Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Rekening Mengundang Perkara

19 Januari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah ”senjata” direncanakan kejaksaan untuk dipakai ”bertempur” melawan Tommy Soeharto di Pengadilan Guernsey. Ternyata senjata berupa kasus-kasus yang melibatkan Soeharto dan Tommy itu tak bergigi. Ada yang kalah di pengadilan, ada pula yang belum cukup bukti sehingga kejaksaan belum bisa melimpahkannya ke pengadilan.

Kasus Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh
Badan yang dikomandoi Tommy ini diduga menyelewengkan dana Kredit Likuiditas Bank Indonesia Rp 759 miliar. Pada 19 Juli 2007, Tommy ditetapkan sebagai tersangka. Namun belakangan kasus ini dihentikan penyidikannya karena seluruh kredit sudah dikembalikan.

Kasus jual-beli hak tagih PT Timor Putra Nasional dengan Vista Bella Pratama
Juni 2003, melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional, PT Timor yang termasuk dalam grup Humpuss milik Tommy Soeharto menjual asetnya kepada PT Vista Bella Pratama senilai Rp 512 miliar. Padahal aset Timor sebenarnya bernilai Rp 4,576 triliun. Belakangan diketahui, Vista Bella masih memiliki kaitan dengan grup Humpuss.

5 Mei 2008, kejaksaan menggugat perdata Tommy atas jual-beli cessie PT Timor yang diduga merugikan negara Rp 4 triliun. Selain itu, gugatan juga ditujukan kepada PT Vista Bella, PT Mandala Buana Bakti, PT Humpuss, PT Timor. Perkara ini masih dalam proses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Kasus Garuda
Dugaan korupsi pembelian mesin Airbus dari Rolls Royce dan Fokker, dengan Humpuss menjadi perantara.

Belum cukup bukti.

Kasus Sempati Air
Sempati Air diduga menerima dana dari yayasan Soeharto. Selain itu, Sempati memiliki utang membeli bahan bakar kepada Pertamina dan sewa landasan kepada Angkasa Pura II dengan nilai sedikitnya Rp 50 miliar.

Belum cukup bukti.

Kasus Pertamina
Dugaan kerugian negara atas kontrak antara Pertamina dengan perusahaan milik Tommy, di antaranya, PT Petra Oil, di Blok Cepu. Ada pula audit dari PricewaterhouseCoopers pada September 1999, yang menyebutkan dugaan Pertamina dijalankan demi keuntungan Tommy dan keluarga Soeharto.

Belum cukup bukti.

Kasus Ruilslag Bulog dengan PT Goro Batara Sakti
Bulog menggugat PT Goro Batara Sakti, Hutomo Mandala Putra alias Tommy (komisaris), mantan Direktur Utama Goro Richardo Gelael, dan mantan Kepala Bulog Beddu Amang dalam kasus tukar guling (ruilslag) gudang Bulog dengan Goro. Bulog menuntut ganti rugi material Rp 244 miliar, ganti rugi imaterial Rp 100 miliar, dan bunga atas ganti rugi material dan imaterial Rp 206,52 miliar.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 28 Februari 2008, menolak gugatan yang diajukan Badan Urusan Logistik (Bulog) karena semua kewajiban Goro dinilai sudah selesai. Hakim justru mengabulkan gugatan balik Tommy dan memerintahkan Bulog membayar ganti rugi immaterial Rp 5 miliar kepada Tommy.

Kasus Yayasan Supersemar
Jaksa menggugat perdata Soeharto dan Yayasan Supersemar karena diduga menyalahgunakan dana yayasan. Jaksa menuntut pengembalian dana senilai US$ 420 juta dan Rp 185,92 miliar, plus ganti rugi imaterial Rp 10 triliun.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Soeharto tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum. Demikian pula ahli warisnya.

Adapun Yayasan Supersemar wajib membayar ganti rugi. Jumlahnya setengah dari gugatan, karena terbukti menyalahgunakan dana dengan cara memberi pinjaman dan menyertakan modal ke berbagai perusahaan. Perkara ini belum selesai karena jaksa dan yayasan mengajukan banding.

Pertimbangan yang Memenangkan Tommy

  • Gugatan pemerintah Indonesia dalam kasus tukar guling Bulog-Goro telah dikalahkan dan diselesaikan secara damai tanpa pembayaran apa pun.
  • Pemerintah tidak serius mengungkap perkara korupsi yang diduga melibatkan Tommy, baik selama Soeharto masih hidup maupun tujuh bulan setelah dia wafat.
  • Tidak ada tuntutan yang diajukan kepada Tommy selama persidangan berlangsung.
  • Pemerintah tidak membekukan aset Tommy di Tanah Air.
  • Pemerintah gagal membawa perkara lain di pengadilan lain di luar negeri guna mencari atau membekukan kekayaan Tommy yang diduga berasal dari Soeharto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus