Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

McLaren di Kantor BPK

Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Bahrullah Akbar disebut ikut mengatur anggaran daerah di Kementerian Keuangan. Kesaksian pemberi komisi dan pelaku utama.

20 Juli 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
McLaren di Kantor BPK/TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EMPAT bulan mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Yaya Purnomo mempertanyakan keterlibatan pihak lain dalam peng-usutan kasusnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Bekas Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Direktorat Jenderal Per-imbangan Keuangan Kementerian Keuang-an itu menyatakan bukan aktor utama -pengurusan anggaran untuk pemerintah daerah di lembaganya. “Saya tidak punya kewenangan dan akses dalam pengalokasian anggaran,” kata Yaya, sekitar awal Juli lalu.

Yaya divonis enam setengah tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta pada 4 Februari lalu. Hakim menganggap dia terbukti menerima gratifikasi Rp 3,74 miliar, Sin$ 325 ribu, dan US$ 53.200. Duit tersebut berasal dari pejabat Pemerintah Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara; Kabupaten Kampar dan Kota Dumai, Riau; serta Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara. Dia juga menerima besel dari pejabat Pemerintah Kota Balikpapan, Kalimantan Timur; Kabupaten Karimun, Riau; Kota Tasikmalaya, Jawa Barat; dan Kabupaten Tabanan, Bali.

Yaya mengaku informasi mengenai besaran dana perimbangan bukan di bawah kewenangannya. Ia bekerja sama dengan Kepala Seksi Subdirektorat Dana Alokasi Khusus Non-Fisik Rifa Surya, yang mengetahui daerah mana saja yang direncanakan menerima alokasi anggaran. “Karena nilai DID (dana insentif daerah) itu dari Rifa dan timnya,” ujar Yaya.

Nama Rifa sudah disebut jaksa -Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai orang yang diduga bersama-sama melakukan korupsi dengan Yaya Purnomo. Saat ini Rifa berstatus saksi. Di persidangan Yaya, Rifa tak membantah tuduhan bekas koleganya itu. “Saya bersama Yaya Purnomo mengurus informasi anggaran di Kementerian Keuangan,” katanya saat bersaksi untuk Yaya pada Oktober 2018.

Yaya menyatakan ditawari Rifa “memperdagangkan” informasi alokasi anggaran beserta pengawalannya saat akan diangkat sebagai kepala seksi di Subdirektorat Dana Alokasi Khusus pada 2015. Dia dekat dengan Rifa karena bertugas di direktorat yang sama. Jika tidak ada peran Rifa dan tim Direktorat Dana Alokasi Khusus, Yaya mengklaim tak akan tahu mengenai informasi penganggaran.

McLaren di Kantor BPK/dok. TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo

Pertemanan Yaya makin luas setelah mengambil studi program doktoral di Universitas Padjadjaran, Bandung, pada 2016. Ia sekelas dengan beberapa pegawai Badan Pemeriksa Keuangan serta Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Muchammad Romahurmuziy dan Wakil Bendahara Umum PPP Puji Suhartono. Para mahasiswa ini juga mendapat promotor yang sama untuk bimbingan disertasi, yakni Bahrullah Akbar, yang juga Wakil Ketua BPK.

Menurut Yaya, Bahrullah tak hanya menjadi promotor program doktornya, tapi ju-ga berperan dalam hal pengaturan anggaran di dae-rah. Menurut dokumen persidangan, Bahrullah diduga merekomendasikan anggota staf khusus Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti, I Dewa Nyoman Wiratmaja, kepada Yaya terkait dengan pengurusan dana insentif daerah APBN 2018.

McLaren di Kantor BPK/Tempo

Atas arahan Bupati Eka, Dewa menghubungi Bahrullah pada 12 Agustus 2017. Ia meminta menghadap Wakil Ketua BPK itu. Gayung bersambut, Bahrullah—yang sempat menjadi anggota BPK Wilayah VI, yang salah satunya membawahkan Bali—kenal dekat dengan Bupati Eka. Dua hari kemudian, Bahrullah disebut menerima Dewa di kediamannya di Jalan Denpasar C3 Nomor 17, Jakarta Selatan.

Meski sudah ada bukti percakapan pesan pendek, Dewa berdalih tak jadi menuju kediaman Bahrullah. Dia juga berkelit jika kedatangannya ke rumah Bahrullah disebut untuk meminta kontak orang-orang Institut Pemerintahan Dalam Negeri yang bisa dihubungi terkait dengan rencana promosi pariwisata di lembaga tersebut.

McLaren di Kantor BPK/Tempo

Namun KPK mempunyai data kuat ihwal kedatangan Dewa ke kediaman Bahrullah. Lembaga antikorupsi itu mempunyai bukti percakapan Dewa yang menghubungi Yaya pada Senin malam setelah bertemu dengan Bahrullah. Melalui pesan pendek, Dewa memperkenalkan diri kepada Yaya dan menyampaikan mendapat arahan dari Bahrullah. “Atas arahan Prof Bahrullah Akbar, izin untuk menghadap,” kata Dewa dalam pesannya kepada Yaya. Yaya baru merespons pesan Dewa keesokan harinya dan meminta bertemu pada jam makan siang di Metropole, Cikini, Jakarta Pusat.

Dalam pertemuan itu, Yaya didampingi Rifa Surya menyampaikan kepada Dewa, “Sayang, kita dekat dengan Abang tapi tidak pernah dapat.” Maksud pernyataan Yaya itu adalah pejabat Kabupaten Tabanan dekat dengan Bahrullah Akbar tapi tak pernah mendapat jatah dana insentif daerah yang besar.

Yaya beserta Rifa juga menyampaikan agar Dewa segera mengajukan usul dana insentif daerah dan akhir Agustus harus sudah masuk ditujukan kepada Menteri Keuangan. Proposal itu tak diserahkan ke kantor Kementerian Keuangan, tapi melalui Yaya. Dewa lantas menghubungi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penelitian Pengembangan Pemerintah Kabupaten Tabanan Ida Bagus Wiratmaja untuk menyiapkan proposal tersebut. Dalam pengajuan usul itu, Bupati Eka membuat surat pengantar sendiri.

Yaya mengatakan tak akan menemui Dewa jika bukan arahan dari Bahrullah. Ia juga menyatakan tarif pengawalan ini sebesar 3 persen dari nilai dana insentif dae-rah yang ditetapkan Kementerian Keuang-an untuk Kabupaten Tabanan sejumlah Rp 51 miliar. Menurut Yaya, duit itu akan dibagi tiga, yakni untuk dia, Rifa, dan Bahrullah. “Karena di sana kunci-kunciannya kencang,” ucap Yaya kepada Dewa.

Yaya juga sempat bertanya kepada Dewa ihwal kedekatan Bahrullah dan Eka hingga mau membantu pengawalan dana insentif daerah. Menurut Dewa dalam dokumen tersebut, Bahrullah adalah mentor Eka. Saat Eka berulang tahun dan ketika bedah buku pada 2015, Bahrullah selalu hadir.

Di persidangan Yaya Purnomo pada 17 Desember 2018, Dewa mengatakan ia diminta memberikan commitment fee 3 persen dari dana insentif daerah APBN 2018 yang diajukan Kabupaten Tabanan. Menurut Dewa, permintaan itu disampaikan Yaya Purnomo. “Terdakwa bilang uang diserahkan kepada Bahrullah Akbar,” -tuturnya.

Bahrullah dalam keterangannya kepada penyidik membantah telah merekomendasikan Dewa kepada Yaya untuk pengawal-an anggaran. Dia berdalih kedatangan De--wa ke kediamannya untuk memintanya men-jadi pemberi makalah atau -pembahas bedah buku karya Bupati Eka. Padahal bedah buku itu sudah digelar pada 2015. “Permintaan surat itu resmi diserahkan ke sa-ya,” kata Bahrullah seperti tertuang dalam dokumen.

Selain ditengarai terlibat dalam pengawalan anggaran Kabupaten Tabanan, Bahrullah diduga terlibat dalam kasus pemberian dana alokasi khusus untuk Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara. Pada akhir 2017, Yaya dan Rifa menerima uang tunai sekitar Rp 1 miliar dari pegawai Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Halmahera Timur, Sarmin Sulaiman. “Uang ini sebagai fee dana alokasi khusus untuk Halmahera Timur,” ujar Yaya.

Dana Bancakan Daerah/Tempo

Selain mengurus dana alokasi khusus, Sarmin mengurus opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan. Dia diduga memberikan duit Rp 500 juta kepada salah satu pegawai BPK atas opini tersebut. Kepada Yaya, Sarmin menyatakan bupatinya berkomitmen memberikan Rp 1 miliar atas opini WTP untuk Kabupaten Halmahera Timur. Uang itu dibagi untuk pejabat BPK sebesar Rp 500 juta, Yaya Rp 200 juta, Puji Suhartono Rp 200 juta, dan Sarmin Rp 100 juta.

Saat dimintai konfirmasi mengenai perannya dalam kasus Kabupaten Tabanan dan Halmahera Timur, Bahrullah Akbar enggan berkomentar. Ia tak menjawab pertanyaan Tempo mengenai tuduhan tersebut dan mengaku sedang bertugas ke Norwegia dan Polandia dalam dua pekan terakhir. “Mohon maaf, saya sedang bertugas di luar,” kata Bahrullah melalui pesan WhatsApp.

Tempo sudah mengirimkan surat permohonan wawancara beserta daftar pertanyaan kepada Bahrullah, tapi sampai pekan lalu belum dibalas. Surat permohonan wawancara itu dititipkan ke kantor Bahrullah dan dikirimkan juga melalui pesan WhatsApp ke nomor telepon selulernya. Bahrullah sudah mengetahui adanya surat permohonan wawancara beserta daftar pertanyaannya, tapi ia tetap menolak menjawab. “Ke humas saja,” ujarnya.

Tempo sudah bertemu dengan Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Internasional BPK Juska Meidy Enyke Sjam dan Kepala Bagian Pengelolaan Informasi BPK Lily Sri Haryati seputar tuduhan kepada Bahrullah tersebut, tapi keduanya meminta pernyataan mereka tak dikutip.

Bupati Ni Putu Eka Wiryastuti juga eng-gan mengkonfirmasi soal arahannya kepada I Dewa Nyoman Wiratmaja untuk mengawal anggaran melalui Bahrullah Akbar dan Yaya Purnomo. “Saya ada acara ke Surabaya. Jadi mohon maaf belum bisa wawancara,” katanya.

Selain berhubungan dengan pejabat BPK, Yaya Purnomo menjalin hubungan dengan anggota Dewan Perwakilan Rak-yat, seperti politikus Demokrat, Amin Santono, dan politikus Partai Amanat Nasio-nal, Sukiman. Amin telah divonis delapan tahun bui pada Februari lalu. Sedangkan Sukiman baru ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 25 Maret lalu.


 

Selain ditengarai terlibat dalam pengawalan anggaran Kabupaten Tabanan, Bahrullah diduga terlibat dalam kasus pemberian dana alokasi khusus untuk Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara.

 


 

Yaya berkolaborasi dengan Puji Suhartono mengatur sejumlah daerah yang ingin mendapatkan dana insentif daerah dan dana alokasi khusus dari Kementerian Keuangan. Dalam persidangan Desember tahun lalu, saat bersaksi untuk Yaya, Puji mengakui bahwa Romahurmuziy—biasa disapa Romy—menyebut mereka sebagai makelar. Alasannya, kata dia, mereka kerap memakelari pengawalan alokasi dana untuk daerah dan rekomendasi pemilihan kepala daerah dari partai.

Menurut salinan dokumen persidangan, Puji menyebutkan praktik makelar ini dengan istilah “McLaren”. Menurut dia, istilah itu awalnya disampaikan Romy. “Pak Romy menyebut Pak Yaya ‘McLaren’, artinya makelar. Beliau (Yaya) kan di Kemenkeu, tapi kok mengurusi rekomendasi pilkada juga,” ujar Puji kepada jaksa KPK.

Menurut Puji, Yaya beberapa kali meminta dukungan partai Ka’bah untuk calon kepala daerah tertentu. Pertama, Yaya meminta dukungan PPP untuk calon Bupati Kuningan, Jawa Barat, yang merupakan anak Amin Santono. Kedua, Yaya meminta dukungan untuk Rudy Erawan dalam pemilihan Gubernur Maluku Utara. Atas permintaan Yaya itu, Romy menyampaikan, “Sampean ini seperti tim McLaren saja,” ucap Puji menirukan pernyataan Romy kepada Yaya.

Adapun kuasa hukum Muchammad Romahurmuziy, Maqdir Ismail, menyatakan kliennya mengenal Yaya Purnomo dan Puji Suhartono yang merupakan teman studi doktoral di Universitas Padjadjaran. Sedangkan Bahrullah Akbar adalah pengajar mereka. “Tapi Pak Romy mengaku tidak tahu apa yang dilakukan mereka,” tutur Maqdir. Romy kini mendekam di Rumah Tahanan KPK karena tersandung kasus suap dan gratifikasi terkait dengan jual-beli jabatan di Kementerian Agama.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan lembaganya terus mengembangkan penanganan perkara ini. Ia memastikan KPK tak akan berhenti mengusut keterlibatan sepuluh daerah yang mendapat fasilitas pengawalan anggaran dari Yaya Purnomo. “Kalau alat buktinya kuat, tentu kami usut,” ujar Agus.

LINDA TRIANITA, MADE ARGAWA (BALI)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus