Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ditunggu Berjibun Pekerjaan Rumah

Direktur Jenderal Bea dan Cukai mendadak memeriksa kerja aparatnya. Memergoki dokumen impor palsu.

8 Mei 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELUM genap sepekan menjabat Direktur Jenderal Bea dan C-ukai, Anwar Suprijadi membuat kejut-an. Menumpang mobil pribadi yang disetir anaknya, Anwar melaju ke Gudang Lapangan Kontainer 207 X Kantor Pelayanan Bea Cukai II Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa lalu. Pegawai duane di sana pada kaget gelagapan.

Berbekal fotokopi dokumen pemberi-tahuan impor barang (PIB), Anwar me-nunjuk dua kontainer. Dokumen menyatakan kontainer berisi karet. Ketika dibuka, hopla: kontainer berisi gulung-an kain. ”Ini jelas merugikan negara,” kata Anwar. Menurut dia, bea masuk gulung-an kain itu mencapai Rp 1,2 miliar.

Kunjungan dadakan ini membuat Anwar menarik kesimpulan: pemalsuan do-kumen lazim kiranya. Adakah aparat bea cukai terlibat? Dengan gaya meng-elak, Anwar cuma berjanji, ”Kalau terbukti, akan saya tertibkan.”

Anwar tidak punya jejak kepabeanan dalam catatan kariernya. Dia pernah menjadi Direktur Utama Perusahaan Umum Kereta Api, Direktur Jenderal Pembinaan Pengusaha Kecil Departemen Koperasi, Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan, juga komisaris perusahaan milik negara.

Sebelum menjadi Kepala Lembaga Administrasi Negara, dia sempat menjadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Mungkin, dengan memasukkan ”orang luar”, Menteri Keuangan Sri Mul-yani Indrawati berharap penerimaan bea masuk Rp 16,57 triliun dan cukai Rp 36,52 triliun, sesuai dengan target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2006.

Selama ini, praktek korup kepabeanan dianggap membuang potensi penerimaan negara, juga menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Survei Transparansi Internasional Indonesia 2005 memasukkan pabean sebagai lembaga korup pe-ringkat kedua setelah partai politik.

”Ambruknya industri kita bera-wal da-ri aparat bea cukai,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Garmen Indonesia (APGI), Natsir Mansyur. Barang ilegal, seperti tekstil selundupan, lewat begitu saja di depan aparat.

Menurut Natsir, sekitar 65 per-sen tekstil selundupan beredar di pasar. Ke-banyakan datang dari Cina. Gereget-an, ketika bertemu Eddy Abdurachman, mantan Direktur Jenderal Bea Cukai sebelumnya, Natsir mengaku pernah usul agar pihak asing mengawasi bea cukai. ”Biar pengawasannya ketat.”

Bagi Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi, gebrakan Anwar belum cukup. Dia menyarankan Anwar me-rombak tim jajaran bea cukai. Perombakan, me-nurut dia, bisa membantu mengangkat citra buruk bea cukai. ”Ketidakpercayaan peng-usaha terhadap aparat bea cukai tinggi,” kata-nya. Tim baru yang lebih segar juga bisa membantu Anwar—yang ”masih baru” di kepabeanan.

Sofjan juga meminta Anwar mendorong aturan tegas demi kepastian hukum. Selama ini, menurut dia, ba-nyak kasus penyelundupan lewat pabean yang hilang tanpa jejak. ”Pengusaha dan aparat yang terlibat tidak ada yang dihukum,” katanya.

Anwar mengakui citra buruk lemba-ganya. ”Kami akui, ada teman yang harus diajak kembali ke jalan yang benar,” katanya. Karena itu, dia akan mengandal-kan sistem berbasis teknologi, seperti la-yanan elektronik, untuk mengurangi kontak pribadi, yang dianggap bisa mem-buka kesepakatan di luar jalur resmi.

Dia juga berjanji membuat code of conduct, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan aparatnya. Sebaliknya, dia minta perbaikan kesejahteraan, seperti kenaikan jatah uang makan Rp 12.500 per hari. Apalagi, menurut dia, aparat TNI Angkatan Laut mendapat uang makan Rp 25 ribu per hari.

Anwar juga menuntut perbaikan sis-tem pengupahan. Selama ini aparat bea cukai menerima gaji pukul rata layaknya pegawai negeri sipil. Dia menyarankan sistem gaji berdasarkan prestasi. Anwar menyatakan Menteri Sri Mulyani setuju dengan sistem penggajian ini.

Anggota Komisi Keuangan DPR RI, Rama Pratama, menyarankan Anwar memecahkan masalah mendasar kepabeanan, yaitu bercampurnya peran re-gulator, penyidikan, dan pengadilan dalam jajaran bea cukai. Artinya, begitu banyak ”pekerjaan rumah” yang harus di-garap Anwar.

Multazam/Yudha Setiawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus