Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Turis-turis pembunuh

Keempat pembunuh bayaran diadili, 3 diantaranya berpaspor turis (malaysia dan singapura). mereka ditugasi membunuh dirut pt. jati maluku timber, tan liong ie, tan giok yauw. (krim)

13 Maret 1982 | 00.00 WIB

Turis-turis pembunuh
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
TURUN dari pesawat terbang di bandar Halim Perdanakusumah, Ang llong Kiat (25 tahun) dan Wong Tee Kim (28 tahun)--keduanya warga negara Singapura--langsung naik taksi menuju Hotel City di Glodok, Jakarta Kota. Meski berpaspor turis, mereka mengemban tugas membunuh Dirut PT Jati Maluku Timber, Tan Liong le alias Thomas Sutan Jati. Ang yang masih menganggur dan Wong yang sehari-hari bekerja sebagai sopir rupanya tertarik oleh tawaran Tan Giok Yauw (Direktur Hap Yauw Company, di Singapura), yang menjanjikan memberi bayaran S$ 4.000 atau Rp 1,2 juta lebih--tiket pesawat, biaya hotel dan makan minum ditanggung: untuk tugas membunuh itu. Mereka lalu membeli golok pemotong babi dan sebilah belati. Tapi usaha membunuh itu tak mudah, meskipun mereka sudah dibekali foto calon korban dan bahkan beberapa waktu sebelumnya, pernah pula diajak ke Jakarta mengamati rumah calon korban di Jl. Cideng Timur. Soalnya, setiap keluar rumah. Thomas tak pernah sendiri. Bila tak bersama keluarga, selalu ada orang lain menemaninya. Di Singapura, rupanya Tan Giok Yauw sudah tak sabar. Sekitar 2 minggu kemudian, 9 November tahun lalu, ia mengirim Lay Ek Sing (24 tahun)--seorang warga negara Malaysia kelahiran Serawak. Orang ini berbekal seuus uli yang diberi kayu, spesial untuk menjerat leher. Menurut Mayor Gunawan, Dan Reskrim Kodak VII, Lay seorang residivis. Ia konon pernah pula diajak jalanjalan ke Jakarta. Untuk menghilangkan kecurigaan, setelah Lay daung, komplotan itu pindah ke hotel Gajah Mada. Namun calon korban -- lewat orangnya di Singapura-yang mengetahui jiwanya sedang diincar, segera melapor pada yang berwajib. Petugas POM ABRI yang dilapori segera menyergap. Polisi memang belum ikut dalam penyergapan itu, karena "menyangkut orang asing," kata Gunawan. Tapi Ang dan Wong hari itu juga diangkut ke Kodak VII, sementara Lay tetap di hotel sebagai umpan. Betul juga, tak lama kemudian ada kontak dari Singapura. Terakhir ketika uang saku habis, Lay disuruh menghubungi Oey Wiyono Gunawan alias Yap Sun Guan (pedagang, WNI) di lobi hotel City. Perangkap pun dipasang. Begitu Oey (51 tahun) muncul dan menyerahkan uang Rp 200 ribu, ia langsung ditangkap bersama Lay. Bukan baru pertama kalinya Thomas hendak dibunuh. Tahun 1979 lalu, ia pernah dihadang empat orang tak dikenal yang sempat menghajar jidatnya memakai krakeling. Tanpa ragu-ragu, ia menuding Tan Giok Youw sebagai dalangnya. Soalnya, kata Budi, adik Thomas, "Tan pernah mengancam mau membunuh kakak saya." Tan yang pernah berdagang tekstil dan sering datang ke Pintu Kecil, Jakarta Barat, adalah kawan bisnis Thomas. Pada Oktober 1976, mereka sepakat mendirikan usaha patungan di bidang penebangan kayu. Daerah operasinya di Biak, Irian Jaya. Tan, menurut Budi, berjanji mengirim 4 traktor bernilai Rp 400 juta. Alat berat itu ternyata banyak yang rusak, hingga Thomas mengeluarkan Rp 50 iuta untuk mereparasinya. Kerja sama itu cuma berlangsung 2 bulan, lalu bubar. Anehnya, kata Budi, "Tan menuntut seolah kami berutang Rp 300 juu. Kalau ada buktinya, pasti kami bayar." Tiga Buah Giwang Tapi Tan rupanya merasa lebih sip mengirim 'utusan' ke Jakarta. Sayangnya pihak Polri untuk bisa memboyongnya ke Jakarta untuk diadili. Sabtu pekan lalu, jaksa Haryadi Widyasa hanya bisa menghadapkan Ang Hong Kiat, Wong Tee Kim, Lay Ek Sing dan Oey alias Yap Sun Guan ke sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka dituduh dengan sengaja dan direncanakan lebih dulu, mencoba menghilangkan nyawa orang lain--melanggar pasal 340 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 jo pasal 53 KUHP. Ang yang berkacamau dan bertampang seperti anak sekolah, kepada majelis hakim yang diketuai Slamet Riyanto menyatakan, "mohon maaf bila dalam persidangan saya salah kata." Wong duduk tenang-tenang di sebelahnya. Dan Lay, berambut panjang tersisir rapi dan di telinga kirinya ada 3 buah giwang berderet, "mohon diberi penjelasan karena saya tidak mengerti hukum Indonesia." Ketiganya, karena dianggap tak mampu, didampingi pembela Abudinar SH yang ditunjuk pemerinuh. Sedangkan Oey yang selalu tampak gelisah, didampingi pembela Barnabas Banggur. Sidang memang agak tersendat, karena para tersangka--kecuali Oey--uk paham bahasa Indonesia. Mereka cuma bisa bahasa Mandarin. Tanya jawab selama persidangan melalui penerjemah A.S. Hakim.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus