BUNTUT kasus "pembunuhan Haryono", kini menimpa seorang sopir
bemo di Surabaya. Suntoro alias Ong Kwi Sun sebelumnya dibawa
oleh jaksa untuk memberi kesaksian: Dengan bemonya ia pernah
mengangkut 4 orang yang membawa sebuah karung berisi barang
berat dari tempat pelacuran Jarak ke Kali Jagir di Wonokromo
dengan upah Rp 12.000.
Kesaksian yang diberikan di bawah sumpah itu sesuai dengan
berita acara pemeriksaan sebelumnya yang dibuat polisi. Namun
begitu kesaksiannya tidak diterima pengadilan, Suntoro kini
terjebak dalam tuduhan memberikan sumpah atau kesaksian palsu.
Ia dapat diancam dengan hukuman 7-9 tahun penjara (KUHP pasal
242).
Memang perkara ini runyam juga baginya. Seperti biasanya, suatu
pagi Suntoro mangkal di terminal bemo di Pelabuhan Tanjungperak.
Sedang enak-enak ngobrol tiba-tiba sopir yang malang ini
didatangi seseorang berpakaian sipil yang mengaku petugas
kepolisian. Tanpa penjelasan sang petugas menggiring Suntoro
dengan bemonya ke kantor polisi (Kodak X Ja-Tim).
Di kantor polisi sudah tersedia pengakuan yang harus
ditandatangani Suntoro. Yaitu berupa kesaksian bagi perkara
"pembunuhan Haryono seperti yang kemudian dibawa jaksa ke
pengadilan. "Semula saya tidak mengaku," tutur Suntoro kemudian,
"tapi terus diancam."
Takut lebih repot berurusan dengan polisi, apa boleh buat,
Suntoro akhirnya masuk dalam daftar di antara 12 saksi lain.
"Sebelum menuruti kata polisi," jelasnya, "saya sembahyang minta
ampun kepada Tuhan dulu karena akan mengatakan apa yang tidak
benar."
Di pengadilan pun, ketlka para terdakwa "pembunuh" Haryono
diperiksa, mau tak mau Suntoro harus tetap pada kesaksiannya
yang pernah didiktekan polisi. "Saya takut kalau bicara
berubah-ubah bisa ditahan," katanya.
Namun pendiriannya itulah yang kini menjebaknya. Pengadilan
masih akan menguji keterangannya. Lebih jauh, menurut Pengacara
Faruk Aladetta, di samping Suntoro sebenarnya polisi yang
memeriksa para tersangka dan saksi, juga harus dituduh memberi
keterangan dan kesaksian palsu.
Tidak Dibenarkan
Mereka itu adalah dua orang letnan polisi, M. Kholil (sudah
almarhum) dan Hadi Mulyadi, yang belakangan keterangannya di
bawah sumpah mengenai keberesan pembuatan berita-acara
pemeriksaan pendahuluan atas para terdakwa dan saksi dinilai
hakim "terbukti sah dan meyakinkan . . . tidak benar dan tidak
dapat dibenarkan."
Kepolisian belum mengumumkan tindakan terhadap kedua pemeriksa
tersebut. Baru kejaksaan yang menyiapkan perkara bagi Suntoro.
Terdakwa, seperti katanya kepada TEMPO, tidak akan menyangkal:
keterangan dan kesaksiannya di pengadilan tempo hari memang
palsu. Hanya, kelak ia akan minta pengertian hakim, betapa
keterangan dan kesaksiannya tersebut diberikan dalam keadaan
sungguh terpaksa.
Bila hakim memahami keadaannya, apa boleh buat, untuk kedua
kalinya kepolisian Surabaya bakal repot menjaga citra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini