Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Desa Kesiman Petilan, Denpasar, Bali adalah desa padat penduduk yang terdiri atas 2.526 kepala keluarga (kk) dengan jumlah 9.000 jiwa. Kawasan dengan luas 290 hektare ini, bertahun-tahun tidak lepas dari persoalan kawasan padat penduduk, yaitu sampah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sampah yang tadinya menjijikkan, kini disulap menjadi berkah bagi warga sejak 2 Desember 2017. Saat itulah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sima Sari Dana didirikan. Uji coba pengelolaan sampah melalui BUMDes itu ternyata berhasil mengubah sampah menjadi pundi-pundi rupiah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua BUMDes Sima Sari Dana Budi Ketut Sima mengakui, BUMDes yang baru berjalan selama enam bulan ini mendapat sambutan hangat warga. Sampah yang biasanya dibiarkan menggunung dijual ke BUMDes. Warga sehari-hari gelisah dengan gundukan sampah, kini berbalik seolah bersahabat dengan sampah.
“Dampak ekonominya sudah kelihatan dari pembelian bank sampah. Dulu masyarakat yang belum mengerti manfaat sampah, karena bicara sampah pasti menjijikkan. Sekarang sudah terinspirasi kalau sampah bisa menghasilkan uang,” ujarnya saat menerima kunjungan dari peserta Forum Tematik Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat (Bakohumas) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Selasa, 24 Juli 2018.
BUMDes Sima Sari Dana memilah sampah menjadi dua bagian, yakni sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik dikelola sendiri menjadi pupuk, sedangkan sampah an organik dijual kepada perusahaan pengelola sampah. “Untuk hasil pupuk yang kami kelola sendiri dari sampah organik itu, pemasaran kami yang pertama warga sekitar yang memang banyak pecinta tanaman, termasuk para petani. Kalau proses pembuatan pupuknya masih manual, karena yang kami lakukan adalah ingin membuat pupuk bagus tanpa terkontaminasi dengan zat kimia,” ujarnya.
Untuk membeli sampah warga, lanjut Budi, BUMDes Sima Sari Dana menyiapkan empat kendaraan operasional untuk berkeliling dan menjemput langsung sampah warga setiap harinya. Setelah dikumpulkan, sampah dipilah menjadi sampah organik dan anorganik. Selanjutnya sampah organik kembali dibagi menjadi dua bagian, yakni sampah kering dan sampah basah. Sampah kering diolah menjadi pellet, sedangkan sampah basah diolah menjadi pupuk. “Jadi awalnya itu masyarakat desa ini mengeluhkan sampah, akhirnya ketika musyawarah desa disetujui BUMDes ini, unit sampah. Jadi sampah masyarakat yang menjadi masalah ini diambil dan diolah,” katanya. (*)