Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Timah-timah la onga

La onga,46, nakhoda kapal yang dituduh menyelundup kan timah ke singapura dihukum 3 tahun oleh pn tan jungpinang. barang bukti yang disita telah berkurang dari yang dibawa tertuduh. (krim)

7 April 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LA ONGA, 46, nelayan dari Pulau Kelong (Riau) dan perantau laut dari Buton (Sulawesi Tenggara), sebenarnya bukan gembong penyelundupan timah. Tapi oleh pengadilan di Tanjung Pinang, 18 Oktober lalu, ia dijatuhi hukuman 3 tahun penjara. Oleh hakim R. Subagio Prasetyo SH, ia dipersalahkan telah menakhodai sebuah kapal motor jenis R 10 yang hendak menyelundupkan lebih dari 11 ton timah dari Pulau Panjang, Bangka ke Singapura sekitar bulan Apri lalu. Air mata kelihatan menitik dari mataa Onga setelah hakim mengetukkan palunya. "Hukuman itu terlalu berat, pak Hakim," bisiknya lirih. Sebab, seperti diucapkannya dalam kesempatan membela diri, La Onga ini sesungguhnya bukan pentolan penyelundup. Ia hanyalah orang upahan saja. Ia dijanjikan akan menerima Rp 50 ribu begitu kapalnya sampai di bandar Singapura. Urusan selanjutnya, pemasaran timah selundupan itu di Beach Road - Singapura kepada Bong Mong Heng atau Hanseng (TEMPO, 17 September), sama sekali di luar bisnisnya sebagai nakhoda. Buktinya, ketika 18 sejawatnya dibe ri kesempatan kabur oleh oknum ABRI yang melindungi penyelundupan - dan kemudian duduk sebagai saksi dalam perkara La Onga -- nakhoda ini malah menyerahkan tangannya kepada yang berwajib. Tak patutkah hal-hal tersebut dipertimbangkan oleh hakim - sekedar meringankan hukuman La Onga, nelayan buta huruf dengan tanggungan isteri dan 7 anak? Dan lagi selama ini, seperti diketahui, hukuman bagi orang macam La Onga atau yang lebih gawat lagi cuma di bawah setahun saja. Tapi, agaknya, mulai dad kasus La Onga ini hukuman bagi para penyelundup timah bakal naik. Pihak kejaksaan sudah dapat petunjuk dari atasannya, Kejaksaan Agung, agar mulai menuntut tinggi. Jaksa Sagala, yang membawa La Onga menghadap hakim, juga sudah mulai mempraktekkan tuntutan tinggi: tahun penara. Bukan Tradisionil Namun bagi hakim sendiri, katanya, soalnya bukan hanya tuntutan jaksa saja. Ia menganggap La Onga memang wajib dihukum sekian tahun. Karena "peranannya dalam penyelundupan cukup penting." La Onga, katanya, tidak sekedar berbuat seperti yang lazim disebut orang 'penyelundupan tradisionil.' Di samping volume yang cukup besar - biasanya yang diselundupkan para nelayan hanya sekitar ratu8an kilo saja - nakhoda ini juga terbukti hendak melibatkan petugas negara dalam kegiatan gelapnya. Rupanya dari tempat pengumpulan timah di Bangka, La Onga tidak langsung melayarkan kapal motornya ke Singapura. Ia singgah sebentar di Po8 Keamanan Laut (Kamla) Kijang dl PuIau Tambora. Maksudnya jelas: minta pengawalan dari Komandan Pos Kamla yang bernama Yuslim, Letda AL. "Melibatkan pihak lain, yang justru aparat negara, untuk berbuat salah dan menyalahgunakan wewenang, akan merusak kewibawaan pemerintah," timbang hakim. Ini yang memberatkan La Onga. Tapi kerjasama alat negara dengan penyelundup ini, tentu saja, tidak seluruhnya dosa La Onga. Di samping La Onga hanya menuruti perintah orang yang membayarnya, seperti orang yang bernama A Pio, toh kerja sama yang demikian itu sudah tak aneh lagi. Letda Yuslim sendiri tak membantah. Ia, di muka pengadilan dan sebagai saksi di bawah sumpah, mengaku: telah menyuruh kabur serombongan penyelundup, setelah lebih dulu memerintahkan agar timah seludupannya dibenamhan di laut sekitar Pulau Tengger. Dalam berita acara pendahuluan, Yuslim mengaku sebagai beking para penyelundup di kapal La Onga. Namun di pengadilan ia merubah beberapa pengakuannya: Ia memang memerintahkan pembenaman timah ke laut dan menyuruh kabur para penyelundupnya. Tapi, katanya, itu bukan dalam rangka beking-bekingan. Lalu untuk apa? Terus terang ia mengaku: untuk menguasai sendiri timah seharga Rp 80 juta itu. Tidak itu saja hal yang menarik yang diungkapkan Yuslim. Soal barang bukti. Jaksa Sagala, dalam permulaan sidang, ada mengajukan bukti 198 kampil timah. Padahal, begitu menurut Yuslim, jumlah yang sebenarnya dalam peristiwa lebih dari itu. Sebab untuk membenamkan kampil-kampil itupun memakan waktu lebih dari dua jam kerja. La Onga sendiri memberikan pengakuan: memang sebenarnya ada 273 kampil timah yang jadi perkara. Nah, sang jaksa jadi kelabakan. Karena kejaksaanihanya menerima sekian saja seperti yang diserahkan oleh pihak Bea Cukai. Kemana yang lain? Entah ditelan siapa. Soal barang bukti ini memang sudah ganjil sejak permulaan. Jaksa seperti dalam surat tuduhannya, hanya mencantumkan 198 kampil timah. Tapi Yuslim mengungkapkan: memang mula-mula Bea Cukai hanya menemukan 198 kampil di sekitar Pulau Tengger. Tapi kemudian, dl tempat lain -- tapi jelas masih ada hubungannya dengan timah yang dibawa kapal La Onga -- ada. diketemukan 26 kampil. Jadi jumlahnya paling tidak 224 kampil. Itu belum termasuk 49 kampil lagi yang diakui oleh La Onga sendiri. Kecurigaan pun jadi tumbuh: janganjangan kampil-kampil yang 'tak terurus' oleh jaksa itu sudah sampai mengisi pasar di Singapura? Itu cukup beralasan-setelah mendengar kisah penyergapan atas kapal La Onga. Begini. Rombongan patroli laut di bawah pimpinan Mardikun, I April lalu, sebenarnya sudah siap tempur. Infonya sudah cukup jelas: kapal motor R 10, tanpa nomor, harus dibekuk. Tapi celaka. Sampai sehari suntuk patroli mengelilingi Pulau Tambora, sasaran tak juga dipergoki. Tapi, begitu patroli ini menuju pangkalan, di tengah jalan di perairan Sungai Enam, mereka berpapasan dengan kapal patroli lain. Mardikun sempat kontak dengan kapten Tony Babu yang memimpin patroli lain itu. Dari Tony Babu itulah Mardikun tahu: sasarannya sudah disergap lebih dulu. Cuma anehnya, kapal patroli Tony kok tampaknya sarat. Menurut petugas Bea Cukai, kesaratan itu tentu oleh muatan yang beratnya sekitar 5 - 6 ton. Muatan apa? Mardikun enggan bertanya kepada Tony --maklum sama-sama petugas patroli. Hanya kepada hakim, Mardikun ada menyatakan: ia melihat sebuah kapal motor R 10 di bawah pengawasan kapal Tony - hanya ia tak melihat adakah La Onga berada di situ. Walhasil tugas hakim memang sudah selesai: memeriksa dan mengadili, hanya, perkara La Onga saja. Apa-apa yang terungkap di pengadilan (di luar perkara yang diperiksa) tentunya tugas pejabat lain untuk mengurusnya. Baik meringkus 18 orang sejawat La Onga, Letda Yuslim yang memberi kesempatan para penyelundup kabur, sampai menjqaki nasib 49 kampil timah yang lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus