Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu setidaknya tercermin dalam surat Direktur Pembinaan Film dan Rekaman Video Departemen Penerangan, Sudiyanto, tertanggal 6 November lalu. Menurut surat tersebut, pedagang VCD bajakan diperkenankan menjual habis cakram gelap itu sampai Februari tahun depan. Setelah batas waktu itu, pedagang yang masih mengedarkan cakram bajakan akan diajukan ke meja hijau.
Menurut Kepala Subbina Peredaran dan Jasa Teknik Film-Video Departemen Penerangan, Bakri, keputusan itu diambil setelah berlangsung pembicaraan antara produsen resmi VCD, pedagang pemegang lisensinya, dan pedagang VCD bajakan.
Pertimbangannya, kata Bakri, bila peredaran VCD gelap dihentikan mendadak, itu bisa semakin menyulitkan pemerintah untuk melacak peredarannya. Jadi, "Digunakan solusi dengan cara menggugah kesadaran pedagang gelap," ujar Bakri.
Untuk itu, para pedagang VCD bajakan diharuskan memberikan semacam identitas--bisa berupa stiker--pada kopi cakram gelap yang mereka perdagangkan. Tujuannya supaya produsen resmi dan pemegang lisensi bisa menelusuri pedagang VCD gelapnya.
Terang saja kebijakan itu sangat aneh. Bagaimana mungkin maling mau memberikan tanda pada barang jarahannya? Yang terjadi kemudian di lapangan, terutama di pasar elektronik di Jakarta, lebih seru. Ternyata, stiker penanda VCD gelap itu diperjualbelikan oleh para pedagang, seharga Rp 2.000 per lembar.
Sebulan ini saja ditaksir sudah beredar 100 judul film--satu judul diperbanyak menjadi 5.000 cakram--yang menggunakan stiker. Kabarnya, pedagang stiker menargetkan penjualan stiker penanda VCD bajakan sebanyak sejuta lembar sebulan.
Walhasil, VCD bajakan, bukannya berkurang, malah makin merebak menjelang batas waktu terakhir peredarannya. Dari situlah Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Rekaman Video Indonesia (Asirevi), Wihadi Wiyanto, menuding bahwa bisnis stiker bisa mulus lantaran adanya kerja sama antara pedagang dan pihak pemerintah.
Namun, salah seorang pedagang yang dibidik Asirevi, yakni Acan, menampik tuduhan itu. Acan memang mengaku telah mencetak 200 ribu stiker. Sebanyak 50 ribu dari stiker sejumlah itu, katanya, sudah beralih ke pedagang lain. Tapi, "Bukan diperdagangkan, melainkan hanya dipinjamkan. Maksudnya supaya mereka tak tertangkap bila ada razia VCD bajakan," tutur Acan.
Di luar dugaan, dalih Acan dibenarkan oleh Wakil Ketua Tim Pengendali Peredaran Rekaman Video, Dimas Wahab. "Tak betul bila Acan, juga kami selaku tim pengendali, menjual stiker," kata Dimas. Menurut Dimas, Acan hanyalah korban permainan para pedagang yang ingin mempertahankan pasar VCD bajakan sampai tenggat tanggal 25 Februari nanti.
Yang jelas, geger stiker sampai pula ke Menteri Penerangan Yunus Yosfiah. Selasa pekan lalu, Menteri Yunus lantas menginstruksikan penindakan terhadap pelaku penjualan stiker.
Toh, Wihadi tetap mempersoalkan keputusan awal pemerintah tertanggal 6 November itu. Sebab, keputusan tersebut jelas melanggar hukum karena melegalisasi VCD bajakan, yang dilarang Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1997.
Sementara itu, Teten Masduki dari Indonesian Corruption Watch, yang menerima pengaduan Asirevi, menyoroti dua aspek lain yang juga menyimpang dari ketentuan hukum. Pertama, penunjukan PT Cakramindo Inti Pradana selaku tim pengendali peredaran rekaman video. Padahal, wewenang itu mestinya ada pada pemerintah bersama Asirevi. Kedua, seharusnya pemerintahlah yang mengeluarkan stiker, bukan pedagang.
Teten juga mempersoalkan pertanggungjawaban "uang jago" hasil pembelian stiker. Selama setahun, diduga sudah ada 17 juta VCD bajakan berstiker yang beredar. Itu berarti menyangkut uang sebesar Rp 34 miliar. Kalau sudah urusan duit berlimpah, alamak, hukum perlindungan hak cipta rasanya semakin ditidurkan.
Ma’ruf Samudra, Mustafa Ismail, dan Nurur Rokhmah Bintari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo