Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Tanggapi Eksepsi Hasto Kristiyanto, Jaksa KPK Bantah Ada Motif Politik

Jaksa KPK membantah ada motif politik dalam perkara yang menjerat Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

27 Maret 2025 | 12.23 WIB

Hasto Kristiyanto selesai menjalani sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakara Pusat, 21 Maret 2025. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Hasto Kristiyanto selesai menjalani sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakara Pusat, 21 Maret 2025. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) membantah ada motif politik dalam perkara yang menjerat Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjen PDIP) Hasto Kristiyanto. Jaksa meyampaikan hal itu saat menanggapi eksepsi Hasto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIpikor) Jakarta, Kamis, 27 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jaksa KPK mengatakan, Hasto Kristiyanto dan penasihat hukumnya dalam eksepsinya berdalih bahwa perkara ini bermotif politik dan ada unsur balas dendam. Kubu Hasto mensinyalir KPK membuka kembali perkara ini untuk membungkamnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Penuntut umum berpendapat materi yang disampaikan penasihat hukum dan terdakwa adalah tidak benar dan tidak relevan dengan alasan yang diperkenankan untuk mengajukan keberatan atau eksepsi," ujar Jaksa.

Menurut JPU, apa yang disampaikan Hasto Kristiyanto dan penasihat hukumnya dalam persidangan 21 Maret 2025 adalah kesimpulan mereka sendiri. Dalam nota keberatannya, baik Hasto maupun pengacaranya mengatakan lebih banyak aspek politik dengan menggunakan hukum sebagai alat pembenar. Ini mengarah pada kriminalisasi hukum sebagai akibat tindakan kritis terdakwa.

"Penuntut umum ingin menegaskan bahwa perkara terdakwa ini adalah murni penegakan hukum," kata Jaksa KPK. Ini berdasarkan kecukupan alat bukti sebagaimana ketentuan Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. "Tiada agenda apapun atau ditunggangi siapapun karena semua adalah penegakan hukum semata."

Oleh karena itu, Jaksa KPK menilai nota keberatan Hasto Kristiyanto dan penasihat hukumnya tidak berdasar. Mereka pun meminta majelis hakim menolak eksepsi tersebut.

Sebelumnya, Hasto Kristiyanto mengatakan dirinya sempat diancam akan ditersangkakan dan ditangkap apabila PDI Perjuangan memecat Presiden RI ke-7 Joko Widodo alias Jokowi.

"Ada utusan yang mengaku dari pejabat negara, yang meminta agar saya mundur, tidak boleh melakukan pemecatan, atau saya akan ditersangkakan dan ditangkap," ucap Hasto saat membacakan nota keberatan atau eksepsi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, 21 Maret 2025.

Hasto didakwa menyuap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Besel itu diduga untuk meloloskan Harun Masiku sebagai Caleg Pergantian Antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024.

Dalam pembacaan dakwaan di sidang perdana itu, JPU membeberkan nominal suap ini berjumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp 600 juta. Selain menyuap, jaksa mendakwa Hasto menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka.

Perintangan penyidikan ini dengan cara memerintahkan Harun Masiku, melalui penjaga Rumah Aspirasi bernama Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah Wahyu Setiawan ditangkap KPK. "Hasto juga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK," ucap Wawan dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat, 14 Maret 2025.

Hasto Kristiyanto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

 Alif Ilham Fajriadi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus