INILAH sebuah keluarga yang punya semangat mirip keluarga Godfathernya mafia. Bila seorang anggota tak mengikuti perintah, yang kemudian terjadi adalah kekerasan. Mei lalu, keluarga ini menjatuhkan hukuman mati atas seorang menantu lelaki. Dan sejak November lalu, para tertuduh pelaku dihadapkan di Pengadilan Negeri Kabanjahe, Sumatera Utara. Peristiwa yang direncanakan tujuh hari sebelumnya dan menewaskan Sambar Perangin-angin, menantu yang bandel itu, adalah buntut perkara lima tahun sebelumnya. Kala itu, Pelcik Ginting, sang Godfather, membagikan masing-masing 0,5 hektar ladang kepada tujuh anaknya. Termasuk Bungaru boru Ginting, putri Pelcik, yang menikah dengan Sambar enam tahun lalu. Sebagai bekal hidup anak-anak, kira-kira begitu maksud Pelcik. "Tapi jangan ditanami tanaman keras. Harus tanaman muda," adalah syarat Pelcik, yang harus dipatuhi ketujuh anak-mantu. Tanaman muda di samping cepat dipanen, bila perlu, tanah-tanah itu mudah diminta kembali -- itulah ternyata maksud Pelcik. " 'Kan saya belum meninggal," kata lelaki 52 tahun ini. Tapi yang dilakukan Sambar dan istrinya, atas tanah warisan sementara di Desa Talinkuta, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Tanah Karo -- 100 km dari Medan -- itu ternyata, sangat bertentangan dengan keinginan Pelcik. Tanah itu ditanami dengan cengkih, yang tentunya baru bisa dipanen setidaknya lima tahun kemudian. Sudah dipastikan, Pelcik, sang mertua yang memang berdarah panas itu, berang dibuatnya. Tak cuma itu. Kebun cengkih Sambar membuat pula iri Sinton, sang ipar. Melihat gelagat Sambar yang tidak bisa diperingatkan dan dibujuk untuk mencabuti cengkihnya, sekeluarga -- Pelcik, Sinton, serta ibu anak-anak, Ngaku boru Karo-karo -- bersiasat menghabisi Sambar. Ketiganya sepakat menyebarkan isu bahwa Sambar telah memperkosa Sehmawati, istri Sinton. Dalam adat Batak Karo, perbuatan itu disebut turangku atau marbao, yang artinya sama dengan aib keluarga. Isu jahat itu pertama-tama dilontarkan kepada Sipon, adik Sinton. Pemuda berusia 21 tahun, penaik darah, dan pernah dihukum 5 bulan penjara karena berkelahi itu, langsung termakan isu. Kemudian, setelah memanggil Lepan, 33, kakak tertua, lalu masing-masing mempersenJatai diri dengan pentungan kayu, pisau, parang, dan batu. Bertiga mereka bergegas ke ladang Sambar. Ketika itu, Sambar Perangin-angin sedang makan ditemani istri di gubuknya. Mereka cuma melongo ketika Sipon melabrak pintu. "Kau harus mati, karena memperkosa Sehmawati," teriak Sipon kalap. Pertengkaran mulut pun pecah karena, tentu saja, Sambar tak mengaku. Kemudian, Sipon melempar batu, yang telak mengenai ulu hati Sambar. Sementara Bungaru, istri Sambar, berteriak-teriak, Sipon, yang kini dibantu Sinton, memburu tubuh Sambar. Sinton langsung memegangi kedua kaki Sambar. Lalu Sipon, dengan enaknya, menekankan parangnya ke leher Sambar. Tak sampai lima menit, Sambar putus nyawanya. Semula, yang menyerahkan diri ke polisi hanya Sipon. Itu pun merupakan siasat Pelcik. "Bilang kepada polisi, cuma kau sendiri yang melakukan pembunuhan itu," kata Pelcik kepada Sipon. Tapi ketika rekonstruksi dilaksanakan seminggu kemudian, Sipon mau tak mau menyebutkan satu per satu pelaku lainnya, termasuk Pelcik. Setelah Pelcik diperiksa polisi, barulah Sipon tahu bahwa cerita perkosaan itu cuma dikarang. Belakangan, Sehmawati sendiri mengaku bahwa dirinya memang tidak pernah diperkosa. "Saya dipaksa suami saya dan mertua mengaku diperkosa. Kalau tidak, saya akan dibunuh," ujarnya kepada Djakira Damanik, pembela para tersangka. Tapi Pelcik, kakek 10 cucu itu, tetap bersikeras bahwa perkosaan itu memang pernah dilakukan oleh mendiang menantunya. Bersama istri dan tiga anaknya, nasib Pelcik tergantung penuh atas putusan PN Kabanjahe, sejak persidangan November lalu. "Ya, apa lagi? Biarlah begitu," ujar Pelcik, tanpa mencerminkan kesedihan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini