Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) membacakan tanggapan atas eksepsi atau nota keberatan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjen PDIP) Hasto Kristiyanto. Salah satunya soal salah ketik dalam surat dakwaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jaksa KPK mengatakan, penasihat hukum Hasto dalam eksepsinya menyebut surat dakwaan batal demi hukum karena penuntut umum salah penulisan dan telah mengubah kesalahan itu. Kesalahan yang dimaksud adalah Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), namun ditulis Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Terhadap dalih yang dikemukakan oleh penasihat hukum tersebut, penuntut umum tidak sependapat," kata JPU KPK di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.
Menurut Jaksa KPK, perbaikan oleh penuntut umum dalam persidangan adalah perubahan ihwal kesalahan pengetikan atau clerical error. Selain itu, perbaikan dibuat di dihadapan persidangan dan disetujui oleh majelis hakim.
"Penuntut umum berpendapat bahwa kesalahan pengetikan adalah sesuatu yang manusiawi sebagai kodrat manusia yang tidak luput dari kesalahan," ucap Jaksa KPK.
Oleh sebab itu, lanjutnya, Mahkamah Agung dalam surat edarannya memperbolehkan koreksi terhadap kesalahan pengetikan. Revisi itu diperbolehkan selama tidak berpengaruh pada substansi atau materi pokok surat dakwaan.
"Dalam praktik persidangan di Indonesia, kesalahan ketik tidak dapat membuat surat dakwaan batal demi hukum," kata Jaksa KPK.
Perubahan yang tidak diperbolehkan di persidangan, lanjutnya, adalah perubahan yang menambah unsur pidana baru. Selain itu, perubahan atas surat dakwaan dapat saja dilakukan oleh jaksa penuntut umum.
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto didakwa ikut menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai Caleg Pergantian Antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024. JPU KPK Wawan Yunarwanto mengatakan, Hasto secara bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku, menyuap Wahyu.
Dalam pembacaan dakwaan di sidang perdana itu, JPU membeberkan nominal suap ini berjumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp 600 juta. Selain menyuap, jaksa mendakwa Hasto menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka.
Perintangan penyidikan ini dengan cara memerintahkan Harun Masiku, melalui penjaga Rumah Aspirasi bernama Nur Hasan, untuk merendam telepon genggamnya ke dalam air setelah Wahyu ditangkap KPK. "Hasto juga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK," ucap Wawan dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat, 14 Maret 2025.
Hasto Kristiyanto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Alif Ilham Fajriadi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.