Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WAJAH Eddie Widiono meme-rah ketika penyidik menyo-dor-kan selembar kertas di ha-dap-annya. ”Ini surat perintah pe-nahanan Bapak,” ujar si pe-nyi-dik. Sejenak Direktur Utama Perusa-ha-an Listrik Negara itu menatap tajam pe-tugas, lalu menggelengkan kepalanya. ”Sa-ya menolak menyetujui penahanan ini,” katanya.
Sang tersangka sungguh tak menyang-ka- dirinya bakal ditahan. Ia sudah enam kali diperiksa oleh petugas Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Pol-ri, tapi tak ada tanda-tanda bakal ”meng-inap”. Begitu pula saat diperiksa sejak pukul 10 pagi pada Selasa pekan lalu itu. Semula dia tetap yakin tak akan dijebloskan ke tahanan.
Keanehan baru muncul kala pemerik-saan dihentikan sementara lantaran waktu salat ashar tiba. Si penyidik tiba-tiba membereskan semua dokumen pe-meriksaan dan menggotong komputer jinjingnya ke luar ruangan dengan buru-buru karena dipanggil sang atasan. ”Ketika itulah saya mempunyai firasat dia akan ditahan,” kata Maqdir Ismail, peng-acara Eddie. ”Padahal, tidak ada alasan obyektif menahannya.”
Penahanan Eddie berkaitan dengan- dugaan korupsi yang terjadi pada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas Borang pada 2004. Sebagai direktur utama, ia di-duga terlibat proyek pengadaan dua tur-bin listrik di Palembang tersebut yang membuat duit negara menguap Rp 122 miliar.
Pembangkit Borang merupakan pro-yek PLN untuk menambal pasokan listrik di Sumatera bagian Selatan, Barat, dan Riau. Selama ini listrik di sana byar-pet lantaran kurangnya pembangkit.- Apalagi, setiap tahun permintaan listrik di wilayah itu naik lima persen.
Direksi PLN pun sepakat membuat pem-bangkit baru. Dijadikannya Palembang sebagai tuan rumah Pekan Olah Ra-ga Nasional (PON) XVI dan adanya pemilu juga dipakai sebagai alasan untuk mempercepat proyek itu. Pada awal Juli 2004 diputuskan membeli dua turbin gas pembangkit listrik dengan kapasitas 40 megawatt.
PLN menawarkan pengadaan itu kepada tiga mitranya: PT Indo Turbine, Roll Royce Internasional, dan Guna Cip-ta- Mandiri. Sebulan kemudian proyek dinyatakan jatuh ke Guna Cipta. Kontrak pengadaan turbin senilai US$ 29,56 juta pada Juli 2004 pun ditandatangani- Eddie Widiono dan Direktur Guna Ci-p-ta,- Johannes Kennedy.
Belakangan, Badan Pemeriksa Keuang-an mencium keanehan. Misalnya, panitia pengadaan turbin mengubah nilai pe-nentuan jaminan pelaksanaan. Jika se-belumnya panitia memberi syarat nilai jaminan sekitar lima persen dari nilai kontrak (sekitar US$ 1,625 juta), angka ini diturunkan menjadi US$ 66 ribu.
Dugaan korupsi makin meruap sete-lah diketahui dua turbin yang dipasok Gu-na Cipta ternyata bekas. Nilai turbin bekas itu, menurut BPK, tak lebih dari US$ 8,95 juta per unit. Dengan memban-dingkan harga pasaran turbin serupa plus de-nda yang harusnya ditagih PLN lan-tar-an mesin telah terpakai, BPK meng-hitung negara dirugikan Rp 122 miliar.
PLN mengaku terpaksa memakai tur-bin bekas lantaran tak mungkin men-dapat turbin baru dalam tempo singkat. Menurut Eddie, begitu PLN menyepaka-ti- turbin bekas, kontrak dengan Guna Cip-ta diperbarui dan turun menjadi US$ 27,17 juta. PLN juga menilai laporan BPK tak valid karena belum masuknya kom-ponen lain seperti biaya transportasi dan asuransi. ”Lobi-lobi PLN ke BPK sangat kuat,” ujar seorang polisi.
BPK kemudian menyatakan tak ada ke-rugian dalam proyek itu. Tapi, polisi terus mengusutnya. ”Auditor BPK juga akan kita periksa,” kata Kepala Polri Jen-deral Sutanto. Menurut sumber Tempo, polisi menemukan banyak kecurang-an. ”Penggelembungan di mana-mana, ka-mi punya setumpuk dokumen soal ini,” ujar seorang polisi.
Sutanto berjanji akan menyelesaikan se-cepatnya kasus Borang. Lima bulan- lalu tiga tersangka kasus ini, Johannes Kennedy, Deputi Direktur PLN Agus Dar-madi, dan Direktur Pembangkitan- dan Energi Primer PLN Ali Herman Ibrahim telah dijadikan tersangka dan dijebloskan ke tahanan Bareskrim. Johannes dijemput tiga di rumahnya di Kom-pleks Pandil Estate, Batam, awal Januari silam. Setelah diperiksa sehari-an di Mabes Polri, penyidik lantas me-nyo-dorkan surat penahanan terhadap Yohannes. Kini giliran Eddie yang dita-han setelah dijadikan tersangka sejak April lalu.
Kendati pemeriksaan Eddie belum- ram-pung, seorang polisi berbisik, Eddie- tak mungkin bisa lolos dari kasus ini. ”Bukti-buktinya jelas, semua kontrak- dia juga yang menandatangani, un-sur KKN-nya lebat,” ujar sumber itu. Manajemen PLN kini menunjuk Direktur Sumber Daya Manusia PLN Djuanda Nugraha Ibr-a-him sebagai pelaksana tu-gas direktur utama selama Eddie ditahan.
Kasus Borang agaknya akan menjadi pin-tu masuk polisi mengusut kasus korupsi lainnya di PLN. Di tangan polisi dan kejaksaan ada sekitar 13 proyek PLN lainnya yang ditengarai berbau ko-rupsi. Empat di antaranya dilengkapi buk-ti yang lengkap, yakni proyek Pusat- Tenaga Listrik Gas dan Uap Muara Ta-war,- PLTGU Cilegon, PLTGU Cilacap, dan proyek Customer Information System (CIS). ”Jika kasus-kasus itu juga disidik, berkasnya akan dipisahkan,” kata juru bicara Mabes Polri Brigjen Anton Bachrul Alam.
Maqdir Ismail membantah jika Eddie- melakukan korupsi dan KKN dalam pro-yek PLN. ”Kalau tanda tangan, memang tu-gasnya sebagai dirut menandatangani- kontrak. Dan ingat, kontrak itu tidak ada yang dibatalkan karena salah,” ujar Maqdir. Dia yakin kliennya hanya men-ja-di korban kekuasaan.
L.R. Baskoro, Erwin Dariyanto
Jerat Lain untuk Eddie
Di luar kasus Borang, ada dua kasus lain yang sedang dita-nga-ni serius oleh kepolisian dan kejaksaan, yakni kasus PLTGU Muara Tawar dan dana tantiem. Kedua-nya bisa menjerat Eddie Widiono.
PLTGU Muara Tawar
Kasus ini masih terus diperiksa Ba-dan Reserse dan Krimi-nal Mabes Polri. Aparat menemukan indikasi terjadinya penyeleweng-an duit negara sekitar Rp 550 miliar pada proyek pem-bangkit listrik di Bekasi ini. Awalnya, penyimpang-an ini diendus tim investigasi Kementerian BUMN.
Sejumlah pejabat PLN se-jak Maret lalu sudah diperiksa polisi. Mereka antara lain Eddie Widiono, Direktur Utama Pembangkitan Jawa-Bali Semi-udin, dan Direktur Produ-ksi Bagyo Irawan. Polisi me-nemukan indikasi penyim-pangan duit negara itu dilakukan dengan cara meng-gemukkan pos perencanaan serta pengadaan barang. Eddie juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Proyek Pusat Listrik Te-naga Gas Muara Tawar di-bangun untuk menjamin pasokan listrik selama Pemilu 2004 dan mengatasi kekurangan pasokan listrik akibat kenaikan beban. Keseluruhan nilai proyek ini sebesar US$ 72,12.
Dana Tantiem
INILAH kasus bagi-bagi uang di PLN yang membuat berang Serikat Pekerja PLN. Dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Perseroan Terbatas, mereka melaporkan direksi dan komisaris PLN ke Kejaksaan Agung. Para peja-bat PLN itu dinilai tak pantas menerima uang bonus senilai- Rp 4,3 miliar, sementara perusahaan masih merugi Rp 3,53 triliun.-
Badan Pemeriksa Keuang-an juga menemukan pem-bayar-an dana tantiem sebesar Rp 186 miliar untuk jajaran direksi, komisaris, dan karyawan. Menurut BPK, pembayaran tantiem tidak didukung ketentuan yang berlaku. Laporan ini membuat Kejaksaan Agung memeriksa pejabat PLN, termasuk Eddie Widiono.
Kepada Tempo, Eddie menyatakan, yang diputuskan diba-gikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham pada 25 Juni 2004 silam adalah uang jasa produksi dan itu sesuai dengan- keputusan menteri. Deputi Menteri BUMN yang juga K-uasa Pemegang Saham PT PLN Roes Aryawijaya juga menya-takan, uang jasa itu diberikan karena direksi dan komisaris mampu menekan laba usaha secara signifikan. ”Dari minus Rp 8 triliun menjadi Rp 3 tri-liun,” katanya.
Setelah sempat ditangani Kejaksaan Agung, perkara ini untuk sementara dikembalikan ke BPK. Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus Hendarman Supandji meminta BPK menghitung lagi kerugian negara dalam kasus ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo