Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Sudah Cocok dengan Busyro

Panitia Seleksi memilih Busyro Muqoddas dan Roby Arya Brata untuk mengisi satu kursi wakil pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Komisi lebih menginginkan Busyro.

20 Oktober 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menjelang magrib, Panitia Seleksi akhirnya mengakhiri rapat pemilihan calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Rapat yang berlangsung Kamis dua pekan lalu itu digelar di lantai 5 gedung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta. Bergulir selama dua jam, rapat berlangsung tertutup. "Hampir semua anggota Panitia Seleksi pendapatnya sama, tak banyak perbedaan," kata Farouk Muhammad, salah satu anggota Panitia Seleksi.

Panitia Seleksi memilih dua orang yang dianggap layak menggantikan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, yang masa jabatannya habis pada 10 Desember mendatang. Dua orang yang lolos tersebut adalah Busyro, yang kembali mendaftar, dan Roby Arya Brata, Kepala Bidang Hubungan Internasional Sekretariat Kabinet.

Kamis pekan lalu, Panitia menyerahkan dua nama hasil seleksi calon Wakil Ketua KPK itu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Acara penyerahan hasil seleksi ini dihadiri Menteri-Sekretaris Negara Sudi Silalahi; Sekretaris Kabinet Dipo Alam; Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto; Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutarman; serta Jaksa Agung Basrief Arief.

Begitu menerima calon pemimpin KPK, pada hari yang sama, Presiden Yudhoyono meneken surat pengantar untuk mengirim kedua nama itu ke Dewan Perwakilan Rakyat. "Masih ada sekian jam untuk memprosesnya ke DPR," ujar Yudhoyono, yang masa jabatannya berakhir pada 20 Oktober 2014.

* * * *

Menjelang akhir Juli lalu, Presiden Yudhoyono mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2014. Keputusan itu berisi pengangkatan sembilan anggota panitia seleksi calon pemimpin KPK.

Ketua Panitia Seleksi adalah Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin. Anggotanya, antara lain, sosiolog dari Universitas Indonesia, Imam B. Prasodjo; ahli manajemen pemasaran dari Universitas Indonesia, Rhenald Kasali; dan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum Harkristuti Harkrisnowo.

Bergabung juga dalam panitia itu mantan pemimpin KPK, Erry Riyana Hardjapamekas; Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Widyo Pramono; mantan penasihat KPK, Abdullah Hehamahua; Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Komaruddin Hidayat; dan Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah Farouk Muhammad.

Pembukaan penerimaan anggota KPK ini sempat "diprotes" Ketua KPK Abraham Samad. Lewat suratnya kepada Presiden, Abraham menyatakan, sepeninggal Busyro, empat petinggi KPK masih tetap bisa berjalan. "Kami menganggap empat orang itu masih ideal," kata Abraham kepada pers, Agustus lalu. Namun keinginan pemimpin KPK tak direspons pemerintah. Pencarian pengganti Busyro tetap dilakukan.

Seleksi calon pemimpin KPK pun dimulai lewat penyaringan administrasi, yang meloloskan 104 peserta. Dari jumlah itu, 40 peserta didiskualifikasi karena latar belakang pendidikan yang tak cocok. Menurut Farouk, syarat latar belakang pendidikan adalah ilmu hukum dan ekonomi keuangan dengan pengalaman bekerja minimal 15 tahun.

Sebanyak 64 peserta yang lolos ke tahap selanjutnya diminta membuat makalah berisi profil pribadi dan konsepsi pemikirannya. Dari penilaian makalah, 11 peserta lolos seleksi ke tahap berikutnya. Mereka mengikuti tes psikologis yang melibatkan lembaga Fenomena Universitas Indonesia.

Hasilnya, enam orang dinyatakan lolos. Mereka adalah Busyro Muqoddas (Wakil Ketua KPK), I Wayan Sudirta (anggota Dewan Perwakilan Daerah), Ahmad Taufik (jurnalisTempo), Roby Arya Brata (Kepala Bidang Hubungan Internasional Sekretariat Kabinet), Subagio (spesialis perencanaan dan anggaran Biro Rencana Keuangan KPK), dan Jamin Ginting (dosen hukum Universitas Pelita Harapan).

Menurut Farouk, ada tiga orang yang memiliki hasil tes psikologis tertinggi. Mereka adalah Roby, Busyro, dan Jamin. Namun hasil tes psikologis itu bukan satu-satunya patokan. "Kami mempertimbangkan faktor lain."

Tahap seleksi berikutnya adalah wawancara untuk mengkonfirmasi beragam data, informasi, dan masukan yang diterima tim seleksi. Data dan informasi diperoleh dari kepolisian, kejaksaan, dan intelijen swasta. "Kami menyewa tiga investigator swasta untuk mengenal lebih dalam enam kandidat itu," kata juru bicara Panitia Seleksi, Imam B. Prasodjo. Penyelidik swasta itu mengorek informasi dari keluarga, tetangga, lingkungan kerja, dan media sosial.

Wawancara terhadap enam kandidat dilakukan terbuka di gedung Kementerian Hukum dan HAM. Menurut Imam, lolosnya Busyro dan Roby tak terlepas dari jawaban keduanya ketika wawancara. "Bila mengikuti sidang wawancara dengan baik, pasti bisa menduga siapa yang lolos," ucap Imam.

Sewaktu seleksi wawancara, Roby mengatakan akan lebih berfokus pada pencegahan ketimbang penindakan dalam menangani kasus korupsi. Dia menilai saat ini KPK lebih berkutat dalam urusan menindak pelaku korupsi. Padahal permasalahan korupsi bukan semata persoalan hukum. "Pencegahan yang maksimal otomatis akan mengurangi korupsi," ujar Roby.

Meski begitu, Roby tetap menganggap urusan penindakan sebagai hal penting. Karena itu, bila kelak terpilih jadi Wakil Ketua KPK, ia akan mendukung gagasan penambahan jumlah penyidik KPK. "Ini problem serius bagi KPK. Bayangkan, penyidik KPK hanya 60 orang." Ketika ada kasus yang terlambat ditangani, kata Roby, "Akhirnya timbul kesan KPK tebang pilih."

Roby bekerja di Sekretariat Kabinet sejak 2011. Pria 49 tahun ini juga dosen analis kebijakan di program pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia sejak 2008. Sebelumnya, dia pernah menjadi dosen tamu bidang antikorupsi di The Australian National University.

Lulusan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran pada 1992 ini juga pernah menjadi analis hukum di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada 1993-1995. Lepas dari Komnas HAM, dia melanjutkan kuliah program magister public policy di University of Wellington, Selandia Baru, yang diselesaikan pada 1999. Setelah itu, dia mengambil program doktoral di Australian National University dan lulus pada 2001.

Menurut anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch, Lola Easter, Roby salah satu kandidat yang unggul dari segi keilmuan. Dia rajin menulis artikel di sejumlah media. Ketika bekerja di Sekretariat Kabinet, dia pernah ditegur atasan karena tulisannya yang kritis. "Dia pernah diminta beberapa kali oleh atasannya untuk mencabut tulisan di media, tapi tak dilakukannya," ucap Lola.

Adapun Busyro mengedepankan strategi pencegahan kasus korupsi. Lelaki 62 tahun ini menilai pencegahan korupsi seharusnya dimulai dari pendidikan anak dalam keluarga. "Bagaimana cara orang tua mendidik anak sangat berpengaruh," kata Busyro. Dia menawarkan konsep rekonstruksi pendidikan anak agar mengenali gejala korupsi di lingkungan tempat tinggalnya. "Bisa kita libatkan mereka dalam aksi nyata melihat gejala korupsi," ucap Busyro.

Busyro menjabat Ketua KPK pada 2010, menggantikan Antasari Azhar yang menjadi terpidana pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen, Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran. Sejak 2011, Busyro menjabat wakil ketua di komisi antirasuah hingga sekarang.

Sebelum bergabung dengan KPK, Busyro adalah anggota Komisi Yudisial periode 2005-2010. Lulusan program doktoral Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia ini pernah aktif dalam kegiatan akademik. Dia dipercaya menjadi Dekan Fakultas Hukum UII pada 1998-2001.

Sebagai praktisi hukum, Busyro mengawali karier dengan menjadi Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum pada 1982-1986.

Melihat rekam jejak Busyro, pihak KPK berharap Dewan Perwakilan Rakyat akan memilih lagi Busyro sebagai wakil ketua komisi antirasuah itu. "Dalam situasi saat ini, tentu lebih baik jika yang dipilih itu kandidat yang sudah lama mengenal KPK," ujar juru bicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo.

Yuliawati, Devy Ernis, Rikang, Fransisco, Linda Trianita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus