Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil investigasi bersama Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI tentang bentrokan berdarah di Batam akhirnya keluar juga. Selasa pekan lalu, juru bicara TNI dan Polri menggelar jumpa pers di tempat "netral": Kantor Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Fuad Basya mengungkapkan ada dua tentara yang menyambi sebagai petugas keamanan di gudang penimbunan bahan bakar minyak yang digerebek polisi. Namun, menurut dia, mereka "bertugas" tanpa perintah atasan. "Mereka pun tak mengetahui bahwa BBM tersebut ilegal," kata Fuad dalam jumpa pers itu.
Didampingi juru bicara Polri, Inspektur Jenderal Ronny Franky Sompie, Fuad memaparkan kronologi penggerebekan gudang BBM ilegal yang berujung "tawuran" antar-aparat pada 21 September lalu. Namun laporan tim investigasi belum mengurai akar persoalan: keterlibatan aparat dalam praktek bisnis BBM ilegal yang marak di Batam.
Dalam tujuh bulan terakhir, Kepolisian Daerah Kepulauan Riau gencar mengungkap kasus penimbunan dan penyelundupan BBM di wilayah Batam. Polisi bergerak setelah pompa bensin di sana kerap mengalami kelangkaan BBM. Sejak Maret lalu, Polda Kepulauan Riau telah mengungkap 29 kasus penimbunan BBM bersubsidi untuk dijual ke kalangan industri.
Menurut Kepala Polda Brigadir Jenderal Arman Depari, komplotan penimbun beraksi dengan modus memodifikasi tangki mobil. Tangki yang kapasitas normalnya sekitar 60 liter diubah menjadi "gembrot" agar muat 200-300 liter. Saban hari mobil gembul itu pun berkeliling ke sejumlah pompa bensin, "menyedot" BBM bersubsidi.
Jaringan penimbun juga membeli BBM bersubsidi dengan harga lebih tinggi dari harga resmi. Untuk solar bersubsidi yang harganya Rp 5.500 per liter, misalnya, mereka berani membeli Rp 6.900 di pompa bensin. Setelah itu, BBM dijual ke pabrik seharga Rp 10.000 per liter.
Nah, pada 21 September lalu, sekitar pukul 20.00, tim dari Direktorat Kriminal Khusus Polda Kepulauan Riau kembali bertindak. Tiga mobil polisi berbelok dari Jalan Trans Balerang, memasuki jalan tanah sepanjang 300-an meter, di seberang kompleks perumahan Citra Asri.
Iring-iringan mobil polisi bergerak menuju bangunan yang dipagari seng setinggi sekitar dua meter. Di depan pintu gudang, lima reserse berhamburan keluar, dikawal enam anggota Brigade Mobil bersenjata lengkap.
Dua pegawai gudang, Bambang Irwan Susanto dan Andri Anggariawan Putra, tak berkutik ketika disergap. Namun seorang pegawai gudang berhasil kabur. Adapun penanggung jawab gudang, Harun Sohar, dan pemiliknya, Noldy Christie, malam itu tak ada di tempat. Harun baru ditangkap di Jambi dua hari kemudian. Tiga hari berselang, giliran Noldy ditangkap di Batam.
Dalam penggerebekan malam itu, selama hampir satu jam polisi menggeledah seluruh penjuru gudang. Di sana polisi menemukan tujuh drum penuh solar.
Namun, saat polisi hendak meninggalkan gudang, di luar berkumpul puluhan lelaki yang sebagian besar berbadan tegap dan berambut cepak. Dua orang di antaranya memakai helm hijau bertulisan "134/TS".
Kerumunan itu menghalangi polisi yang hendak memasang garis polisi. Mereka juga meminta polisi menurunkan Andri dan Bambang. Salah seorang dari mereka berteriak, "Kasih tahu komandanmu, kalau mau razia di sini, izin 134 dulu."
Karena situasi memanas, dua mobil bergegas meninggalkan lokasi. Namun mobil Nissan X-Trail nomor BP-610-CK yang dikendarai Ajun Komisaris Oxy Yudha Pratesta dan dua temannya terjebak dalam kepungan. Massa memukul-mukul mobil itu. Spion kanannya rusak. Kaca pintu belakang sebelah kiri pecah.
Terjebak dalam kepungan massa yang beringas, Oxy Yudha mencabut pistol Glock kaliber 9 milimeter dari sarungnya. Lalu Wakil Kepala Detasemen Gegana Brimob itu dua kali menembak dengan arah menyerong ke bawah dan belakang mobilnya. Begitu jalan terkuak, mobil melaju kencang ke jalan raya.
Rupanya, pantulan tembakan Oxy mengenai dua lelaki yang belakangan diketahui anggota Batalion Infanteri 134/Tuah Sakti. Prajurit Satu Ari Kusdianto terluka pada pergelangan kaki kiri. Adapun Prajurit Dua Ari Sulistyo terluka pada telapak kaki kiri. Ketika duo Ari itu dibawa ke rumah sakit, Oxy Yudha dan kawan-kawan sudah kembali ke Markas Brimob.
Sekitar pukul 22.00, sekelompok lelaki berbadan tegap mendatangi Markas Brimob, sekitar 300 meter dari gudang yang digerebek. Di depan pos jaga, mereka berteriak-teriak menuntut balas atas rekannya yang terluka. Seorang penjaga, Brigadir Satu Andri Prayuda, yang keluar menemui mereka, dipukuli. Pos penjagaan pun dilempari batu.
Mendapat serangan mendadak, penjaga pos Brimob memukul lonceng tanda bahaya. Puluhan anggota Brimob yang baru selesai apel berhamburan keluar, lalu turun ke pos penjagaan. Pada saat yang sama, jumlah orang dari kelompok penyerang semakin banyak. Seketika baku pukul pun tak terhindarkan. Menang jumlah, anggota Brimob sempat menyeret salah satu penyerang ke belakang kompleks kesatriaan.
Sebelum turun ke arena tawuran, beberapa anggota Brimob berbelok ke gudang senjata. Mereka menyambar 27 pucuk senjata jenis Glock, Steyer, Revolver, SS-1, sampai AK 101. Beberapa saat kemudian, senjata itu menyalak. Tembakan datang dari sebelah kanan belakang pos penjagaan dan dari samping bangunan gereja. Dua tentara diterjang serpihan timah panas. Prajurit Kepala Eka Basri terluka pada paha kiri sisi dalam. Adapun Prajurit Satu Eko Saputra terluka pada paha kiri sisi belakang.
Bentrokan baru mereda sekitar pukul 23.00, setelah Komandan Yonif 134 Mayor Johan Marpaung datang ke Markas Brimob untuk menenangkan anggotanya. Pada saat yang sama, Wakil Kepala Satuan Brimob Ajun Komisaris Besar Joko pun datang menemui Johan. Joko memerintahkan semua anggota Brimob masuk ke markas. Pintu gerbang markas pun dikunci dari luar. Ketika anggota Yonif 134 mundur dari tempat tawuran, sekelompok orang merusak tempat pencucian sepeda motor dan toko atribut militer tak jauh dari markas Brimob.
BentrokAN di Batam segera direspons Jakarta. Markas Besar TNI dan Polri membentuk tim investigasi gabungan. Mayor Jenderal TNI Maliki Mift menjadi ketua tim. Adapun wakilnya Brigadir Jenderal Polisi Fahrizal.
Setelah bekerja sampai 10 Oktober lalu, tim investigasi membuat laporan setebal 93 halaman. Laporan itu mengungkap peran dua anggota Yonif 134, Letnan Satu Infanteri Aswandi dan Prajurit Kepala Wagimin. Keduanya rupanya koordinator pengamanan gudang BBM milik Noldy Christie.
Atas temuan itu, tim investigasi membuat sejumlah rekomendasi. Pertama, pimpinan Polri diminta memeriksa Ajun Komisaris Oxy Yudha yang menembak ke arah tanah di depan gudang Noldy. Tim investigasi juga meminta Polri mengusut siapa penembak di Markas Brimob.
Untuk pihak TNI, tim investigasi merekomendasikan pengusutan atas Letnan Satu Aswandi dan Prajurit Kepala Wagimin. Meski berdalih tak tahu bahwa bisnis BBM Noldy ilegal, dalam laporan tim investigasi tertulis Aswandi dan Wagimin rutin menerima imbalan atas jasa pengamanan mereka. Aswandi menerima Rp 4-5 juta per bulan, sedangkan Wagimin Rp 4 juta.
Seiring dengan investigasi oleh tim TNI-Polri, Komisi Kepolisian Nasional juga menurunkan tim investigasi ke Batam. Menurut anggota Komisi Kepolisian, Muhammad Nasser, temuan tim investigasi TNI-Polri hampir sama dengan temuan timnya.
Hanya, Nasser mengingatkan penanganan kasus Batam tak cukup sebatas mendamaikan polisi dan tentara di sana. Praktek bisnis BBM ilegal harus diungkap sampai ke hulunya. Aparat yang membekingi bisnis yang merugikan negara itu harus ditindak tegas. "Dalam menegakkan hukum, Panglima TNI dan Kepala Polri jangan pandang bulu," ujar Nasser.
Jajang Jamaludin, Robby Irfani, Rumbadi Dalle (Batam)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo