Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka pembunuhan remaja, Arif Nugroho dan Muhamad Bayu Haryoto, pernah berdamai dengan keluarga korbannya, FA, pada 2 Mei 2024. Dalam perdamaian itu keduanya juga memberikan sejumlah uang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Dua Tersangka Tewasnya Remaja di Hotel Senopati Buka Jasa Open BO, Korban Diberi Inex dan Sabu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Radiman, ayah FA, berkonsultasi kepada pengacaranya, Toni RM, pada 27 April 2024 usai didatangi oleh keluarga tersangka yang menawarkan uang damai. “Saya tanya kenapa ingin berdamai, dia bilang ‘Saya sudah ikhlas anak saya meninggal’,” kata Toni ketika dihubungi Tempo pada Sabtu, 8 Februari 2025.
Setelah itu, Toni mengatakan kepada Radiman meskipun ada perjanjian damai kasus ini kemungkinan akan tetap berlanjut di kepolisian. Pasalnya pasal yang digunakan dalam kasus ini adalah delik biasa dan bukan delik aduan.
Arif dan Bayu diduga mencekoki FA dengan narkoba hingga tewas di sebuah hotel pada 22 April 2024. Tak lama polisi menetapkannya sebagai tersangka.
Pihak keluarga yang didampingi Toni lalu bertemu dengan keluarga tersangka dan eks pengacara tersangka, Evelin Dohar Hutagalung, pada 2 Mei 2024. Menurut Toni, pertemuan itu juga dihadiri oleh perempuan yang mengaku sebagai istri dari Arief Nugroho.
Perempuan itu, kata Toni, mengklaim Arief hanyalah pekerja biasa di sebuah bengkel. “Atas penjelasan istrinya itu bahwa memang (Arief) orang tidak mampu, orang biasa, akhirnya Rp 300 juta itu diterima oleh klien saya,” kata Toni.
Usai ada penandatanganan perjanjian, Toni menunggu adanya panggilan sidang kasus FA. Namun, kabar itu tidak kunjung datang.
Sampai akhirnya Toni mengetahui dari pemberitaan media ihwal adanya kasus pemerasan yang melibatkan mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal Umum Polres Jakarta Selatan AKBP Bintoro. Pemberitaan ini mencuat setelah Arif dan Bayu menggugat Bintoro dan sejumlah polisi lain ke PN Jakarta Selatan. Melalui pengacaranya, Arif dan Bayu dimintai uang Rp 20 miliar agar kasusnya bisa dihentikan atau SP3.
Toni mengatakan dirinya akan mengawal kasus ini sampai ke persidangan. Apalagi, kata Toni, pelaku melanggar Undang-Undang Narkotika dan kedapatan membawa senjata api. “Saya juga meminta kepada kepolisian agar tindak pidana lainnya yang diatur oleh Undang-Undang Narkotika dan diatur oleh Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 mengenai senjata api ilegal itu bisa diterapkan,” ujar Toni.
Sementara itu, Komisi Kode Etik Polri menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) kepada AKBP Bintoro. Majelis sidang Komisi Kode Etik Polri menilai Bintoro terbukti menerima suap dari tersangka pembunuhan. “AKBP B, dia di-PTDH,” kata Komisioner Kompolnas Choirul Anam kepada wartawan di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat, 7 Februari 2025.
Selain AKBP Bintoro, sidang KKEP juga menjatuhkan sanksi demosi selama delapan tahun kepada pengganti Bintoro, AKBP Gogo Galesung dan eks Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Jakarta Selatan, Ipda Novian Dimas. Keduanya dinilai terlibat dalam perkara yang sama dengan AKBP Bintoro. “Demosi dengan tidak boleh ditaruh di tempat penegakkan hukum atau reserse," kata Anam.
Sementara Kanit Resmob Satreskrim Polres Jakarta Selatan AKP Ahmad Zakaria dan Kanit Perempuan dan Anak (PPA) AKP Marina juga dipecat.
Advist Khoirunikmah berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Praperadilan Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis Tuding KPK Hanya Menggiring Opini