PERKARA yang kini tengah diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, sebenarnya, hanya perkara kecil: nilainya Rp 8 juta. Seorang wanita cantik, Nyonya Linda, 30, dituduh menggelapkan mobil Peugeot yang sebelumnya telah dijualnya kepada Raj Kumar Singh, Direktur PT Kebun Bunga. Tapi, akibat perkara itu, kini terjadi "perang dingin" pengacara Linda, Maruli Simorangkir, dengan ajaran kejaksaan dan wartawan. Bahkan, belakangan, perkara itu masih meminta korban lagi dengan diusutnya Jaksa Soeratman yang diduga menerima suap dari Linda sebesar Rp 3,5 juta. Perang itu meledak gara-gara pledoi Maruli, awal Februari, yang menuding Kumar menyuap penegak hukum dan wartawan untuk menyudutkan kliennya. Kumar, kata Maruli, dengan uangnya telah mengatur persidangan itu sehingga perkara yang seharusnya perdata menjadi pidana. "Saksi pelapor, Kumar, dengan kekuatan finansialnya dan bantuan oknum pejabat kepolisian serta kejaksaan, membuat skenario yang begitu hebat untuk mencelakai terdakwa," serang Maruli. Ia menggambarkan usaha Kumar, melalui Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, memenjarakan Linda. "Sampai-sampai kepala kejaksaan, yang terbaring di rumah sakit, sempat-sempatnya mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap Nyonya Linda," kata Maruli. Ketika surat penahanan itu tidak diindahkan oleh Jaksa Sudihadi, kata Maruli, Kumar menekan jaksa itu melalui pemberitaan pers dan kepala kejaksaan. Akibatnya, jaksa itu, selaku penuntut umum, digantikan oleh Jaksa Soeratman. September 1985, kepala kejaksaan memanggil Linda ke kamarnya, dan langsung memerintahkan penahanan. "Baru kali ini ada terdakwa perkara penggelapan harus ditahan. Keinginan siapa lagi kalau bukan Kumar," kata Maruli, yang menuding Kumar bersedia menghamburkan uang berapa saja untuk mencelakakan kliennya. Untuk wartawan, tudingan Maruli lebih pedas: "Terungkap pula oleh kami tentang adanya pembagian jam dinding yang bergambar cabang olah raga hockey dan pembagian materi lainnya. Siapa yang membaginya, lebih baik pihak yang bersangkutan menjawabnya sendiri," tambah Maruli. Ia juga tidak lupa meragukan kejujuran hakim. Hakim Gde Sudharta dituduhnya mengarahkan pertanyaan-pertanyaan yang menguntungkan Kumar. "Bayangkan, perkara sekecil itu ditangani langsung oleh kepala kejaksaan dan ketua pengadilan," tambah Maruli kepada TEMPO. Maruli menyebutkan, ia sudah tidak punya jalan lain lagi untuk menyelamatkan kliennya. Sebab, menurut dia, sebenarnya uang yang disebut-sebut digelapkan Linda itu adalah uang honor kliennya sebagai EMKL dalam mengurus barang-barang perusahaan Kumar dari PT Pasoema Nusantara di pelabuhan Panjang ke Entrepot. Untuk jarninan, kata Maruli, kliennya menyerahkan STNK mobilnya dan sebuah surat blanko bermeterai yang ditandatanganinya. Ternyata, urusan pemindahan barang, berupa mesin-mesin dan barang modal lainnya itu tutur Maruli, macet. Akibatnya, Kumar berang dan menuduh Linda menggelapkan mobil, karena surat blanko kosong itu sudah diisi Kumar dengan "jual beli" mobil tadi. "Mana mungkin mobil Peugeot 1983 dijual setahun kemudian dengan harga Rp 8 juta?" tambah Maruli. Tapi, kenapa ia harus menuduh Kumar menyuap penegak hukum dan pers? "Sebab, semua penegak hukum telah berpihak kepada Kumar dalam kasus itu. Hal itu saya rasa perlu diungkapkan, agar masyarakat tahu tentang salah satu sisi suram dari penegakan hukum di negara kita," tambah Maruli. Hanya saja, akibatnya, selain mendapat serangan balik dari Kumar, ia juga mendapat reaksi keras dari pers. PWI Seksi Hukum, misalnya, menuntut Maruli membuktikan tuduhannya, sementara pihak kejaksaan mengadukan tudingan Maruli ke atasannya. Raj Kumar Singh membantah keras menyuap penegak hukum dan wartawan. "Jam dinding itu diberikan sebagai kenang-kenangan kepada wartawan selesai PON yang lalu. Itu salah satu cara kami untuk memasyarakatkan olah raga hockey, dan bukan hanya cabang olah raga itu yang memberikan kenangan begitu. Jadi, tidak ada hubungan sama sekali dengan perkara Linda," ujar Kumar, yang mengaku kenal lama dengan terdakwa. Ia menuduh balik Maruli yang kehabisan bukti untuk memenangkan kliennya, dengan menggambarkan dia sebagai orang kuat yang bisa mengatur pengadilan dan wartawan. Maruli memang bagai jatuh terhimpit tangga. Sebab, ternyata kliennya, Linda, diduga pula memberikan hadiah uang kepada Jaksa Soeratman sebanyak Rp 3,5 juta. Jaksa Tinggi Jakarta, Soetanto, setelah memeriksa anak buahnya, pekan lalu, memastikan Linda menyuap jaksa itu. "Kasus itu bukan pemerasan, tapi penyuapan. Sebab itu, Linda harus ditindak, dan Soeratman sendiri harus dipecat," ujar Soetanto. Menurut Soetanto, sejak semula Soeratman berpendapat bahwa kasus yonya Linda itu perdata. "Boleh saja berpendapat begitu, tapi jangan terus dimintai uang, dong," kata Soetanto, yang mengaku mendapat informasi penyuapan itu dari Kumar Singh sendiri. Nyonya Linda tidak berkomentar atas tuduhan baru itu. Tentang Kumar, ia hanya berucap, "Saya mengenal Kumar sudah lama. Antara saya dan dia tidak ada hubungan apa-apa, kecuali soal bisnis," kata Linda yang akhir tahun lalu menikah. Tapi seorang yang dekat dengan dia mengakui Linda ada memberikan uang kepada Soeratman sebanyak Rp 3,5 juta "Tapi itu bukan untuk menyuap, hanya pinjaman untuk uang muka kredit rumah Soeratman. Pinjaman itu terjadi sebelum Soeratman memegang perkara itu dan kini sudah dikembalikan," katanya. Sementara itu Soeratman, 46, yang kena getah dari kasus itu hanya berucap, "Maaf saya tidak bisa memberikan keterangan, karena semua persoalan sudah ditangani atasan," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini