Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL -- Indonesia memiliki pekerjaan rumah yang besar: mencari metode yang tepat guna agar Pancasila mampu menginternalisasi generasi milenial. Kini bukan saatnya indoktrinasi, tetapi melibatkan anak muda dalam realitas sehari-hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak pemberlakuan TAP MPR No. XVIII/MPR/1998 dengan bubarnya BP7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), terjadi efek domino di bidang pendidikan. Yakni penggantian mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) menjadi Kewarganegaraan berdampak pada generasi yang kurang mengenal nilai-nilai Pancasila.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sekarang dengan mudah masuk ideologi asing yang dibenarkan oleh sebagian generasi milenial, padahal tidak selaras dengan nilai-nilai bangsa,” ujar Deputi Bidang Pengkajian dan Materi BPIP FX Adji Samekto dalam Dialog Kebangsaan. Era globalisasi dan digitalisasi turut memengaruhi kondisi kekinian.
Adji menyadari, BPIP sebagai lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk membumikan kembali Pancasila, harus mengikuti arus zaman. “Penggunaan instrumen seperti media sosial, podcast, dan lainnya, merupakan beberapa cara yang kami lakukan,” ujarnya.
Penerapan sila-sila Pancasila oleh tokoh-tokoh daerah dan nasional juga dapat memengaruhi minat generasi milenial. Misalnya aksi Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriani yang mengendarai sepeda motor mengantarkan bantuan langsung tunai (BLT) ke beberapa desa terpencil di Seko, Sulawesi Selatan. Berita yang viral ini menarik minat generasi milenial.
Indah, yang juga menjadi panelis di Dialog Kebangsaan ini, mengatakan yang dia lakukan yakni memanusiakan manusia. Artinya, tindakannya merupakan penghayatan nilai-nilai Pancasila tanpa perlu merasa paling Pancasilias.“Diawali dengan memanusiakan manusia, dengan sendirinya nilai-nilai Pancasila bisa menginternalisasi dalam kehidupan masyarakat kami di Luwu Utara,” katanya.
Anjas Pramono, panelis yang mewakili generasi milenial, mengatakan BPIP harus bekerja lebih keras menemukan teladan.“Kita belum menemukan influencer yang mengkampanyekan Pancasila,” kata mahasiswa Teknik Informatika Nebraska Omaha University di Amerika Serikat ini. Anjas yang sempat mengecap kuliah di Universitas Brawijaya, Malang, mengamati sejumlah temannya di tanah air tidak mau mengikuti pelajaran Kewarganegaraan karena tidak sepaham dengan ideologinya.
Faktanya saat ini sebagian pola pikir generasi mileneal telah terpengaruh ideologi transnasional dan kaum fundamentalis. Influencer yang memperjuangkan Pancasila kalah bersaing dengan influencer ideologi asing di jagat maya. “Tugas pemerintah sekarang menguatkan Pancasila. Harapannya, BPIP menjadi garda terdepan kita, Pancasila harus rebranding dan mengikuti perkembangan zaman,” kata Anjas yang juga Duta Icon Pancasila 2019 tersebut.
Kehadiran BPIP sudah diharapkan kalangan muda. Kongres Pancasila yang digagas Universitas Gajah Mada dan Universitas Airlangga pada 2011, membuat rekomendasi agar negara harus memiliki lembaga khusus yang mengurusi Pancasila. Mereka berpendapat agar pendidikan Pancasila tidak lagi dihilangkan dari sekolah. “Tak heran muncul kaum ekstrim, kaum fundamentalis. Ini menyebabkan Indonesia kehilangan satu generasi yang mendalami Pancasila,” kata Peneliti Muda Pusat Studi Pancasila UGM Diasma Sandi Swandaru.(*)