DI tebing pintu gua Bujurmunding, sekitar 2,5 km dari Kampung Gunungtengah, Desa Sukadana, tengah berlangsung upaya pembunuhan. Enam warga kampung berhasil membujuk Toto Sukendar untuk bersama-sama berburu kelelawar di gua di wilayah Majalengka, Jawa Barat, itu. Gua itu terletak di dinding jurang yang dalamnya 150 meter. Begitu sampai di bibir jurang, Toto, yang dikenal sebagai jeger alias jagoan yang meresahkan penduduk kampung itu, ramai-ramai dilemparkan ke dasar jurang. Mengira Toto sudah mati, keenam orang pulang dan melapor kepada kepala kampung bahwa Toto sudah mati karena terjatuh ke dalam jurang. Mardin, kepala kampung itu, bersama penduduk mencari Toto di dasar jurang, tapi tidak menemukan mayat jeger itu. Ternyata, Toto, yang konon punya ajian "belut putih", sudah pulang di rumahnya. Ia cuma luka-luka. Mardin pun, tanpa curiga, langsung menolong Toto dan membawanya ke rumah sakit. "Saya mau dibunuh oleh enam orang penduduk itu. Musibah ini bukan kecelakaan," tutur Toto Sukendar, 37, kepada Mardin, setibanya di rumah sakit. Tapi ayah tiga anak yang dikenal doyan kawin cerai itu tidak akan memperkarakan penduduk sekampungnya, asal biaya pengobatan mereka tanggung. Penduduk menyanggupi. Tapi lima hari setelah berobat, ternyata, Toto, yang berperawakan tinggi rampmg berkulit kehitam-hitaman dan suka mengompas (minta uang dengan paksa) itu, diancam oleh hampir semua penduduk kampungnya. "Sembuhnya Toto malah lebih meresahkan penduduk," kata Daming, 26, yang Senin pekan ini menjadi salah seorang dari enam terdakwa dalam perkara pembunuhan Toto, di PN Majalengka. "Jangankan keluar dari rumah sakit. Dulu, setiap kali keluar dari penjara kelakuannya tambah jahat." Memang, belum ada penduduk yang dibunuh, tapi Toto selalu minta uang sambil mengancam. "Kami sudah berkali-kali melapor ke desa, tapi tidak ada penyelesaian," kata Daming pula, yang pernah diperas Rp 100 ribu. Keterangan Daming dibenarkan oleh Memed, 21, keponakan Toto sendiri. "Saya malah pernah diajak menggarong, tapi saya tolak," katanya. Memed dan Daming ikut melemparkan Toto ke jurang. Keenam pelaku yang menjebloskan Toto di jurang itu tentu resah mengetahui Toto gagal dibunuh. Mereka kembali berembuk di rumah Daming. Tapi mendadak Toto muncul sambil membentak-bentak. Memed, yang mengulurkan tangan minta maaf, kontan ditempeleng. Perkelahian pun terjadi: satu lawan enam. Toto terdesak, dan melarikan diri di kegelapan malam. Tapi ia segera tertangkap, sekitar 300 meter dari kampung Gunungtengah, lalu dihajar habis-habisan. Kepalanya retak dan sekujur tubuhnya berlumur darah. Menyangka Toto sudah mati, mereka meninggalkan mayat itu, cuma dua orang yang men)aga, sementara empat orang lainnya mengambil cangkul untwk menggali liang kubur. Tapi, ajaib. Menurut warga kampung, Toto tiba-tiba lenyap. Setelah dilacak ke sana kemari, akhirnya Toto ditemukan tergeletak pingsan di rumah saudaranya, masih di kampung Gunungtengah. Jeger itu sekali lagi dikeroyok. Sekujur tubuhnya dililit tali plastik, kemudian dimasukkan ke dalam karung goni, dan dikubur di kebun kol. Polisi baru menemukan kuburnya lima hari kemudian, setelah keenam orang tertuduh ditangkap. Peristiwa itu terjadi di malam lebaran Juni lewat, di kala takbiran sedan menggema di masjid-masjid. Kepala Desa Sukadana mengakui, Toto adalah jeger yang meresahkan masyarakat. "Sebelum terbunuh, sebenarnya ia baru saja keluar dari LP Cipinang, Jakarta, entah terlibat kejahatan apa. Yang jelas, ia dihukum dua tahun," kata Usa, Kepala Desa Sukadana itu. Diakuinya, untuk mencegah masyarakat main hakim sendiri sungguh di luar kemampuan aparat desa. "Kami berhadapan dengan massa yang emosional," keluh Usa. Menurut Mardin, Kepala Kampung Gunungtengah itu, kejahatan Toto sebenarnya lebih banyak dilakukan di luar Desa Sukadana. Tapi diakuinya, pemerasan kecil-kecilan terhadap penduduk kampungnya sendiri memang meresahkan. "Saya berusaha mendidiknya, tapi dasar jahat tetap saja jahat," kata Mardin. Ada, memang, yang membela jeger itu. Imi, 19, istri Toto, yang sekarang memilih tinggal di lokalisasi pelacuran di Bandung, membantah tuduhan bahwa suaminya jahat. "Setahu saya, Toto orangnya baik. Walaupun tidak punya pekerjaan tetap, ia setia menafkahi keluarga," katanya. Cuma, suami ini sering tidak berada di rumah, kadang kala sampai berbulan-bulan. "Saya tidak tahu apa yang dikerjakannya selama di luar rumah," tambahnya. Pihak kepolisian di Majalengka sendiri belum pernah menerima laporan mengenai kejahatan residivis itu. "Kalau ada laporan, pasti kami menindaknya," kata sumber Polres Majalengka. "Sayang, penduduk telanjur main hakim sendiri." Tapi, menurut Daming, kejahatan Toto sudah diketahui aparat desa, malah setiap terjadi pemerasan selalu dilaporkan. "Justru karena tindakan yang diharapkan tidak kunjung ada, sementara kelakuan Toto semakin menggila," katanya, "warga kampung lalu bertindak sendiri." Kini, 350 jiwa warga kampung pada ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut itu, yang sebagian besar petani sayur-mayur, sudah bisa tidur nyenyak. Tumbalnya, 6 warga kampung menjadi terdakwa, terancam hukuman 5 tahun penjara. Hasan Syukur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini