Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim Kuasa Hukum Sugi Nur Raharja alias Gus Nur mengajukan memori banding atas kasus klien mereka ke Pengadilan Negeri (PN) Solo, Jumat, 5 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu menindaklanjuti pernyataan sikap banding atas vonis hukuman 6 tahun penjara yang telah dijatuhkan oleh Majelis Hakim kepada Gus Nur, saat sidang putusan yang digelar di kantor PN Solo pada Selasa, 18 April 2023 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota atau perwakilan Tim Kuasa Hukum Gus Nur, Andika Dian Prasetya mengemukakan pengajuan memori banding yang diserahkan ke PN Solo itu selanjutnya akan dikirim ke Pengadilan Tinggi (PT) di Semarang. Ia menjelaskan isi memori banding atas kasus Gus Nur itu adalah menolak vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim.
"Kaitannya dengan isi memori banding itu kami menolak vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim," ungkap Andika saat ditemui awak media di PN Solo, Jumat, 5 Mei 2023,
Sebagaimana telah diputuskan oleh Majelis Hakim melalui sidang putusan itu, Gus Nur yang terseret dalam kasus dugaan ujaran kebencian, ITE, dan penistaan agama telah dijatuhi vonis yang sama dengan terdakwa Bambang Tri Mulyono, berupa hukuman 6 tahun penjara.
Vonis itu dijatuhkan terhadap Gus Nur yang dinyatakan terbukti melanggar Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang (UU)) RI Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Umum Pidana, Jo Pasal 55 Ayat 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan perdana primer, tentang keonaran. Pasal yang sama juga dikenakan terhadap Bambang Tri Mulyono.
Andika mengatakan pihaknya menolak vonis Majelis Hakim lantaran menurutnya status Gus Nur berbeda dengan Bambang Tri sehingga vonis tersebut tidak adil.
"Kasus ini (kasus Gus Nur dan kasus Bambang Tri Mulyono) sebetulnya kasus yang berbeda. Nomor perkaranya saja berbeda. Peran Gus Nur dan Bambang Tri dalam kasus ini juga berbeda, tetapi dalam putusan itu dituntut dengan hukuman yang sama dan putusan pun juga sama. Jadi ini tidak mencerminkan keadilan," ucap Andika.
Andhika menjelaskan, Gus Nur hanya sebagai seorang pewawancara, seorang yang penasaran dengan adanya produk dugaan ijazah palsu Joko Widodo (Jokowi), dan kemudian mengundang Bambang Tri menjadi narasumber.
"Makanya beliau mengajukan sumpah mubahalah sebagai sumpah tertinggi di agama Islam kepada Bambang Tri. Kan ternyata hal itu dijadikan Majelis Hakim sebagai dasar untuk menjatuhkan hukuman 6 tahun dan itu menurut kami sangat-sangat tidak adil," katanya.
Selain itu, Tim Kuasa Hukum menyebut bahwa Pasal 14 ayat 1 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Umum Pidana, Jo Pasal 55 Ayat 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan perdana primer tentang keonaran yang digunakan untuk memvonis Gus Nur tidak terpenuhi. Sehingga menurutnya, Gus Nur itu seharusnya dibebaskan. "Seharusnya Gus Nur itu bebas. Hukumannya bukan hanya turun," ucapnya.
Ia menambahkan hal lain yang menjadi sorotan dalam kasus itu adalah karena pihaknya menilai banyak kejanggalan di fakta persidangan.