Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Yang Berada di Ujung Tanduk

Gubernur Aceh, Abdullah Puteh, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka korupsi dalam pembelian helikopter. Desakan penonaktifan pun muncul.

5 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KENDATI memegang jabatan penting, sebagai penguasa darurat sipil di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebentar lagi Abdullah Puteh tak akan leluasa bergerak. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat pekan lalu, telah mengirim surat permintaan ke Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mencegah sang gubernur pergi ke luar negeri. Pihak keimigrasian pun berjanji segera memenuhinya. ?Kami akan melaksanakan permohonan itu, asal sesuai dengan ketentuan,? ujar Ade Endang Dahlan, juru bicara Direktorat Jenderal Imigrasi. Permohonan tersebut diajukan hanya berselang dua hari setelah KPK menetapkan Puteh menjadi tersangka kasus penggelembungan dana pengadaan helikopter Mi-2 merek PLC Rostov Rusia. Menurut Wakil Ketua KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, dari hasil penyelidikan ditemukan bukti permulaan yang cukup. Diduga telah terjadi tindak pidana korupsi dengan nilai kerugian negara sekitar Rp 4 miliar. Ia juga mengungkapkan, pekan ini KPK akan melanjutkan pemeriksaan dan memblokir semua rekening Puteh sekaligus memeriksa kembali kekayaannya. Kasus ini berawal dari keinginan Pemerintah Provinsi Aceh untuk memiliki sebuah helikopter guna mendukung keperluan dinas pejabatnya. Rencana ini diungkap oleh Puteh pada Desember 2001. Walau ada penawaran dari pihak lain, Gubernur Puteh akhirnya menjatuhkan pilihan pada PT Putra Pobiagan Mandiri pimpinan Bram Manoppo sebagai pemasoknya. Alasannya, perusahaan ini merupakan satu-satunya agen tunggal pemasaran pesawat Rostov Mi-2 Rusia. Apalagi, menurut Puteh, harga yang ditawarkan PT Putra ?hanya? US$ 1,25 juta atau Rp 12,6 miliar (dengan kurs saat itu), lebih murah dibanding tawaran dari perusahaan lain. Penunjukan langsung kepada PT Putra mengundang kecurigaan. ?Ada dugaan kuat, Puteh sejak awal sudah memilih perusahaan itu sebagai rekanan pengadaan helikopter,? ujar Akhirudin, Koordinator Solidaritas Anti Korupsi (Sorak) Aceh. Kecurigaan yang sama juga datang dari Nasir Djamil, anggota DPRD Aceh dari Partai Keadilan (Sejahtera). Menurut Nasir, pembelian helikopter tersebut terkesan tertutup. ?Saya tahu pembelian helikopter itu dari seorang teman yang duduk di panitia anggaran,? katanya. Ketua DPRD Aceh, Muhammad Yus, membantah bahwa pembelian heli Rusia itu tertutup. Menurut dia, soal pembelian helikopter sudah atas persetujuan rapat pleno DPRD Aceh. Jadi, sudah sesuai dengan prosedur. ?Yang mungkin terjadi adalah penggelembungan harga,? ujarnya. Sebagian dana yang dipakai untuk membeli pesawat itu berasal dari APBD 2002 Provinsi Aceh. Dari Rp 12,6 miliar duit yang digunakan, Rp 3,5 miliar diambil dari sana. Sisanya? Dipungut dari pemerintah daerah tingkat dua se-Aceh?tiap bupati menyumbang Rp 700 juta. Pungutan ini sempat diprotes oleh DPRD di berbagai daerah tingkat dua karena tidak melalui persetujuan wakil rakyat. Apalagi Gubernur langsung memotong dana subsidi APBD provinsi untuk pos anggaran subsidi dana pendidikan daerah tingkat dua. Hanya protes ini belakangan menguap setelah sejumlah DPRD tingkat dua bertemu dengan Gubernur. Penggelembungan harga akhirnya terbongkar setelah TNI Angkatan Laut membeli helikopter serupa dari Rusia seharga US$ 350 ribu. Untuk spesifikasi sipil, khususnya dengan fasilitas very important person (VIP), ada tambahan harga sekitar 50 persen. Sehingga, diperkirakan harga helikopter yang dibeli Puteh hanya sekitar US$ 525 ribu atau sekitar Rp 5,2 miliar, kurang dari separuh dari harga yang diumumkan. Menghadapi tudingan adanya mark up, Puteh mengakui bahwa heli itu mahal. Namun, ia menganggap wajar karena heli tersebut dilengkapi peralatan khusus dan antipeluru. ?Heli itu memang mahal. Heli yang kami beli tidak sama dengan yang dibeli TNI-AL,? ujarnya saat itu. Alasan Puteh itu, menurut Akhirudin, terlalu mengada-ada. Menurut dia, kalaupun mau ditambah biaya untuk antipeluru dan peralatan khusus lainnya, paling hanya akan menghabiskan tambahan 50 persen dari yang dibeli TNI-AL. ?Harganya tak sebesar yang dihitung Puteh,? katanya. Perbedaan harga itulah yang kini disidik KPK, dengan dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi dengan nilai kerugian negara senilai Rp 4 miliar. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, lembaga ini memang berhak menyidik kasus korupsi senilai Rp 1 miliar ke atas. Apalagi jika polisi dan jaksa dinilai tak mampu menyidik kasus-kasus korupsi yang menyangkut pejabat negara. Bukan cuma kasus pembelian helikopter, Puteh diduga juga terlibat dalam mark up pengadaan genset di Aceh. Kasus ini sekarang sedang ditangani Mabes Polri (lihat Terancam Pukulan Kedua). Bahkan, menurut Koordinator Solidaritas Masyarakat Anti-Korupsi (Samak), J. Kamal Farza, masih banyak kasus korupsi lainnya diduga melibatkan sang gubernur. Lembaga ini mencatat, sejak tahun 2000, telah terjadi lebih dari 20 penyelewengan dana yang totalnya mencapai Rp 2,7 triliun. Kamal berharap, kasus Puteh lainnya juga disidik. Tim Monitoring Aceh juga mendata hal serupa. ?Jumlah penyimpangan dana selama satu tahun darurat militer saja mencapai 21 kasus,? kata Letjen Sudi Silalahi, Wakil Ketua Tim Monitoring. Menurut mantan Sekretaris Menteri Koordinator Politik dan Keamanan ini, temuan tersebut telah dilaporkan ke Menteri Koordinator Politik dan Keamanan ad interim, Hari Sabarno. ?Sejauh ini belum ada yang ditindaklanjuti,? katanya. Rekomendasi yang disodorkan ke Menteri Koordinator ad interim, menurut Sudi Silalahi, antara lain menyarankan agar pemerintah menindak tegas secara hukum, sanksi administrasi, atau sebatas teguran lisan kepada pihak yang terkait dengan penyalahgunaan dana di Aceh. ?Jadi, adanya keterlibatan pejabat Aceh dalam penyalahgunaan dana sudah direkomendasikan agar diproses secara hukum,? kata Sudi. Kini, setelah Gubernur Puteh ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, desakan agar dia dinonaktifkan semakin kuat. Di DPRD, Fraksi Partai Amanat Nasional ngotot meminta pimpinan DPRD menonaktifkan Puteh. ?Status tersangka Abdullah Puteh akan berpengaruh pada kinerja Puteh selaku gubernur,? kata Wakil Ketua Fraksi PAN, Sayed Syarifuddin. Tuntutan yang sama juga datang dari kalangan mahasiswa Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. ?Ini demi kelancaran pelaksanaan darurat sipil,? ujar Zulfikar, seorang aktivis mahasiswa. Praktisi hukum yang menekuni bidang korupsi dan hak asasi manusia, Bambang Widjojanto, pun berpendapat bahwa sebaiknya Puteh segera dinonaktifkan. ?Orang yang mempunyai posisi tertentu dan mempunyai kewenangan akan berbahaya jika kewenangan itu dipakai untuk melindungi kepentingan pribadi,? katanya. Samak dan Gerakan Rakyat Anti-Korupsi bahkan meminta agar orang nomor satu di Aceh itu segera ditahan. Sebenarnya Presiden Megawati Soekarnoputri, dalam debat calon presiden di Jakarta pekan lalu, sudah memberikan lampu hijau agar Gubernur Puteh segera diambil tindakan. Namun, Menteri Hari Sabarno mengaku masih menunggu permohonan dari KPK. ?Kalau sudah ada surat resmi dari KPK ke Presiden, baru pemerintah mengambil langkah sesuai dengan apa yang ditulis oleh KPK itu,? katanya. Menghadapi tantangan itu, pihak KPK sendiri masih pikir-pikir. Menurut Tumpak Panggabean, lembaganya akan mengambil tindakan setelah selesai memeriksa Puteh. ?Kendati memiliki kewenangan untuk memerintahkannya, KPK belum sampai memutuskan pemberhentian sementara atau penahanan. Semuanya sedang kami pertimbangkan,? ujar Panggabean. Sesuai dengan UU No. 30/2002, KPK memang bisa memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya. Kalau KPK benar-benar mengeluarkan rekomendasi penonaktifan bagi Puteh, proses selanjutnya cukup rumit. Karena, sesuai dengan undang-undang, Presiden yang akan mengeluarkan surat pemberhentian sementara atas usul DPRD. Inilah yang diungkapkan oleh Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno. ?Saya sendiri bukan atasan Pak Puteh. Atasan gubernur itu presiden,? ujarnya. Secara tersirat, Hari Sabarno juga tampak tidak memiliki rencana untuk segera mengambil tindakan terhadap Puteh. Ia mengatakan, kalau sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, otomatis Puteh harus berhenti. ?Kalau sekarang kan baru dinyatakan sebagai tersangka,? katanya. Bahkan, sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan ad interim, Hari Sabarno telah mengirim surat ke KPK ihwal pemanggilan Puteh untuk diperiksa. Surat bernomor R.37/Menko/Polkam/6/2004 tertanggal 14 Juni tersebut meminta agar KPK mempertimbangkan waktu pemanggilan Puteh. Isinya, antara lain, ?Tanpa bermaksud mencampuri kewenangan instansi Saudara dalam penegakan hukum yang diperlukan, dengan ini Menko Polkam selaku Ketua Badan Pelaksana Harian Penguasa Darurat Sipil mengharapkan pimpinan KPK dapat mempertimbangkan waktu bagi Saudara Abdullah Puteh.? Pengacara Puteh, Otto Cornellis Kaligis, jelas tidak setuju terhadap upaya penonaktifan itu. Menurut dia, tuntutan tersebut terlalu berlebihan. ?Enak banget, si Gus Dur waktu diperiksa skandal dana bantuan Sultan Brunei tidak dinon-aktifkan. Si Akbar Tandjung juga enggak non-aktif. Kok, Puteh kayak jadi target operasi, harus non-aktif. Emangnya si Puteh mau melarikan diri?? ujarnya kepada Danto dari Tempo News Room. Puteh sendiri pekan lalu menyatakan kesiapan untuk diperiksa KPK kapan saja. ?Saya sedang menunggu. Sampai saat ini saya meyakini tidak melakukan korupsi. Karena itu, keputusan KPK menetapkan status tersangka saya terima dengan ikhlas,? ujarnya. Bersama pengacaranya, dia mengaku sudah mempersiapkan argumentasi dan bukti hukum yang bisa menguatkan bahwa dirinya tidak bersalah. ?Saya akan menunjukkan di mana kebenarannya,? katanya. Sang gubernur masih tampak percaya diri kendati posisinya berada di ujung tanduk. Ahmad Taufik, Yuswardi A.S. (Banda Aceh), Y. Arvian, Deddy S., Ecep S. Yasa (TNR)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus