Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

AIDS, Ancaman Global

WHO Asia Tenggara mengadakan pertemuan di New Delhi, India.Dihadiri 11 wartawan dan wakil pemerintah. Pertemuan difokuskan pada kampanye mencegah AIDS. pengetahuan soal AIDS di Asia minim.

23 Desember 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERAMBATAN AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) di Asia makin terlihat. Angka kejangkitan di India dan Muangthai sudah tercatat melewati 1.000. Di India ada 1.196 orang terancam kehancuran daya tahan tubuh. Mereka sudah tertular virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Di Muangthai, angka terjangkit virus penyebab AIDS itu sudah di atas 10.000 orang. Hasil pengetesan darah di Myanmar malah menampilkan perbandingan mengejutkan. Dari 18.274 yang menjalani tes, ditemukan 266 positif. Persentase ini termasuk tinggi. Bandingkan dengan di Indonesia: dari 57.757 tes yang dilakukan, hanya 12 sampel darah tercemar HIV. Dan di Sri Lanka, dari 63.387 yang menjalani tes, 13 yang tertular. Mengantisipasi kenyataan itu, Selasa hingga Jumat pekan silam WHO (Organisasi Kesehatan Sedunia) untuk wilayah Asia Tenggara -- berbeda dengan batasan ASEAN -- mengadakan konsultasi regional. Delapan negara anggota yang mengirim wakil-wakilnya adalah India, Muangthai, Myanmar (dulu Burma), Mongolia, Bhutan, Sri Lanka, Maladewa, dan Indonesia. Pertemuan di pusat WHO Asia Tenggara di New Delhi itu berfokus pada kampanye mencegah AIDS. Tema ini sejalan dengan pilihan WHO: mengutamakan penyebaran informasi AIDS yang menjadi bagian strategi pencegahan. Karena itu, peserta pertemuan terbatas itu adalah mereka yang terlibat publikasi dan kampanye pencegahan AIDS. Media massa diwakili 11 wartawan media cetak dan elektronik. Sedang untuk wakil pemerintahan, diundang enam pejabat kementerian kesehatan yang terlibat menyuplai data tentang AIDS. Hadir pula tiga ahli komunikasi massa seperti Dr. Nyonya Anchalee Leesavan (Muangthai), Prof. J.S. Yadav (India), Gerald Frape, konsultan tetap WHO dari Australia. Dalam sidang dua hari yang dipimpin dr. Sumarjati Arjoso dari Indonesia ini, terungkap berbagai masalah dalam mendistribusikan informasi AIDS. Misalnya, di sektor media massa masih tercatat berbagai berita sensasi, sehingga mencemaskan masyarakat. Dan di beberapa negara, ada pula lembaga kesehatan pemerintah yang masih bersikap tertutup. Dalam pertukaran pengalaman para peserta selama pertemuan itu, terungkap mengapa sering lahir berita spekulatif, tidak akurat, dan menghebohkan. Laporan wartawan dari Nepal, Myanmar, Bhutan, Maladewa, yang bergantung pada sumber resmi, menunjukkan bahwa mereka sulit mendapat informasi teknis mengenai AIDS. Justru itu, Jitendra Tuli, Kepala Bidang Informasi WHO Asia Tenggara, mengakui bahwa banyak informasi AIDS yang dilempar ke tengah masyarakat, hingga kini, kurang efektif. Hasil evaluasi WHO menunjukkan, pengetahuan masyarakat mengenai AIDS di Asia nyaris tak ada kemajuan. Padahal, isu AIDS sudah berusia hampir 10 tahun. "Maka, WHO perlu mendorong terjadinya interaksi sektor-sektor informasi yang menghasilkan publikasi AIDS," kata Tuli. Karena masalah-masalah tadi, beberapa pokok rekomendasi yang dihasilkan sidang pada hari terakhir, tak terungkap yang baru. Para ahli komunikasi massa tetap menganjurkan pertukaran keahlian di antara sektor informasi yang terlibat. "Pejabat kesehatan dan para dokter perlu mengkaji proses bagaimana informasi tersebar," kata Nyonya Leesavan. Sementara itu, Yadaf menganjurkan spesialisasi untuk pengelola berita kesehatan di media masing-masing. Rekomendasi yang relatif baru berasal dari usulan Gerald Frape. Ahli program kampanye ini menyarankan penyebaran informasi juga melibatkan media yang populer di kalangan bawah. "Misalnya, komik dan koran kuning bagi kaum miskin di lingkungan urban. Sedangkan media tradisional dipakai untuk masyarakat pedalaman," katanya. Rekomendasi yang juga dinilai baru: di Asia perlu dibangkitkan cara berpikir global dalam menghadapi ancaman AIDS. Rekomendasi yang berasal dari usulan Indonesia ini berdasar pada kenyataan bahwa banyak negara Asia yang mengabaikan ancaman AIDS. Mungkin karena angka penderita AIDS di negara-negara itu masih rendah. Untuk mengatasi sikap ini, diperlukan kampanye yang tekanannya pada pengungkapan ancaman AIDS di masa mendatang. Dan ancaman itu sulit diatasi tanpa kerja sama seluruh negara. Kampanye semacam ini telah berhasil membangkitkan, misalnya, kesadaran lingkungan dan gerakan antinuklir yang tidak lagi mempedulikan batas-batas negara. Ancaman utama AIDS memang kemusnahan penduduk planet bumi di masa mendatang. Dalam jangka 10 ahun, sejak Penderita Pertama ditemukan di Amerika Serikat (1981-1991), penderita AIDS di dunia jumlahnya meningkat dua kali lipat setiap dua tahun. Pada 1991, WHO memproyeksikan angka penderita mencapai 1,2 juta. Ini berarti, pada 1993 menjadi 2,4 juta, dan 5 juta pada 1995. Gila, tidak satu pun penyakit dalam sejarah umat manusia yang jumlah penderitanya meningkat semacam ini. Proyeksi itu belum diperhitungkan pola penyebaran di negara berkembang. Karena kurangnya fasilitas kesehatan, demikian perkiraan para ahli, perambatan AIDS di negara berkembang akan berlangsung lebih cepat. Muangthai, misalnya, sudah menunjukkan tanda-tanda tersebut. Penderita di Muangthai, April tahun ini, tercatat masih 11 orang, dan 5.685 lainnya terjangkit virus HIV. Tapi belum lagi satu tahun, yaitu November lalu, angka penderitanya naik hampir tiga kali lipat: 31 orang. Sedangkan jumlah yang tertular naik nyaris dua kali lipat, 11.936 orang. Sementara itu, selama sepuluh tahun ini usaha medis mengatasi AIDS terus mengalami kegagalan. Belum ada tanda ditemukan vaksin untuk mencegah penyebarannya. Juga belum tampak harapan di sektor pengobatan. Bahkan percobaan menggunakan AZT -- obat paling diandalkan melawan virus HIV -- pertengahan tahun ini dinyatakan gagal pula.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus