sebagai bawahan hanya sekadar mengerjakan perintah atasan,'' katanya. Soal pungutan biaya administrasi sebesar Rp 25 per kilogram, seperti didakwakan jaksa, Harson mengungkapkan, pungutan tersebut dilakukan berdasarkan hasil rapat pengurus KUD se- Kabupaten Buol Tolitoli. Penggunaan uang ini, katanya, sudah dipertanggungjawabkan dan tidak ada masalah. Harson Makmur lebih jauh menguraikan, semua hasil panen cengkeh tahun 1991/1992 di Buol Tolitoli berjumlah 8 ribu ton. Yang dikumpulkan langsung oleh KUD hanya 2 ribu ton, ditambah 245 ton cengkeh titipan 61 pejabat tadi. Sisanya yang berjumlah sekitar 5.755 ton dibeli langsung oleh BPPC dari para petani dengan harga sangat rendah: sekitar Rp Rp 3.000 - Rp 4.000 per kilogram. ''Dalam kegiatan ini BPPC membuat dua pelanggaran,'' kata Harson. ''Mereka membeli langsung dari petani dan dengan harga di bawah harga yang ditetapkan pemerintah.'' Irwanto Lubis, pengacara kedua terdakwa, menolak keras tuduhan jaksa, bahwa kacaunya harga cengkeh akibat tindakan kedua kliennya. Pada kenyataannya, kata jaksa, BPPC ikut main. Jumlah cengkeh yang dibeli BPPC dengan harga rendah jauh lebih tinggi. ''Saya akan berusaha agar oknum BPPC itu bisa tampil sebagai saksi,'' katanya. Irwanto juga berniat menghadirkan para pejabat yang menitipkan cengkeh pada kliennya. Kesaksian terdakwa tampaknya membuat daftar pelaku manipulasi pembelian cengkeh itu menjadi semakin panjang. Dan masih menjadi pertanyaan, yang mana yang mengacaukan harga cengkeh. Aries Margono dan Waspada Santing (Palu)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini