Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sederet penghargaan terpampang di halaman muka situs web kantor pengacara Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro. Salah satunya, kantor pengacara yang punya nama beken ABNR itu mendapat penghargaan Indonesia Law Firm of the Year 2013 dari IFLR Asia Awards.
ABNR merupakan salah satu kantor hukum papan atas di Indonesia. Saban hari firma hukum yang berkantor di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, itu sibuk melayani klien yang datang dari berbagai kalangan. Namun, sejak akhir tahun lalu, kantor ABNR punya kesibukan berbeda. Bukan mendapat klien baru, sebaliknya 22 pengacara ABNR justru digugat oleh bekas klien mereka, Sumatra Partners LLC.
Perusahaan asal Amerika Serikat itu menggugat ABNR karena para pengacaranya dinilai melakukan malpraktek dalam memberikan opini hukum. Mereka pun dianggap lalai mencegah fidusia ganda dan garansi bank palsu. "Sebelum masuk pengadilan, kami mencoba jalur lobi dan mediasi, tapi tak ada titik temu," kata Fredrik Pinakunary, salah satu pengacara Sumatra Partners, kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Nilai gugatan perdata Sumatra Partners tak main-main. Mereka menuntut US$ 4 juta atau sekitar Rp 39 miliar. Sumatra Partners juga meminta pengadilan menyita kantor ABNR. Sidang berlanjut setelah putusan sela hakim menolak permintaan ABNR agar perkara itu diselesaikan di Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).
Sumatra Partners LLC beralamat kantor di 20811 Fairhaven Crossing Drive, Cypress, Texas 77433, Amerika Serikat. Perusahaan ini tercatat bergerak dalam bidang usaha pembiayaan. Pada 2011, Sumatra Partners membuat perjanjian dengan PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL). Rencana awal, Sumatra menawarkan penyewaan 12 truk Caterpillar model 773E kepada BKPL untuk jangka waktu lima tahun.
Tak paham dengan hukum di Indonesia, Sumatra Partners menggunakan jasa ABNR. Pemilihan firma hukum itu atas dasar rekomendasi rekan bisnis Sumatra Partners di Indonesia. "Mereka ingin menghindari risiko yang timbul dari transaksi bisnis yang dijalankan," ujar Fredrik.
Kerja sama dengan ABNR dimulai pada 21 April 2011. Menurut Fredrik, ABNR memberikan nasihat untuk tidak membeli 12 truk. Mereka menyarankan Sumatra Partners memberikan pinjaman dana untuk pembelian truk. ABNR pun mengurus proses jaminan fidusia guna memproteksi investasi Sumatra Partners bila suatu waktu terjadi wanprestasi.
Pada 13 Juni 2011, Sumatra Partners mengucurkan dana US$ 2 juta untuk BKPL. Kredit itu mengucur dengan jaminan fidusia tanggal 15 Juni 2011. Jaminan lain berupa garansi bank yang diterbitkan Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dan Bangka Belitung. Pada 11 November 2011, Sumatra Partners pun menerima salinan fidusia dari ABNR yang mengindikasikan bahwa jaminan fidusia atas nama Sumatra Partners itu memang terdaftar.
Awalnya BKPL rutin mencicil utang kepada Sumatra Partners. Namun, pada Oktober 2011, cicilan BKPL mulai macet. Sumatra Partners dan BKPL pun bernegosiasi. Pada Februari 2012, kedua pihak menyetujui penjadwalan ulang pembayaran. Namun perjanjian ini kembali gagal. BKPL hanya membayar cicilan US$ 100 ribu per bulan sampai Juni 2012.
Sumatra Partners berencana menyita aset BKPL. Namun, sewaktu memeriksa dokumen keuangan BKPL, Sumatra Partners menemukan data bahwa perusahaan itu membeli 12 truk dengan dana pinjaman dari Bank CIMB Niaga. Sumatra Partners lantas meminta bantuan kantor pengacara Mochtar Karuwin Komar (MKK) untuk mengecek status hukum jaminan fidusia dari BKPL.
Dari penelusuran MKK, terungkap BKPL telah menjaminkan aset 12 truk itu kepada Bank CIMB Niaga. Bukti penjaminan itu berupa jaminan fidusia atas nama CIMB Niaga bertanggal 31 Maret 2011. Pendaftaran jaminan fidusia untuk CIMB Niaga ini tiga bulan lebih awal dari pendaftaran jaminan fidusia untuk Sumatra Partners.Â
Fakta inilah, menurut Fredrik, yang membuat Sumatra Partners kecewa. Menurut mereka, ABNR seharusnya memverifikasi dokumen untuk menghindar fidusia ganda. Itu sesuai dengan dokumen penawaran jasa hukum tertanggal 21 April 2011 dari ABNR. Disebutkan tugas memeriksa dan memverifikasi dokumen korporat dan dokumen individu yang relevan merupakan tugas ABNR. "ABNR lalai dan tak memberikan jasa hukum terbaik kepada klien," ucap Fredrik.
Di samping mempersoalkan jaminan fidusia, Sumatra Partners mempermasalahkan garansi bank yang diberikan BKPL. Soalnya, ketika hendak mengeksekusi aset BKPL pada 25 Mei 2011, garansi bank senilai US$ 2 juta dari Bank Sumatera Selatan dan Bangka Belitung ternyata palsu. Fredrik pun menuduh ABNR terlibat aktif dalam pengurusan garansi bank itu. "Mereka lalai karena tak mengingatkan kliennya untuk memverifikasi keaslian garansi bank itu," ujar Fredrik.
Pihak ABNR menolak disalahkan dalam kasus ini. ABNR menyatakan sejak awal fungsi verifikasi bukan tugas mereka. Menurut Nafis Adwani, pengacara senior di ABNR, kuasa yang diberikan kepada ABNR hanyalah meneken dokumen transaksi dan mendaftarkan jaminan fidusia. "Tak ada kuasa untuk mengecek obyek jaminan fidusia," ucap Nafis dalam surat elektronik yang diterima Tempo, Kamis pekan lalu.
Menurut Nafis, Sumatra Partners merupakan special purpose vehicle—perusahaan yang dibentuk untuk tujuan tertentu—yang didirikan Worldwide Machineries Group buat memberikan pinjaman kepada BKPL. Nah, sebagai kuasa hukum, ABNR hanya diminta Worldwide Machineries dan Sumatra Partners menyiapkan dokumen transaksi bersama konsultan hukum asing White & Case.
Lagi pula, menurut Nafis, perjanjian pengucuran uang US$ 2 juta kepada BKPL telah diteken pada 26 April 2011. Waktu itu ABNR belum menerima surat kuasa dari Sumatra Partners. Menurut Nafis, ABNR baru menerima surat kuasa pada 27 April 2011. Jadi, kata dia, mustahil bagi ABNR meminta penundaan pengucuran dana tersebut.
Ada hal lain yang juga digugat Sumatra dalam perkara ini, yakni penunjukan advokat asing oleh ABNR. Oene J. Marseille, advokat asal Belanda, ditunjuk sebagai kepala tim hukum kasus Sumatra Partners. Menurut Fredrik, ini bertentangan dengan Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Advokat. Pasal itu melarang advokat asing beracara di sidang pengadilan, berpraktek, dan membuka kantor jasa hukum atau perwakilannya di Indonesia.
Tapi, soal pengacara Belanda tersebut, Nafis menyatakan keberadaannya bukan untuk memberikan nasihat hukum. Dia hanya bertugas memperlancar komunikasi dengan klien asing. "Advokat asing diperbolehkan guna memperlancar komunikasi," ujarnya.
Dari penelusuran Tempo, selain berseteru dengan Sumatra Partners, BKPL pernah beperkara dengan Nine AM, perusahaan afiliasi Worldwide Machinery Group. Nine AM meminjamkan uang US$ 4,4 juta buat pembiayaan enam truk untuk BKPL. Belakangan, BKPL dianggap wanprestasi.
Menurut Sekretaris Dewan Kehormatan Peradi, Sugeng Teguh Santoso, sengketa antara ABNR dan Sumatra Partners tak layak dibawa ke pengadilan. Alasannya, sengketa advokat dan bekas kliennya itu hanya menyangkut persoalan etika.
Gugatan serupa, menurut Sugeng, pernah dilayangkan mantan klien kantor pengacara Adnan Buyung Nasution pada 2009 dan kantor pengacara Hadiputranto Hadinoto & Partners pada 2001. Saat itu hakim memutuskan menolak dua gugatan bekas klien tersebut. "Jadi seharusnya perkara ini diselesaikan di Dewan Kehormatan Advokat," kata Sugeng.
Yuliawati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo