Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Hukum Diantara Urusan Pribadi

Hakim Mukmin Yus Siregar memperkarakan Rasyid Siregar & Nurhaiya dengan tuduhan menipu. Berutang dengan jaminan palsu. Rasyid balik menuduh. Uang itu untuk biaya sengketa tanah warisan yang ditangani Mukmin.(hk)

1 Maret 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMA baik Hakim Tinggi Banjarmasin, Mukmin Yus Siregar, tercoreng di tempat tugasnya yang lama di Pengadilan Negeri Padangsidempuan. Ia dituding Rasyid Siregar dan istrinya, Nurhaiya boru Pane, "mencukongi" mereka selama kedua suami-istri itu berperkara perdata. Jika benar tuduhan itu, bertambah lagi borok yang menghiasi wajah Dewi Keadilan di negara ini. Borok itu menjadi pembicaraan yang hangat di kota itu, pekan-pekan ini, gara-gara Mukmin menuduh Rasyid dan istrinya menipu. Menurut pengaduan Mukmin kepada polisi, Rasyid dan istrinya telah menipu Rp 3 juta dengan jalan berutang dan memberikan jaminan palsu. Tapi, di pengadilan, ia dituding balik suami-istri itu bahwa uang itu sebagai pinjaman untuk biaya perkara yang ditangani Mukmin sendiri. Hakim Tinggi itu tambah terpukul, karena ketua yang baru, I Ketut Sugriwa, ternyata melepaskan Rasyid dan Nurhaiya dari tuntutan hukum. Dua tahun lalu, kata Nurhaiya, ia berniat menggugat 11 orang yang dianggapnya menguasai tanah warisan ayahnya, Jameden Pane, tanpa persetujuannya. Di antara ke-11 tergugat itu terdapat dua orang kakaknya lain ibu yang tanpa membagi waris telah menjual harta Almarhum sebanyak tiga tumpak kebun dan satu tumpak sawah kepada ke-9 tergugat lainnya. Mengaku tak mengerti soal hukum, Rasyid mengajak istrinya, Nurhaiya, menemui Ketua Pengadilan, Mukmin. "Beliau masih abang saya dari jalur Kakek," ujar Rasyid. Ternyata, Mukmin memang tidak mengecewakan. "Gugat saja ... kalian pasti menang," ujar Mukmin, seperti ditirukan Nurhaiya kemudian. Hakim itu pun, konon, menjanjikan akan memegang sendiri perkara itu serta sekalian mencarikan penasihat hukum. Selanjutnya, begitu cerita suami-istri itu, mereka malah mendapa kesulitan berurusan dengan Mukmin. Sebelum sidang dimulai, kata mereka, hakim itu sudah meminta uang untuk ongkos perkara Rp 75 ribu dan biaya pengetikan gugatan Rp 15 ribu. Setelah itu, mereka diminta lagi membayar ongkos pemanggilan saksi Rp 250 ribu, dan biaya untuk juru sumpah Rp 250 ribu. "Semua pembayaran itu tanpa kuitansi," ujar Nurhaiya. Cerita selanjutnya lebih parah. Suami-istri itu diminta menyiapkan uang Rp 2 juta untuk peninjauan lokasi dan penyitaan tanah sengketa. "Sebab, untuk penyitaan itu perlu bantuan pengawalan polisi," begitu kurang lebih alasan Mukmin, seperti ditirukan Nurhaiya kemudian. Karena suami-istri itu mengaku tidak punya uang lagi, Mukmin menawarkan jasa baiknya, yaitu meminjamkan uang Rp 3 juta. Tawaran itu tentu diterima. Di rumah Mukmin, suami-istri itu menerima uang Rp 3 juta dari istri hakim itu, Darlia. Yang Rp 2 juta mereka serahkan kepada Mukmin, dan selebihnya mereka bawa pulang. Tapi, sebelum mereka pulang, Mukmin meminta Rasyid untuk menandatangani "surat jual-beli" tiga hektar kebun salak Nurhaiya di Desa Tobotan. "Ini sekadar untuk saling mengingatkan saja, sebagai jalan untuk meminta utang itu kembali. Mana tahu, ada yang meninggal duluan di antara kita." begitu konon kata Mukmin. Surat jual-beli itu pula yang belakangan dipakai Mukmin untuk mengadukan suami-istri itu ke polisi. Sebab, setelah perkaranya menang, suami-istri itu tidak kunjung melunasi utangnya. Dan, ketika dicek oleh Mukmin, ternyata kebun salak yang "diperjanjikan" hanya seluas 1/3 hektar. Tapi, "Yang menulis bahwa kebun itu tiga hektar Mukmin sendiri," kata Nurhaiya. Suami-istri itu, Mei 1985, memang memenangkan perkara itu berkat bantuan Hakim Mukmin. Tapi, untuk itu, suami-istri mengaku dimintai lagi uang untuk "biaya vonis" Rp 2 juta Perkara itu sendiri yang semula dipegan Mukmin, entah kenapa, belakangan diserahkan kepada anak buahnya, Hakim Imran Lubis. Di sidang pidana, Jaksa T. Ginting menuntut Nurhaiya dan Rasyid dengan hukuman 9 bulan dan 8 bulan penjara, karena menipu. Ginting merasa yakin bahwa suami-istri itu menipu Hakim Mukmin karena meminjam uang dengan jaminan yang tidak benar. Jaksa itu tidak hendak mempersoalkan latar belakang pinjaman tadi. "Yang saya ajukan ke meja hijau Rasyid dan Nurhaiya, bukan Mukmin," kata Ginting. Namun, Hakim I. Ketut Sugriwa, yang menangani perkara itu, melepaskan Rasyid dan Nurhaiya dari tuntutan hukum. Menurut Sugriwa, perkara itu merupakan perkara perdata, utang-piutang biasa. Tentang latar belakang kasus itu, ia hanya berkomentar, "Sebagai sesama hakim, saya ikut tertampar dengan kejadian itu." Tapi, benarkah cerita buruk itu terjadi? Mukmin, yang sempat hadir sebagai saksi di sidang -- kemudian kembali ke tempat tugasnya di Banjarmasin -- membantah keras tuduhan itu. Ia hanya mengakui menyarankan Rasyid dan istrinya memakai Pengacara Fachruddin Pohan, yang sudah dikenalnya, ketika suami-istri itu meminta nasihat hukum darinya. Tentang pinjaman itu, kata Mukmin, bukan untuk biaya perkara, tapi untuk ongkos naik haji ibunda Nurhaiya. "Utang itu tidak pernah dibayar walau berulang kali ditagih," kata Mukmin. Darlia, istri Mukmin, juga bersikeras pinjaman itu adalah untuk naik haji orangtua Nurhaiya. Sebenarnya, tutur Darlia kepada TEMPO, uang itu semula ditabung untuk ongkos naik haji dia bersama suaminya. Tapi, karena masih kurang, dan kebetulan pula Rasyid masih terbilang adik Mukmin, uang itu dipinjamkannya kepada Nurhaiya. "Lagi pula, 'kan berpahala menolong orang yang naik haji," kata Darlia. Ternyata, uang itu tidak kunjung dikembalikan, dan jaminan yang diberikannya juga palsu. Sebab itu, kata Darlia, ia terpaksa mengadukan suami-istri yang masih familinya itu ke polisi. Vonis Sugriwa diakui Darlia sangat memukul keluarganya. Ia bahkan menduga keputusan Sugriwa itu terpengaruh oleh perselisihan antara dia dan hakim itu dalam soal rumah dinas. Sebab, rumah yang seharusnya diserahkannya kepada Sugriwa pada 1 Oktober, tertunda sampai 12 Januari lalu. Akibatnya, Sugriwa terpaksa menyewa rumah lain sampai Darlia pindah rumah. Soal itu, kata Darlia, sempat pula dipertanyakan Sugriwa ketika ia dihadapkan jadi saksi. "Kalau dipikir, apa sih hubungan pindah rumah dengan perkara itu?" kata Darlia. Sugriwa menyangkal dugaan itu. Ia, katanya, ketika itu hanya menanyakan alamat Darlia sebagai saksi. "Pertanyaan itu 'kan biasa untuk saksi," katanya. Mahkamah Agunglah nanti yang akan memastikan di mana letak perkara itu di antara urusan pribadi para hakim. Sebab, beberapa hari lalu, Jaksa Ginting menyatakan kasasi atas vonis Sugriwa itu. Karni Ilyas Laporan Bersihar Lubis (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus