Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Belajar Inovasi dari AS, Indonesia Perlu Ekosistem RIset dan Berpikir Kritis

Ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi (iptekin) atau dalam global disebut sebagai science, technology, and innovation (STI) menjadi salah satu elemen kunci dalam mendorong dan mempercepat pembangunan ekonomi di suatu negara.

30 Maret 2022 | 15.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL -- Ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi (iptekin) atau dalam global disebut sebagai science, technology, and innovation (STI) menjadi salah satu elemen kunci dalam mendorong dan mempercepat pembangunan ekonomi di suatu negara. Perkembangan kebijakan iptekin di Indonesia jauh tertinggal dibanding dengan negara yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) maupun negara dalam Newly Industrializing Economies (NIEs). Indonesia sebagai negara berkembang menjadikan negara maju sebagai best pratices, melalui proses meniru secara langsung, mereplikasi, mengadaptasi, ataupun mengabsorbsi iptekin dan sistem inovasinya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Amerika Serikat, inovasi di sektor industri terus dilakukan untuk memastikan transformasi ekonomi yang berkelanjutan. Pengajar Teknik Mesin dan Robot, Departemen Teknik, University of California, Berkeley, George Anwar, memaparkan” Kolaborasi UC Berkeley dengan sektor swasta dan pemerintah sudah terjalin dalam 10 tahun terakhir ini, misalnya dalam rekayasa gen manusia, pengembangan panel surya untuk kebutuhan energi terbarukan, dan lainnya.” jelasnya dalam webinar STI Policy Lecture Series ke 5, 2021, bertajuk "Praktik Inovasi Industri di Amerika Serikat dan Indonesia" yang digelar beberapa bulan yang lalu

George Anwar melanjutkan, “Model Kolaborasi Triple Helix di Amerika Serikat telah berhasil dilakukan, prosesnya dari pemerintah pusat, misalnya dalam hal ini Departement of Defense (DOD) United State mengirimkan request for proposal (RFP) kepada UC Berkeley untuk Riset & Development (R&D) persenjataan militer. Kemudian UC Berkeley mengirimkan proposal penelitian dan menerima grant dalam kurun waktu tertentu. Setelah berhasil melakukan riset, UC Berkeley bekerjasama dengan Industry Locked Martin untuk transfer teknologi dan memulai pabrikasi. Pada akhirnya, pihak DOD sebagai user akhir sekaligus inisiator awal menjadi penerima manfaat R&D ini,” jelasnya. 

Anggaran R& D di Amerika sebesar 3 persen dari GDP pada 2019. Total pendanaan riset pada 2021 mencapai 1,05 Milyar Dolar, yang berasal dari pendanaan negara bagian atau federasi sebesar 605 Juta Dollar, 229 juta dari lembaga non profit, 118 Juta Dollar pemerintah pusat dan lembaga lainnya, 63 Juta Dollar dari industri dan sisanya 39 Juta Dolar dari UC Berkeley. Sebanyak 66 perusahaan start up Berkeley start up berhasil  memperkerjakan 1543 orang California dan menghasilkan  pendapatan195 Juta Dollar, beserta loyalty bidang farmasi sebesar 87,5 Juta Dolar

Menurutnya, “Keberhasilan pengembangan inovasi di AS, didukung ekosistem riset dan pola pikir masyarakat yang terbentuk dari kecil untuk selalu kritis dengan keadaan sekitar. Riset adalah masa depan. Di era global yang semakin kompetitif, keunggukan komparatif menjadi pertimbangan utama bagi pemerintah atau , perusahaan swasta  untuk mencari sumber penyedia teknologi baik di dalam ataupun di luar negeri.  George Anwar mencontohkan keberhasilan anak Indonesia seperti Sutardja Brother- sebagai pendiri perusahaan semikonduktor Marvell, Dr Novalia Pishesha, pengembang Vaksin Covid, dan 

Stefanie Senjaya, Peneliti Future Molten Salt Reactor. Ketiga mahasiswa Indonesia di UC Berkeley ini menjadi kandidat penerima nobel pada 2017. Persentasi terbesar dari negara berkembang, dari total mahasiswa yang berjumlah 60 orang saja. 

Sementara itu, Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang kemudian diperbarui dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, menggaris bawahi kebijakan teknologi dan inovasi dapat mempercepat pembangunan ekonomi. Kebijakan teknologi mendorong aktivitas  pengembangan dan perekayasaan teknologi yang menghasilkan paten, lisensi, dan produk  yang siap dihilirkan ke industri (ready-to-market products). Sementara kebijakan inovasi sebagai upaya pemerintah untuk mendorong aktivitas riset dan pengembangan dapat dihillirkan menjadi produk-produk bernilai ekonomi. Seringkali implementasi kebijakan tersebut tidaklah berjalan sesuai dengan rencana atau tidak mencapai tujuan, karena berbeda konteks dan kontennya. Intervensi khusus dari pemerintah sangat penting dilakukan untuk menumbuhkembangkan iptekin nasional berdasarkan kekuatan dan sumber daya lokal yang dimilikinya.

Ditempat terpisah, Trina Fizzanty, Peneliti pada Pusat Riset Ekonomi, Badan Riset dan Inovasi Nasional, menjelaskan , “Industri manufaktur di Indonesia pada umumnya mengembangkan produk inovasi melalui proses learning (Doing,Using, Interacting) dan teknologinya sudah banyak di pasar, misalnya teknologi lingkungan. Selain itu pengembangan produk yang sudah ditentukan oleh pasar, yaitu industri garmen,. Hanya sebagian kecil industri mengadopsi teknologi tinggi, seperti pada industri medis dan farmasi, ataupun teknologi yang sama sekali baru di pasar, yaitu bioplastic. ‘ 

Trina melanjutkan, “Inovasi sebagai proses yang muncul dalam sistem multi aktor dimana proses jejaring internal dan eksternal mengambil bagian untuk menjamin fleksibilitas dan kecepatan inovasi. Proses inovasi dimulai dari memperoleh ide  untuk mencari solusi atas masalah kemudian dikembangkan melalui proses R&D dan non-R&D, seperti misalnya tech localization, partnership, experts, training.  Pandemik covid-19 dan semakin cepatnya proses transformasi digital, sangat diperlukan “revisiting the process atau management of innovation”. Diperlukan pemahaman terhadap perubahan atau cara-cara baru berbisnis dan memastikan tidak ada yang tertinggal atau inclusive dan berkelanjutan . Untuk itu diperlukan kebijakan inovatif yang mampu mempercepat proses pemulihan paska pandemik, “ ujar Trina menutup acara webinar ini. (*)

Prodik Digital

Prodik Digital

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus