Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ternyata mereka tidak rugi

Dibawah direktur utama, alex widjaya, ppd telah menjadi teladan pengelolaan bis kota di dki. perusahaan swasta makin mundur karena kurang memperhatikan pemeliharaan bis. (eb)

7 April 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAM 05.00 apel diadakan. Alex Widjaya, meskipun Dir-Ut, turut menghadirinya, dan kemudian mengkontrol anak buahnya. Selalu dia berpakaian "dinas lapangan" walau 'untuk menghadap Menhub Emil Salim atau Dirjen Perda Sumpono Bajuadji sekalipun. Tak kurang dari 12 langkah penertiban yang harus dilaksanakannya sejak 12 Agustus yang lalu. Dan kini PPD yang dipimpinnya memang kelihatan mulai tertib, bahkan bisa menjadi teladan bagi semua 12 perusahaan bis kota swasta di DKI Jakarta. Penertiban telah diperintahkan bukan hanya berlaku untuk PPD, tapi belakangan ini Dirjen Sumpono sangatkecewa terhadap pengelolaan bis kota swasta. Maka Menhub Emil pun telah turut bersuara keras -- "tidak menutup kemungkinan untuk mem-PPD-kan" semuanya (TEMPO, 5 Nopember). Di Rapat Pimpinan Organda (Organisasi Angkutan Darat) minggu lalu, Menhub Emil lagi-lagi mengecam. Banyak (perusahaan bis kota swasta, tentunyal memakai tenaga harian sehingga kepastian dan kelangsungan usaha tidak dapat dijamin, katanya. "Pengusaha hanya memperhatikan jumlah setoran dan selanjutnya menyerahkan keada0n pada karyawan sopir dan kondektur." Itulah, menurut kesimpulannya, yang mengakibatkan jumlah kecelakaan meningkat. Maka gambaran diri swasta sedang merosot, sebaliknya PPD menanjak. Berbeda sekali keadaannya sekitar 10 tahun yang lalu ketika PPD dipandang tidak pantas menerima bantuan Amerika Serikat (US-AID) karena kepercayaan dilimpahkan pada perusahaan swasta. Sekarang rupanya tidak ada lagi kesangsian untuk membina PPD, apalagi setelah Dir-Ut Alex Widjaya, 50, dengan langkah penertibannya berhasil meningkatkan jumlah bisnya yang beroperasi dari 250 ke 454 (75). Dia yakin akan bisa ditingkatkan lagi ke 85. Dan sudah ada rencana mnambah 170 lagi bis merek Mercedes Benz yang kini sedang dirakit untuk PPD. Tongala Punya Mau Sementara itu para pengusaha swasta, gara-gara "kejutan" Menhub, umumnya sudah bersikap pasrah. Misalnya, Muhammad Ali Amien, 40, dari perusahaan Solo Bone Agung ketika ditanya tentang kemungkinan di-PPD-kan menjawab: "Hitam-putih tonga punya mau." Orang Makassar ini meniru omongan yang sering keluar dari mulut orang asal Ambon. Tongala di sini seperti Tuhan Allah. Tentang manajemen kurang beres? "Itu kan ilmu baru," jawab Amien. "Tak cuma Solo Bone Agung, tapi banyak yang lain pun mungkin tak tahu apa itu manajemen." Namun perusahaan ini kalau dikatakan rugi, katanya lagi, "memang tidak masuk akal." PT Medal Sekarwangi yang oleh Sukoco, sekretaris Tim Pengendalian Angkutan Jabotabek, dinilai sebagai memakai "manajemen dokar" ternyata juga tidak rugi, malah merasa lega dengan tarif Rp 50. Dari 300 kendaraan yang diperolehnya dengan kredit sejak 1969, sudah dianggap lunas 120. Tapi lunas itu rupanya karena sudah rusak. Menurut SK Gubernur 8 Desember 1975, kendaraan yang rusak yang berasal kredit US-AID, sudah cukup pengabdiannya sebagai bis kota. Jadi, ia boleh dijual kalau masih ada harganya, tapi tidaklah itu pernah dibayar kembali sepenuhnya. Namun penunggakan kredit luar negeri semacam itu keseluruhannya mencapai Rp 2,3 milyar yang, menurut Menhub Emil, sudah "dioper" pemerintah. Arion, yang pernah mendapat jatah 125 kendaraan (kredit US-AID), juga menyatakan tidak rugi. Ada 50 yang sudah rusak, dan dianggap "cukup pengabdiannya" sebagai bis kota. Tinggal 75 lagi yang masih beroperasi di Arion. Perusahaan ini mengaku tetus mencicil hutannya. Suara para pengusaha swasta hampir senada untuk menimbulkan kesan bahwa mereka bersedia membayar kembali sisa hutang. Mereka masih terhutang Rp 2 milyar, menurut Menhub Emil, walaupun Rp 2,3 milyar sudah "dioper" pemerintah. Kini -- terutama setelah diancam oleh Menhub Emil -- mereka umumnya tidak lagi mehgatakan rugi, tapi sesudah tarif naik ke Rp 50. Tentu juga tidak rugi karena bukan sedikit jumlah kendaraan yang dinyatakan sudah "cukup pengabdian." Dengan fasilitas pemerintah itu, berkata pula Lukman Hakim yang ketua umum Dewan Mahasiswa Ul, para pengusaha bis kota sudah memperkaya diri. "Ada di antaM mereka yang mengalihkan modal ke usaha lain dan hanya mengoperasikan bis separuh dari yang seharusnya sebagaimana dijatahkan pemerintah." Tapi yang agaknya pasti, mereka jarang menyisihkan keuntungannya untuk membeli bis baru. Tapi lebih suka mengharapkan fasilitas kredit dari bank.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus