TAK ada jalan lain, Ichsan bin Nasir -- bukan nama sebenarnya -- 14 tahun, harus masuk penjara orang dewasa. Pelajar kelas V Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Lhokseumawe itu, akhir November lalu, dihukum 6 bulan penjara karena mencabuli seorang anak perempuan berusia 9 tahun. Menurut ketentuan, anak berusia di bawah 16 tahun, kalaupun harus menjalani hukuman badan, harus dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan Anak, yang berada di bawah Bispa (Bimbingan Pengentasan Anak). Tapi di Lhokseumawe belum ada Bispa dan LP Anak. "Apa boleh buat, Ichsan terpaksa masuk ke LP Dewasa," kata Ketua Majelis, Pangeran Siregar. Pada 10 Juli lalu, menurut Jaksa Badrani Rasyid, Ichsan terangsang melihat Harum -- juga nama samaran -- usia 9 tahun, yang lagi jongkok tanpa celana dalam. Ichsan mengajak pelajar kelas III MIN itu ke dapur rumahnya. Di dapur itu ia menggerayangi gadis cilik tersebut. Bahkan menyenggamai. "Tapi tak semuanya masuk. Hanya ...," kata Ichsan. Mungkin karena merasa sakit, si gadis mendorong Ichsan. "Sudahlah," kata Harum. Takut Harum "menyanyi", Ichsan menyogok Harum Rp 500 ditambah 5 buah jeruk manis. Tapi usaha Ichsan percuma. Perbuatan mereka itu rupanya diintip dua orang adik Harum, yang belakangan memberi tahu ayah mereka, Moh. Ali. Ali melaporkan kejadian itu ke pengetua adat dan juga polisi. Pengetua adat di desa itu segera merembukkan perdamaian. Nasir, 33 tahun, ayah Ichsan, diwajibkan membayar ganti rugi Rp 250 ribu kepada ayah Harum. Ali pun setuju, karena, menurut visum, selaput dara Nur masih utuh. Sayangnya, polisi, yang sebelumnya telah menerima pengaduan Ali, tak peduli dengan putusan pengetua adat itu. Ichsan ditangkap. Baru tiga hari kemudian anak itu dikeluarkan dari tahanan atas jaminan kepala desa setempat. Tapi seminggu setelah itu Ichsan ditahan kembali. Sesuai dengan petunjuk Mahkamah Agung, persidangan memang berlangsung tertutup. Hanya saja, perkara itu, berdasarkan kesepakatan hakim dan jaksa, diperiksa hakim majelis. "Tapi kami tak pakai toga dalam sidang itu," kata Pengeran Siregar. Sebagai ketua majelis, Siregar mengaku sebenarnya tak berniat memasukkan anak itu ke LP. Ia, katanya, semula berniat mengembalikan Ichsan kepada orangtuanya. KUHP memang memberikan tiga pilihan bagi hakim untuk menghukum anak-anak di bawah umur: dikembalikan ke orangtua, dijadikan anak negara, atau dihukum penjara -- asal dikurangi sepertiga dari hukuman orang dewasa. Ia, kata Siregar, tak mungkin memutuskan Ichsan sebagai anak negara, karena di kota itu tak ada Bispa. Ia juga tak setuju menghukum anak tersebut, karena tak ada LP Anak di kota itu. Maka, satu-satunya pilihan Siregar adalah mengembalikan Ichsan kepada ayahnya, Nasir. Apalagi Nasir, kendati dari pagi sampai sore berjualan sayur, masih bisa diharapkan membimbing anaknya. Buktinya, Ichsan diserahkannya ke sekolah agama. Selain itu, Ichsan juga ikut kursus mengetik. Malam hari, Nasir memaksa anak pertama dari lima bersaudara itu mengaji. "Sepupu saya juga mengajari anak itu setiap hari," kata Nasir kepada TEMPO. Tapi, kata Siregar, dalam sidang majelis, ia kalah suara melawan dua anggota majelis yang lain. Rekan-rekan Siregar rupanya hanya melihat Ichsan terbukti berbuat cabul, dan karena itu harus dihukum. Memang sudah nasib bagi Ichsan. Ia di sidang itu tak didampingi pembela. Celakanya, ayahnya, Nasir, buta hukum pula sehingga tak mengajukan banding. Akibatnya, vonis itu segera berkekuatan tetap. Padahal, jika saja perkara itu sempat banding, besar kemungkinan nasib Ichsan bisa diubah. Pengadilan Tinggi Jawa Tengah, misalnya, akhir Maret 1983 memutuskan Sinyo, 12 tahun, dan Nonik, 11 tahun -- keduanya nama samaran -- sebagai tahanan kota. Padahal, sebelumnya, Pengadilan Negeri Sragen menghukum kedua bocah kakak-adik itu masing-masing 15 dan 5 tahun. Mereka dipersalahkan bersama orangtua dan neneknya telah membunuh pembantu rumah tangga mereka, Kasinem. Nasib Ichsan ternyata tak sebaik Sinyo dan Nonik. "Ah, biarlah. Baik atau jahat, anak itu saya serahkan kepada Allah," kata Nasir, bagaikan putus asa. Monaris Simangunsong dan Irwan E. Siregar (Biro Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini