Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Untuk apa air mata?

Robert Tampubolon yang dituduh otak pembunuhan Letkol Steven Adam dalam kasus penjualan narkotik divonis penjara oleh PN Bogor. Rekannya Johny Sembiring dan Nicodemus sudah lebih dulu divonis.(krim)

6 April 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUJAN tangis terdengar di Pengadilan Negeri Bogor, pekan lalu, saat Robert Tampubolon divonis 14 tahun penjara. Majelis hakim berkeyakinan bahwa pria yang menjadi bendahara gereja Advent di Bogor itu terbukti mendalangi pembunuhan terhadap Letkol Penerbang Steven Adam. Robert sendiri tak kelihatan terkejut mendengar putusan hakim. Ia tersenyum, malahan tertawa lebar, dan memonyongkan mulutnya. "Tak ada yang bisa diselesaikan dengan air mata," ujar Robert kepada istrinya, yang sempat jatuh pingsan, dan kerabatnya. Tak hanya Robert. Johny Sembiring, terdakwa lain dalam kasus ini, juga kelihatan tabah mendengar vonis. Pekan lalu, ia kena 12 tahun karena, menurut majelis hakim, bekas penjahat kawakan "kaliber Nusakambangan" itu terbukti pada dinihari 29 Mei 1983 menembak Steven dengan pistol pinjaman dari Kapten Nicodemus, bekas kepala Bagian Operasi Polres Bogor. Sang kapten, pada Oktober 1984 lalu, sudah divonis lebih dulu oleh Mahkamah Militer di Bandung, dengan hukuman 18 tahun penjara. Ia, ketika itu, dinyatakan terbukti meminjamkan pistol dan mendukung pembunuhan terhadap Steven, bekas pilot helikopter Presiden Soekarno. Pembunuhan terhadap perwira menengah yang sehari-hari bertugas di Sesau (Sekolah Staf Angkatan Udara), Jakarta, sementara terbukti berlatar belakang narkotik. Steven, konon, tak lain pengedar yang biasa memberikan narkotik kepada Robert dan kawan-kawan dengan cara bayar di belakang. Sampai akhirnya ia mempunyai piutang Rp 80 juta. Robert, yang ditagih berkali-kali, hanya membayar Rp 35 juta. Steven kesal dan kemudian mengancam Robert. Tapi, begitu tertera dalam berita acara yang kemudian menjadi pegangan majelis hakim, Robert mendahului bertindak. Ia menghubungi Nicodemus, konconya dalam bisnis narkotik, dan juga Johny. Yang terakhir ini mau bergabung karena dijanjikan imbalan Rp 10 juta. Maka, setelah persiapan matang, rumah Steven yang tak berapa jauh dari rumah Robert didatangi. Begitu - ia muncul untuk membuka pintu, Steven pun ditembak, dan tewas. Terdakwa lain dalam kasus Steven, yang pekan lalu juga divonis, adalah Awang Ruswanta (kena 9 tahun) dan Benny Hidayat (7 tahun). Sedangkan vonis terhadap empat terdakwa lain diperkirakan pekan ini bisa dijatuhkan. Para terdakwa, yang umumnya divonis lebih ringan dari tuntutan jaksa, segera menyatakan naik banding. "Saya tak bersalah .... Tuhan tahu itu," ujar Robert. Johny pup menyatakan tak bersalah, dan merasa sebagai orang yang dikorbankan. Tapi majelis hakim agaknya yakin bahwa para terdakwa bersalah. "Putusan kami tidak terpengaruh oleh siapa pun. Tapi karena dalam persidangan terbukti bahwa mereka bersalah," ujar Hakim Halim Sunandar, yang mengadili Robert.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus