Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Yudha Arfandi, terdakwa dalam kasus pembunuhan Dante, putra dari Tamara Tyasmara dan Angger Dimas, menghadapi tuntutan hukuman mati yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin, 23 September.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tuntutan hukuman mati diajukan karena tindakan Yudha Arfandi dinilai "kejam dan tidak manusiawi." Selain itu, Yudha dianggap tidak menunjukkan penyesalan ataupun pengakuan atas tindakannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JPU juga menyebut bahwa Yudha sering memberikan kesaksian yang berbelit selama proses persidangan, serta tindakannya menyebabkan penderitaan mendalam bagi keluarga korban.
Apa itu hukuman mati?
Dilansir dari fahum.umsu.ac.id, hukuman mati adalah kebijakan hukum yang memungkinkan suatu negara atau sistem hukum untuk memberikan hukuman mati kepada pelaku kejahatan berat.
Namun, hukuman mati tidak berlaku di semua negara dan banyak ditentang oleh berbagai sistem atau organisasi internasional. Hukuman ini dianggap bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia.
Hukuman mati di Indonesia
Dilansir dari lbhmasyarakat.org, KUHP Baru yang disahkan oleh DPR dan Presiden pada akhir tahun 2022 masih mencantumkan hukuman mati sebagai salah satu bentuk pemidanaan di Indonesia. Meskipun hukuman mati tetap ada, KUHP Baru tidak lagi menganggapnya sebagai hukuman utama seperti dalam KUHP lama. Ini berarti hukuman mati kini bukan lagi bentuk pemidanaan yang bersifat utama.
Dalam penerapannya, KUHP Baru mengatur bahwa hukuman mati dapat dijatuhkan sebagai alternatif bersama hukuman penjara seumur hidup atau penjara maksimal 20 tahun, sesuai dengan Penjelasan Pasal 98 KUHP Baru.
Secara konsep, skema alternatif ini mengubah status tindak pidana yang bersifat khusus menjadi tindak pidana yang sangat serius atau luar biasa, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 67 KUHP Baru, yang mencakup kejahatan narkotika, terorisme, korupsi, serta pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.
Kriteria kejahatan hukuman mati
Hukuman mati di Indonesia awalnya diatur dalam Pasal 11 jo Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kemudian diperbarui dan dijelaskan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964.
Undang-undang ini menyatakan bahwa hukuman mati merupakan bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan oleh pengadilan, atau dalam beberapa kasus tanpa pengadilan, terhadap seseorang akibat tindakannya. Prosedur pelaksanaan hukuman mati dilakukan dengan cara ditembak.
Menurut Pasal 10 KUHP, hukuman mati termasuk dalam kategori pidana pokok. KUHP juga menguraikan jenis-jenis kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati.
1. Makar membunuh kepala negara (Pasal 104 KUHP),
2. Mengajak negara asing untuk menyerang Indonesia (Pasal 111 ayat 2 KUHP)
3. Memberikan pertolongan kepada musuh pada saat Indonesia dalam keadaan perang (Pasal 124 ayat 3 KUHP),
4. Membunuh kepala negara sahabat (Pasal 140 ayat 4 KUHP),
5. Pembunuhan yang direncanakan lebih dahulu (Pasal 340 KUHP)
6. Pencurian dan kekerasan oleh dua orang atau lebih dan mengakibatkan seseorang mengalami luka berat atau mati (Pasal 365 ayat 4 KUHP)
Selain itu, kejahatan berupa penyalahgunaan narkotika juga diancam dengan hukuman mati. Hal ini tertuang dalam beberapa pasal di UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ada pula pelaku tindak pidana korupsi yang juga diancam hukuman mati sesuai Pasal 2 Ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
SUKMA KANTHI NURANI | HARIS SETYAWAN