Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga kerangka mobil terjungkal di pekarangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Narkotika Langkat, Sumatera Utara, Selasa, 21 Mei lalu. Warna asli mobil sudah tak terlihat, hanya menyisakan bekas hangus terbakar berwarna kecokelatan. Di pekarangan lain, yang berjarak tiga puluh meter dari sana, belasan kerangka sepeda motor gosong berserakan.
Bau sangit menyeruak dari bagian depan area gedung penjara. Hampir seluruh langit-langit di lantai dua gosong dan -menghitam. Seluruh jendela bolong. Beberapa pria terlihat tengah mengumpulkan pecahan kaca yang berserakan. “Yang memperbaiki kerusakan ini nanti Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM,” kata Muhammad Tavip, Kepala Pelaksana Harian Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Langkat, kepada Tempo, Selasa, 21 Mei lalu.
Semua kerusakan itu akibat kerusuhan yang meletup di LP Langkat pada Kamis, 16 Mei lalu. Tak ada korban jiwa dalam pe-ristiwa nahas itu. Namun kerusuhan -mengoyak sebagian penjara, khususnya di bagian gedung utama bagian depan kompleks penjara. Ratusan narapidana meng-amuk lalu membakar ruang kerja para sipir dan belasan kendaraan. Sebanyak 168 narapidana menjebol gerbang, kemudian kabur. Sebagian dari mereka sudah me-nyerahkan diri. Hingga Jumat, 24 Mei lalu, 53 narapidana belum tertangkap.
Kerusuhan dipicu oleh penganiayaan salah seorang narapidana yang akrab disapa Ajo, 40 tahun, penduduk Kota Medan. Ia menghuni kamar 17 Blok T1. Pada Kamis siang sekitar pukul 12.00, sipir menangkap Ajo karena dia membawa uang Rp 3 juta. Ia dituduh menjual narkotik.
Tiga sipir menyeret Ajo dari sel hingga ke gedung bagian depan penjara. Di sepanjang jalan, para sipir bergantian memukuli dan menendang Ajo. “Dia dipukuli sekitar sepuluh menit sampai keluar kotoran dari bokong,” ujar seorang narapidana yang -ingin disapa dengan nama Martin, kepada Tempo. Martin mengaku terlibat kerusuhan itu, tapi ia tak ikut melarikan diri.
Pengeroyokan itu menjadi tontonan puluhan narapidana. Saat jam bebas beraktivitas narapidana pada pukul 14.00, petugas membuka pintu-pintu sel. Sejumlah narapidana berkumpul, lalu mengepung gedung tempat penganiayaan Ajo. Mereka mempersenjatai diri dengan senjata ala kadarnya, kemudian mengejar para sipir dan petugas lain.
Di Sana-sini Kutipan
Ratusan narapidana ikut terbakar emosi. Mereka membakar dan merusak barang-barang di sekitar kompleks penjara. Semua sipir melarikan diri karena kalah jumlah. Sebagian besar perusuh berhasil menguasai gedung bagian depan penjara. Mereka kemudian menjebol gerbang penjara.
Sebagian narapidana lain mengejar para sipir hingga ke rumah-rumah milik warga sekitar penjara. Mereka tak menganiaya penduduk. “Awalnya kami takut, tapi mereka bilang enggak perlu khawatir karena mereka hanya mengejar sipir,” ucap Butet Boru Siahaan kepada Tempo, Selasa, 21 Mei lalu. Rumah Butet berada di sebelah Lembaga Pemasyarakatan Langkat.
Sejumlah narapidana memanfaatkan kerusuhan itu untuk berjalan-jalan di sekitar penjara. Menurut Butet, mereka memetik buah-buahan di kebun masyarakat. Sebagian narapidana bahkan memborong makanan di warung-warung. Salah satu pedagang yang menangguk rezeki adalah penjual sate Padang. Mereka memborong sate hingga habis tak bersisa. “Banyak kali duit mereka (narapidana). Merah-merah, biru-biru semua duitnya,” kata Butet dengan logat Batak.
Sebagian narapidana memilih melarikan diri. Salah satunya narapidana yang ingin disapa dengan nama Bendi, 32 tahun. Sebelum kerusuhan, ia turut mengepung para penganiaya Ajo. Setelah gerbang jebol, ia melarikan diri ke Kota Medan. “Saya ingin bertemu dengan ibu yang sakit parah. Takut enggak jumpa lagi,” ujarnya beberapa hari seusai kerusuhan. Bendi berhasil bertemu dengan ibunya, lalu ia me-nyerahkan diri ke LP Langkat.
Bendi baru satu setengah bulan di Lembaga Pemasyarakatan Langkat. Ia divonis 9 tahun penjara. Selama berada di sana, dia mengaku sangat tersiksa karena kerap -diperas sejumlah sipir. Untuk mendapatkan uang agar bisa membayar fasilitas penjara, para tahanan bekerja atau berdagang di penjara. Ajo, kata Bendi, memi-liki uang Rp 3 juta karena berjualan barang kera--jinan di dalam penjara. “Itu uang ta-bungan Ajo untuk Lebaran anak dan istrinya,” ucapnya.
Martin mengungkapkan pemerasan di dalam penjara sudah berlangsung lama. Ia menghuni Lembaga Pemasyarakatan Langkat sejak dua tahun lalu. Semua urus-an tetek-bengek di dalam penjara, kata dia, harus selalu menggunakan uang. “Untuk bertanya soal remisi saja kami harus memba--yar Rp 100 ribu ke petugas,” ujar narapidana yang divonis 6 tahun penjara itu dengan nada tinggi.
Daftar Kutipan Liar
Martin menyebutkan kerusuhan itu adalah akumulasi dari keresahan narapidana terhadap perlakuan buruk dan korup para sipir. Selain sering menganiaya, para petugas diduga bahu-membahu memeras narapidana. Misalnya kutipan kepada penghuni sel berukuran 4 x 7 meter yang biasa berisi lima-delapan narapidana. Tiap penghuni, kata Martin, wajib membayar iuran Rp 100-150 ribu tiap bulan kepada sipir.
Kutipan liar juga berlaku untuk fasilitas lain, seperti kipas angin. Para penghuni wajib membayar Rp 1 juta untuk tiap satu kipas angin plus iuran listrik tiap bulan. Narapidana wajib membayar jika ingin berpindah sel. Mereka pun bisa memiliki telepon seluler asalkan membayar dengan sejumlah uang. “Hampir semua sipir terlibat,” ucap Martin.
Martin dan Bendi kompak menyebutkan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Langkat, yang saat itu dijabat Bachtiar Sitepu, punya andil dalam pungutan liar tersebut. Bachtiar diduga menguasai perdagangan pulsa telepon di dalam penjara. Menjual pulsa adalah trik para narapidana untuk mendapatkan uang. Mereka memperoleh pulsa tersebut dari para kerabat di luar penjara.
Para narapidana menggunakan uang tersebut untuk membeli makanan dan membayar kutipan. Martin mengatakan narapidana hanya boleh menjual pulsa kepada satu pengepul yang diduga orang kepercayaan Bachtiar.
Jika narapidana ketahuan tak menjual pulsa kepada si pengepul, kata Martin, Bachtiar akan menggelar razia ponsel di dalam penjara. “Pulsa Rp 100 ribu terpaksa kami jual Rp 60-65 ribu ke pengepul,” ujar Martin. Pengepul lantas menjual pulsa itu kepada narapidana yang membutuhkan. Omzet berbisnis pulsa ini disebutkan mencapai Rp 15-20 juta per hari.
Surat Tuntutan Narapidana
Selain menjadi bandar pulsa, Bachtiar diduga mengajak istrinya berbisnis di dalam penjara. Dia pernah berdagang makanan di sana. Itu sebabnya ia sering keluar-masuk blok penjara khusus perempuan untuk menagih utang. Ia pun sering ikut merazia narapidana. Bisnis itu terhenti setelah Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara merazia Lembaga Pemasyarakatan Langkat.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly mencopot Bachtiar Sitepu dan sejumlah pejabat LP Langkat lain seusai kerusuhan itu. Ia pun menonaktifkan beberapa sipir. “Semua yang ada di sini juga akan diganti. Semua bedol desa,” kata Yasonna saat mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Langkat, Sabtu, 18 Mei lalu. Yasonna melarang para pejabat dan sipir yang sudah dicopot dan nonaktif menginjakkan kaki di LP Langkat. “Ini orang berbahaya jika masuk lagi, penyakit,” ujarnya.
Bachtiar Sitepu dikabarkan ditugasi di Medan seusai pencopotan itu. Ia tak mau mengomentari soal kerusuhan dan kutip-an liar Lembaga Pemasyarakatan Langkat. “Saya tidak dapat berkomentar banyak soal peristiwa di Langkat. Silakan menanyakan langsung kepada Kakanwil, Kadivpas, atau Humas,” kata Bachtiar lewat sambungan telepon, Jumat, 24 Mei lalu.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara Dewa Putu Gede mengatakan pihaknya tengah meng-investigasi pungutan liar dan perilaku sewenang-wenang para sipir. Ia menyebutkan pihaknya tak ragu menghukum petugas yang terbukti bersalah. Dewa menjamin narapidana Lembaga Pemasyarakat-an Narkotika Langkat akan kembali menerima makanan dan minuman serta perlakuan yang layak. “Negara wajib merawat warga binaan,” ucapnya kepada Tempo, Rabu, 22 Mei lalu.
Dewa membantah ada penyiksaan terhadap Ajo. Dia menyebutkan Ajo terluka karena berlari, lalu terjatuh. Ia mengang-gap narapidana terlalu mempolitisasi soal kabar penyiksaan itu. Dewa menduga isu itu muncul karena warga binaan Lembaga Pemasya-rakatan Langkat terganggu oleh penangkap-an empat narapidana yang ketahuan menjual narkotik di dalam penjara. “Akan ada hukuman kepada warga binaan yang bersalah saat kerusuhan itu,” ujarnya.
MUSTAFA SILALAHI, IIL ASKAR MONDZA (LANGKAT)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo