Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sopir keliru, jangan ikadin dibakar

Ketua mahkamah agung ali said tak setuju dengan gagasan federasi sepuluh orgaanisasi advokat dan non advokat. ikrar membentuk wadah baru (federasi) hasil jerih payah rudini.

16 Maret 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELUM lagi sepekan sepuluh organisasi advokat dan nonadvokat berikrar membentuk wadah baru untuk mengganti Ikadin, guncangan keras datang menerpa. Tak tanggung-tanggung, Ketua Mahkamah Agung (MA) Ali Said, yang membidani kelahiran Ikadin, menyatakan tak perlu ada wadah baru, apalagi federasi, karena sudah ada Ikadin. Kalau memang Ikadin dianggap gagal, kata Ali Said kepada wartawan seusai melantik dua hakim agung baru di MA, Senin pekan lalu, jangan lantas Ikadin diobrak-abrik atau dibubarkan. Sebab, yang gagal adalah pengurusnya. "Ibarat truk meluncur seenaknya di jalan tol. Suruh turun sopirnya dan gantikan. Jangan dibakar truknya, dong," ujar Ali Said. Pernyataan Ali Said itu keruan saja mengentak suasana "kemesraan" sepuluh organisasi advokat, penasihat hukum atau pengacara dan pokrol -- termasuk Ikadin dan "sempalannya" Asosiasi Advokat Indonesia (AAI). Sebab, tiga hari sebelumnya, di hadapan Menteri Dalam Negeri Rudini dan Menteri Kehakiman Ismail Saleh, mereka baru saja memproklamasikan kesepakatan untuk berhimpun dalam satu wadah baru. Ikrar membentuk wadah baru (federasi) itu, boleh dibilang, hasil jerih payah Rudini, setelah enam bulan membenahi kemelut Ikadin. Sebelumnya, organisasi advokat yang tak habis dirundung kericuhan ini puncaknya pada Munas Juli silam, lewat adu jotos dan lahirnya AAI -- diurusi Ismail Saleh. Sebab itu, tak mengherankan bila banyak pihak menganggap "sodokan" Ali Said itu ibarat "menggulung" kembali ikrar Ikadin AAI plus delapan organisasi lainnya tadi. Kepada TEMPO dan Jakarta-Jakarta, Senin pekan ini, Ali Said mengaku terus terang bahwa sikapnya itu sekadar ingin mengoreksi kekeliruan upaya membenahi kericuhan Ikadin selama ini. "Saya tak ingin ikut mengkhianati sejarah pembentukan Ikadin sebagai wadah tunggal," ucapnya. Ikadin, yang merupakan federasi 17 organisasi advokat dan kemudian lahir pada 1985, memang idenya dicetuskan Ali Said pada 1982. Sebab itu pula, Ali Said tak setuju dengan gagasan federasi sepuluh organisasi advokat dan nonadvokat, yang merupakan kemunduran sejarah seperti masa-masa menjelang kelahiran Ikadin dulu. "Biarkanlah Ikadin membenahi diri dan menyempurnakan kepengurusan agar cita-cita wadah tunggalnya tercapai," kata Ali Said. Sebaliknya, tambahnya, jangan dibiarkan organisasi advokat lainnya tumbuh berkembang, apalagi diakui pemerintah. Ali Said, yang mengaku belum bersedia ditemui para pengurus AAI, mengaku sangat kecewa dengan perkembangan Ikadin. Terlebih dengan peristiwa adu jotos dan walk out pada Munas I, Juli silam. Bahkan Ali Said mengakui pula kepengurusan Harjono selama enam tahun ini, boleh dibilang, gagal antara lain dalam soal merangkul berbagai organisasi advokat, yang anggotanya belum melebur ke dalam Ikadin. Namun, Ali Said masih mengharapkan agar kepengurusan Ikadinlah yang dibenahi. Maksudnya, tentu saja kembalinya AAI bersatu dengan Ikadin untuk mengurusi wadah, yang diharapkan tunggal itu. Kalau perlu, kata Ali Said, melalui munas luar biasa. Bahwa kedua kubu itu mengaku tak mungkin bersatu lagi, "Jangan gengsi-gengsian. Pakai istilah Jawa jer basuki mawa bea (hanya dengan pengorbanan kita bisa menuju kesempurnaan)," tutur Ali Said. Menyambut pernyataan Ali Said itu, Ketua Umum Ikadin Harjono Tjitrosoebono bagaikan bangkit kembali dari tiarap. "Jika menilik sejarah pembentukan Ikadin, apa yang dikatakan Pak Ali Said itu memang benar," ujar Harjono. Sebab itu, Harjono semakin tak menyetujui gagasan federasi itu. "Mencampuradukkan advokat dengan pengacara praktek, LBH dan organisasi lain yang masih di bawah naungan induknya, jelas, sudah melanggar konsep dan sejarah Ikadin sebagai wadah tunggal advokat," katanya. Ia mengaku, Ikadin ikut menandatangani pernyataan bersama itu bukan untuk federasi, tapi untuk persatuan dan kesatuan. Bekas bendahara Ikadin, yang kini Sekjen AAI, Denny Kailimang, sebaliknya menyatakan tak mungkin kembali lagi, ataupun membenahi Ikadin. "Kalau dulu, mungkin cacat Ikadin masih bisa diterapi. Tapi sekarang cacatnya sudah parah dan permanen," kata Denny dengan tandas. Menurut Denny, bersama advokat muda di Ikadin dulu, ia sudah berupaya maksimal untuk membenahi Ikadin. "Tapi mereka -- maksudnya Harjono dan kawan-kawan -- tak pernah mau peduli. Bahkan mereka terus saja mengangkangi kepengurusan, tanpa mau diutakutik," tuturnya. Karenanya, Denny menganggap upaya lewat federasilah satu-satunya jalan untuk menuntaskan kemelut tersebut. "Mau tak mau, jalan itu yang harus dilalui untuk berproses menuju wadah tunggal," ujarnya. Setelah tahapan federasi, tambahnya, organisasi-organisasi pendiri, itu nantinya harus membubarkan diri. Sementara itu, Rudini tampak kalem-kalem saja menanggapi pernyataan Ali Said. "Beliau berhak bicara begitu. Beliau kan sarjana hukum. Saya bukan advokat. Saya tak akan turut campur, tak akan menentukan. Saya cuma membimbing dan mendorong agar mereka mau bersatu, kata Rudini. Menurut Rudini, dan sesuai pula dengan pernyataan bersama itu, kesepuluh organisasi tadi punya aspirasi dan profesi sama, jadi selayaknya bersatu. Bagaimana bentuk dan nama wadah persatuan itu, juga nasib organisasi-organisasinya nanti, tambah Rudini, terserah kesepuluh organisasi itu lewat munasnya. Yang penting, "Musyawarah yang baik untuk mufakat. Jangan sok adu cincin, main menang-menangan, apalagi sampai adu jotos," ucap Rudini. Happy S., Ardian T. Gesuri, Bambang Sujatmoko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus