Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Suntoro, Si Sopir Bemo

Suhambari dan martin dibebaskan hakim dari tuduhan membunuh haryono, rahasia kematiannya belum terungkap. (hk)

26 April 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUNTUT kasus "pembunuhan Haryono", kini menimpa seorang sopir bemo di Surabaya. Suntoro alias Ong Kwi Sun sebelumnya dibawa oleh jaksa untuk memberi kesaksian: Dengan bemonya ia pernah mengangkut 4 orang yang membawa sebuah karung berisi barang berat dari tempat pelacuran Jarak ke Kali Jagir di Wonokromo dengan upah Rp 12.000. Kesaksian yang diberikan di bawah sumpah itu sesuai dengan berita acara pemeriksaan sebelumnya yang dibuat polisi. Namun begitu kesaksiannya tidak diterima pengadilan, Suntoro kini terjebak dalam tuduhan memberikan sumpah atau kesaksian palsu. Ia dapat diancam dengan hukuman 7-9 tahun penjara (KUHP pasal 242). Memang perkara ini runyam juga baginya. Seperti biasanya, suatu pagi Suntoro mangkal di terminal bemo di Pelabuhan Tanjungperak. Sedang enak-enak ngobrol tiba-tiba sopir yang malang ini didatangi seseorang berpakaian sipil yang mengaku petugas kepolisian. Tanpa penjelasan sang petugas menggiring Suntoro dengan bemonya ke kantor polisi (Kodak X Ja-Tim). Di kantor polisi sudah tersedia pengakuan yang harus ditandatangani Suntoro. Yaitu berupa kesaksian bagi perkara "pembunuhan Haryono seperti yang kemudian dibawa jaksa ke pengadilan. "Semula saya tidak mengaku," tutur Suntoro kemudian, "tapi terus diancam." Takut lebih repot berurusan dengan polisi, apa boleh buat, Suntoro akhirnya masuk dalam daftar di antara 12 saksi lain. "Sebelum menuruti kata polisi," jelasnya, "saya sembahyang minta ampun kepada Tuhan dulu karena akan mengatakan apa yang tidak benar." Di pengadilan pun, ketlka para terdakwa "pembunuh" Haryono diperiksa, mau tak mau Suntoro harus tetap pada kesaksiannya yang pernah didiktekan polisi. "Saya takut kalau bicara berubah-ubah bisa ditahan," katanya. Namun pendiriannya itulah yang kini menjebaknya. Pengadilan masih akan menguji keterangannya. Lebih jauh, menurut Pengacara Faruk Aladetta, di samping Suntoro sebenarnya polisi yang memeriksa para tersangka dan saksi, juga harus dituduh memberi keterangan dan kesaksian palsu. Tidak Dibenarkan Mereka itu adalah dua orang letnan polisi, M. Kholil (sudah almarhum) dan Hadi Mulyadi, yang belakangan keterangannya di bawah sumpah mengenai keberesan pembuatan berita-acara pemeriksaan pendahuluan atas para terdakwa dan saksi dinilai hakim "terbukti sah dan meyakinkan . . . tidak benar dan tidak dapat dibenarkan." Kepolisian belum mengumumkan tindakan terhadap kedua pemeriksa tersebut. Baru kejaksaan yang menyiapkan perkara bagi Suntoro. Terdakwa, seperti katanya kepada TEMPO, tidak akan menyangkal: keterangan dan kesaksiannya di pengadilan tempo hari memang palsu. Hanya, kelak ia akan minta pengertian hakim, betapa keterangan dan kesaksiannya tersebut diberikan dalam keadaan sungguh terpaksa. Bila hakim memahami keadaannya, apa boleh buat, untuk kedua kalinya kepolisian Surabaya bakal repot menjaga citra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus