Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia berkukuh bukan pelaku utama dalam kasus pengawalan anggaran dana alokasi khusus dan dana insentif daerah di Kementerian Keuangan. “Kalau tidak ada peran Rifa dan tim yang memberikan informasi kepada saya, saya tidak akan tahu,” kata Yaya kepada wartawan Tempo, Linda Trianita, awal Juli lalu. Rifa yang dimaksud adalah Rifa Surya, Kepala Seksi Subdirektorat Dana Alokasi Khusus Non-Fisik. Di persidangan, Rifa tidak membantah tuduhan bekas koleganya itu. Yaya juga menyeret sejumlah nama lain, termasuk Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Bahrullah Akbar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagaimana Anda memperdagangkan informasi mengenai anggaran di Kementerian Keuangan ke daerah-daerah yang berkepentingan?
Awalnya Rifa memberi tahu saya bahwa dia akan diangkat menjadi Kasi (Kepala Seksi) Dana Alokasi Khusus (DAK) pada 2015. Kalau sudah jadi Kasi DAK, dia mengajak menjual info ke daerah. Jadi bukan ide saya karena Rifa yang di DAK. Kalau tugas pokok dan fungsi (tupoksi) saya tentu tidak bisa dan tidak ada kewenangan.
Anda dan Rifa dibantu pihak lain di Kementerian Keuangan?
Uang hasil menjual info anggaran itu kami kumpulkan di apartemen di Matraman, Jakarta Pusat. Penempatan uang di sana juga atas usul Rifa karena dia bilang sebelum-sebelumnya dikumpulkan di apartemen itu. Dan kunci apartemen yang memegang empat orang. Selain saya dan Rifa, ada dua orang lagi dari tim Rifa.
Siapa saja yang bisa mengakses uang hasil memperdagangkan info anggaran itu?
Tiap saya tanya siapa yang pegang, katanya ada beda tim. Harus Rifa yang bongkar ini. Kalau mau bongkar permainan di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Rifa yang tahu karena dia sering menyebut nama seseorang.
Bagaimana proses penentuan anggaran atau dana alokasi khusus?
Dalam sidang disampaikan oleh Direktur Dana Perimbangan bahwa dana alokasi khusus merupakan aspirasi DPR dan Kementerian Keuangan. Direktur juga bersaksi bahwa DPR minta tambahan ke Kementerian Keuangan dan disetujui. Masak, saya yang dibilang mafia. Ada mafia anggaran lain. Saya eselon IV dan bukan tupoksi saya. Seharusnya saya kenanya pasal penipuan, bukan korupsi. Karena saya cuma dapat data dari Rifa. Dan Rifa sering bilang, kalau daerah mau, harus bayar.
Anda juga mempunyai jaringan dalam memperdagangkan informasi anggaran ini, seperti Wakil Bendahara Umum Partai Persatuan Pembangunan Puji Suhartono, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan?
Bukan jaringan, tapi mereka teman kuliah doktoral di Universitas Padjadjaran. (Di persidangan Yaya pada Desember 2018, Puji mengaku mengenal terdakwa. Tapi dia membantah terlibat jaringan pengaturan anggaran bersama Yaya.)
Saat kuliah pula Anda dekat dengan Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar, yang disebut-sebut merekomendasikan kepala daerah Kabupaten Tabanan, Bali, untuk mendapat anggaran dari Kementerian Keuangan?
Kebetulan saya dan Pak Puji sama-sama dipromotori Prof BA (Bahrullah Akbar). Prof BA tahunya saya di Kementerian Keuangan, tapi tidak tahu jabatan dan tupoksi saya. Prof BA hanya tahu saya di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Orang-orang menganggap semua pegawai di Ditjen Perimbangan Keuangan bisa mengurus dana alokasi khusus (DAK) dan dana insentif daerah (DID). Padahal saya Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman, hanya mengurusi nonteknis.
Bagaimana komunikasi Bahrullah dengan Anda ihwal pengurusan anggaran Kabupaten Tabanan?
Prof BA mengirim pesan WhatsApp kepada saya, kemudian Dewa (I Dewa Nyoman Wiratmaja, anggota staf khusus Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti) mengirimi saya SMS. Prof BA meminta Dewa bertemu dengan saya. Dalam pesan WhatsApp-nya, Prof BA menyampaikan ada teman dari Tabanan, Pak Dewa, ingin berjumpa untuk berkonsultasi tentang DAK dan DID. Kemudian saya menginfokan kepada Rifa. Sebab, kalau Rifa tidak ada, saya tidak bisa menjelaskan secara detail.
(Saat dimintai konfirmasi mengenai perannya dalam kasus Kabupaten Tabanan dan Halmahera Timur, Bahrullah Akbar enggan berkomentar. Ia tak menjawab pertanyaan Tempo mengenai tuduhan tersebut dan mengaku sedang bertugas ke Norwegia dan Polandia dalam dua pekan terakhir. “Mohon maaf, saya sedang bertugas di luar,” kata Bahrullah melalui pesan WhatsApp.)
Selain berbicara soal Tabanan, Anda berkomunikasi dengan Bahrullah soal alokasi anggaran untuk Kabupaten Halmahera Timur?
Waktu itu awalnya Halmahera Timur minta opini wajar tanpa pengecualian (WTP) ke BPK karena syaratnya DID harus WTP. Saat itu, Halmahera Timur masih wajar dengan pengecualian.
Mengapa Anda tidak membuka info-info ini sejak awal saat penyidikan dan persidangan?
Karena dilarang penasihat hukum saya yang dulu kabur membawa uang teman-teman. Penasihat hukum saya ini juga yang melarang saya mengajukan diri sebagai justice collaborator.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo