Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan hakim yang memvonis rendah para terdakwa korupsi timah tak memahami dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari korupsi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, harusnya hakim bisa memiliki pemahaman yang mendalam dan dapat mempertimbangkan kerugian non materiil yang mengancam masa depan generasi Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jika pemahaman ini (dampak kerusakan lingkungan) bisa dipahami hakim, maka mungkin akan berpengaruh pada putusan yang dijatuhkan,” ucap dia saat dihubungi, Ahad, 29 Desember 2024.
Selain itu, Abdul juga menduga hakim tidak diberikan pemahaman yang mendalam mengenai dampak lingkungan tersebut selama persidangan.
Mestinya, kata dia, saat persidangan keterangan saksi ahli bisa dimanfaatkan untuk menggali mengenai kerugian kerusakan lingkungan tersebut.
Hal lain yang mungkin saja jadi penyebab vonis begitu rendah dijatuhkan oleh hakim, kata Abdul, karena angka Rp 300 triliun yang disebutkan jaksa penuntut umum belum bisa dibuktikan secara real.
“Masih dianggap sebagai perkiraan atau prediksi yang belum terjadi. Bukan kerugian real,” kata dia. Sehingga, Abdul menyarankan agar jaksa penuntut umum dapat memberikan pembuktian mengenai kerugian negara yang disebut mencapai Rp 300 triliun itu.
“Dibutuhkan kecanggihan untukmenjelaskannya agar dimengerti, dipahami dan diyakini untuk menjadi dasar pertimbangan putusan,” kata dia.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah menjatuhi hukuman penjara dan denda duit kepada terdakwa korupsi timah pada Senin, 23 Desember 2024.
Mereka terbukti terlibat dalam kasus korupsi timah atau pengelolaan tata niaga komoditas di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022 dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Berikut adalah daftar putusan para terpidana korupsi timah:
- Harvey Moeis yang berposisi sebagai perpanjangan tangan PT RBT dijatuhi hukuman 6 tahun dan 6 bulan kurungan dan uang penggati sebanyak Rp 210 Miliar. Sebelumnya ia dituntut 12 tahun penjara.
- Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (Dirut PT RBT), Suparta divonis 8 tahun penjara dan uang pengganti sebesar Rp 4,51 triliun. Hukuman bui ini lebih ringan daripada tuntutan JPU yang menuntut 14 tahun penjara.
- Pemilik manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi divonis 8 tahun penjara dan membayar uang pengganti sebesar Rp 2,2 Triliun. Hukuman ini lebih ringan daripada tuntutan JPU yang menuntut 14 tahun penjara.
- Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto divonis 8 tahun penjara dan membayar uang pengganti sebesar Rp 1.9 Triliun. Hukuman ini lebih ringan daripada tuntutan JPU yang menuntut 14 tahun penjara.
- General Manager Operasional PT Tinindo Internusa pada 2017-2020, Rosalina, dijatuhi hukuman 4 tahun penjara.
Pilihan Editor: Vonis Ringan Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah, Hakim Dianggap Gagal Memenuhi Rasa Keadilan