Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Rombak Lagi, Kalau Jadi

Komisi pembaruan pendidikan nasional (kppn) menyusun struktur pendidikan nasional secara menyeluruh sistem pendidikan beberapa kali menjalani perubahan mutu pendidikan indonesia merosot. (pdk)

26 April 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA yang dioerikan oleh konsep Komisi Pembaruan Pendidikan Nasional, yang selesai akhir bulan kemarin? Lebih tampak sebagai hal-hal teknis Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Ketua II KPPN yang memberi konpercnsi pers Jumat minggu lalu, memang menyebut telah disusunnya satu struktur pendidikan. Dalam satu kalimat bagai untuk dihafal, struktur itu disebut bersifat "semesta, menyeluruh dan terpadu". Yang terasa ialah, komisi yang dibentuk Menteri P&K Agustus 1978 dan bermasa kerja 18 bulan ini menawarkan beberapa perubahan yang lebih bersifat fisik. Pendidikan dasar yang selama ini berlangsung 6 tahun misalnya, diubah menjadi 8 tahun -- dibagi dalam 5 tahun tahap pertama dan 3 tahun tahap berikutnya. Dan 5 tahun itulah yang diprogramkan untuk wajib belajar. Lantas pendidikan menengahnya 4 tahun. Jumlahnya sama dengan yang sekarang: 12 tahun (SD, SLP, SLA). Lama pendidikan guru SD, ditambah dari 12 atau 13 tahun (SD, SLP dan sekolah guru) menjadi 14 atau 15 tahun (pendidikan dasar 8 tahun, menengah 4 tahun dan Institut Pendidikan Guru 2 tahun atau IKIP 3 tahun). Para pengajar perguruan tinggi pun dltuntut menambah masa pendidikannya tidak cukup hanya dengan sarjana, tapi harus lulusan pendidikan pasca sarjana ataupun doktor. IPS dan IPA Yang termasuk "revolusioner" barangkali masalah kepangkatan guru. Berbeda dari yang sekarang berlaku, seorang guru pendidikan dasar (PD) berdasar ijazah dan kemampuannya bisa saja mencapai pangkat sama dengan, misalnya, direktur pendidikan menengah (PM). "Dengan itu diharap minat guru akan lebih besar," kata Pranarka Sekretaris I KPPN kepada TEMPO. Sebab tak ada lagi "pangkat maksimum". Sekarang ini seorang kepala sekolah SD apabila telah mencapai pangkat maksimum, tak mungkin naik pangkat lagi, terkecuali pindah mengajar di SLP. Tapi memang ada usulan perubahan yang lebih mendasar dari sekedar teknis. Pembeda-bedaan materi kurikulum, di semua sekolah, dihapuskan. Tak ada pelajaran "pokok", "penting" maupun "pelengkap". Gunanya memungkinkan perpindahan misalnya dari pendidikan menengah umum ke PM kejuruan (selama ini misalnya: SMA dan STM), meskipun tentu ada penyesuaian. Konsep lantas membagi pelajaran ke dalam lima kelompok yang sederajat yang berkenaan dengan sikap dan nilai hidup, berkenaan dengan pengetahuan, dengan ketrampilan, dengan humaniora (seni, olah raga dan filsafat) dan dengan kewarganegaraan. Contoh sistem yang disebut "terpadu" itu, yang berarti mobilitas, juga dilanjutkan dengan penghapusan (atau pelonggaran) pembagian kelas Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) seperti yang ada di SMA selama ini. Setidak-tidaknya, bila pembagian seperti itu akan dipertahankan, "diskriminasi" haruslah dilenyapkan dengan jalan melonggarkan dinding. Alasan utama bagi penyamarataan ini: karena pendidikan menengah merupakan persiapan ke perguruan tinggi, maka mereka diberi hak mendapat pelajaran yang sama. Tak berarti kursus-kursus di luar seolah formal, yang tak menjuruskan siswanya ke perguruan tinggi, tak diakui. Bahkan konse yang disehut "menyeluruh" itu memberi kesempatan siswa kursus meneruskan ke sekolah formal -- dengan penyesuaian, bila memang sama standarnya. Akibat sistem itu ialah diberikannya sertifikat -- bagi yang tak melanjutkan ke kelas lebih tinggi -- yang menyatakan apa saja yang telah diperolehnya dalam pendidikan selama itu. Misalnya Si Badu berhasil naik ke kelas lima pendidikan dasar, tapi karena harus membantu orang tuanya ia berhenti. Ia akan mendapat sertifikat yang menyatakan apa saja yang telah diperolehnya di kelas 4. Dan nanti, kapan saja, dia boleh melanjutkan ke kelas 5. Tapi itu semua tentu saja belum memecahkan masalah paling menonjol: peledakan anak usia sekolah. "Karena itu pendidikan kemasyarakatan punya peranan penting," kata Pranarka. "Kursus-kursus itu pun akan diharuskan memberikan sertifikat yang menyatakan apa saja yang diperoleh siswanya." Ada keinginan melibatkan dunia usaha. Mereka diharapkan ikut membuka pendidikan dengan jalan melaksanakan sistem magang. Atau membentuk satu badan yang mengumpulkan dana, atau hanya menyediakan fasilitas praktek. Atau kerjasama dengan sekolah-sekolah. Peraturannya bagaimana, itu nanti. Kelompok Riset Puncak sistem yang dikonsepkan ini ialah: perencanaan sekolah akan disesuaikan dengan lingkungan masyarakatnya. Contoh yang sudah ada barangkali bisa disebut Sekolah Farming Menengah Atas di Ungaran (didirikan oleh Sarino Mangunpranoto) dan beberapa kota lagi, yang membuka kesempatan bagi petani sekitar untuk menanyakan soal-soal pertanian (TEMPO 19 Mei 1979). Sampai di sini satu pertanyaan muncul: dari mana biaya untuk itu semua? Diharap pemerintah meningkatkan anggaran pendidikan dan dana masyarakat -- dari perusahaan misalnya. Lalu, konsep ini dijanjikan tidak akan berlaku "abadi". Akan ada peninjauan kembali, mungkin setelah 10 tahun. Dan itulah salah satu tugas sebuah badan yang disebut Dewan Pendidikan Nasional dan Dewan Pendidikan Daerah. Dewan ini yang menampung perkembangan di masyarakat, sebab salah satu tugasnya terpenting: menentukan relevansi pendidikan terhadap perkembangan dan lingkungan sosialnya. Cuma, sebagaimana konsep pada umumnya, yang tercantum dalam buku setebal 71 halaman itu memang hanya pemecahan dasar. "Komisi ini bukan kelompok riset," kata Sumitro: masih perlu studi lanjutan hal-hal yang bersifat lebih praktis. Itu semua dimaksud sebagai bahan bagi pemerintah untuk menyusun UU Pokok Pendidikan dan Kebudayaan, yang sampai hari ini belum ada. Tentu sedikit atau banyak bisa berubah, bila disetujui.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus