Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Vonis korban misterius

Pn cilacap memvonis nawiyanto, 24, 7 tahun 6 bulan. ia didakwa membunuh teman se-desanya, mirip sukanti, 26. pengacara hudoyo minta putusan hakim dibatalkan demi hukum karena obyek perkara masih misterius.

20 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAWIYANTO, 24 tahun, yang dituduh membunuh dan memperkosa Sukanti, gadis sedesanya, Kamis pekan lalu tetap saja divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Cilacap, yang diketuai Soenaryo, dengan hukuman 7 tahun 6 bulan penjara. Padahal, di tengah persidangan, Sukanti muncul dan ternyata masih sehat walafiat. Ia, yang selama ini bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta, bahkan mengaku tak kenal sama sekali dengan terdakwa. Tapi seperti juga Jaksa Saari, majelis hakim tetap berkeyakinan bahwa Nawiyanto telah membunuh seorang wanita teman seperjalanannya -- kebetulan wajah korban mirip Sukanti. Kendati identitas korban tak jelas, menurut hakim, tak berarti tuduhan harus batal. "Bila terdakwanya sudah jelas, cukup alasan untuk dijatuhi hukuman," tutur Hakim Soenaryo. Perkara unik itu bermula dari ditemukannya mayat seorang wanita di Sungai Cikawung, Desa Carui, Sidaredja, Cilacap, Jawa Tengah, Februari lalu. Penduduk desa memastikan mayat itu adalah gadis desa itu juga, Sukanti, 26 tahun, yang beberapa bulan terakhir bekerja di Jakarta. Keluarga korbanpun yakin, mayat itu adalah Sukanti. Sebab itu, setelah divisum, mayat tersebut dikuburkan keluarga Sukanti. Bahkan keluarga itu sempat pula mengadakan selamatan sejak tiga hari sampai 100 hari kematian gadis itu. Polisi kemudian menangkap pelaku pembunuhan itu, Nawiyanto. Ayah seorang anak itu mengaku berkenalan dengan korban karena sama-sama satu bis dalam perjalanan pulang dari Jakarta ke Carui. Karena sampai di Caru pada tengah malam, Nawiyanto "berbaik hati" mengantarkan si gadis ke rumahnya, yang jauh dari jalan raya. Dl perjalanan itulah, katanya, ia memperkosa gadis itu sebelum membunuh korban dan mengambil uangnya. Di persidangan pengakuan Nawiyarlto itu diperkuat pula oleh tujuh orang saksi, penduduk Desa Carui. Tiga orang saksi mengaku melihat Nawiyanto pada malam pembunuhan menggandeng seorang wanita yang mirip Sukanti. Saksi Kuat Waluyo, hansip Desa Carui, misalnya, pada malam itu melihat pasangan tersebut menelusuri hutan karet di pinggir Sungai Cikawung. Tapi begitulah, keanehan terjadi ketika Sukanti tiba-tiba muncul di desanya, menjelang jaksa membacakan tuntutannya. Majelis hakim, yang kaget mendengar berita itu, bahkan sempat memeriksa Sukanti. Tapi benar, Sukanti sehat walafiat dan mengaku selama ini bekerja di Jakarta dan tak ke mana-mana. Nawiyanto, yang semula dengan lancar mengakui perbuatannya, setelah itu pun berbalik. Ia membantah, tak pernah membunuh wanita mana pun. "Saya dipaksa mengaku. Kalau tak mau mengaku, saya diancam polisi akan dibunuh atau diserahkan ke massa agar dikeroyok," ujar Nawiyanto (TEMPO, 23 Juli 1988, Hukum). Tapi Jaksa Saari berkeyakinan Nawiyanto telah memperkosa dan membunuh seorang wanita yang mayatnya ditemukan di sungai Cikawung. Sebab itu, ia tetap menuntut Nawiyanto 13 tahun penjara. Hanya saja, di surat tuduhan ia tegas-tegas menyebut korban adalah Sukanti, sedangkan di tuntutannya ia menyebut korban sebagai seorang wanita mirip Sukanti. Pengacara terdakwa, Hudoyo, menganggap tindakan jaksa mengubah surat dakwaan di tengah persidangan itu sebagai pelanggaran terhadap KUHAP. Perubahan itu, katanya, tidak sah dan menyebabkan tuduhan itu batal demi hukum. Ia bahkan menganggap perkara itu tak bisa diteruskan, karena telah kehilanan obyeknya. Ternyata, majelis hakim berpendapat, hilangnya obyek perkara tak berarti hapusnya perbuatan pidana. Sebab, di pasal pembunuhan (pasal 340 KUHP) tak disebutkan bahwa identitas korban harus jelas. "Yang harus jelas adalah identitas terdakwa, bukan korban," kata Hakim Soenaryo. Pencabutan pengakuan Nawiyanto juga tak menggoyahkan keyakinan hakim. Sebab, menurut hakim, pencabutan itu tak disertai alasan hukum dan alibi yang kuat. Bahkan usaha pencabutan pengakuan di akhir persidangan itu, kata hakim, membuktikan terdakwa telah melakukan pembunuhan tapi berusaha menghindar. Kecuali itu, "ia tampak lancar melakukan adegan ulang ketika rekonstruksi berlangsung," kata Soenaryo. Nawiyanto tenang saja mendengar vonis itu. Ia spontan menyatakan banding. "Saya tidak bersalah, dan saya tidak pernah membunuh siapa pun," ujar Nawiyanto. Ia memang belum pasti membunuh. Yang pasti, sampai kini sang korban -- wanita mirip Sukanti itu -- tetap misterius. K.I. (Jakarta) dan Slamet Subagyo (Yogya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus