Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

27 th bpd ja-tim berkiprah

Bank pembangunan daerah (bpd) jawa timur kian berkembang pesat. asset totalnya (juni 1988) rp 209. 819.586.000 & laba sebelum pajak rp 2.805.802.000. gambaran utuh sebuah lembaga keuangan yang dipercaya.

3 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Timur kian berkembang pesat. Asset totalnya (Juni 1988) Rp 209.819.586.000 dan laba sebelum pajak Rp 2. 805. 802. 000. Dalam lima tahun terakhir ini, peningkatan rata-rata per tahunnya sangat mengesankan: Modal Sendiri 4Z,57%, Giro 55, 72%, Deposito 22,50%, Tabungan 46,19%, dan Kredit 47,45%. Agustus lalu BPD Ja-Tim merampungkan gedung barunya, senilai Rp 11,8 milyar. Angka dan data ini kian mengukuhkan gambaran utuhnya sebagai lembaga keuangan yang sehat dan terpercaya. BANK Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Timur Jelas bukan nama yang asing di propinsi paling timur Pulau Jawa itu. Didirikan pada 1961 untuk ikut mempercepat proses pertumbuhan di daerah tersebut, BPD Ja-Tim berhasil menempatkan dirinya sebagai bank yang sehat di wilayahnya. Bank yang kini benusia 27 tahun ini sungguh telah menjadi suatu gambaran utuh sebuah lembaga keuangan yang dipercaya. Dengan seketika kepada kita dapat ditunjukkan buktinya. Dalam data dan angka yang mampu berbicara. Pada empat tahun yang lalu (Maret 1984) misalnya, posisi Modal Sendiri bank tersebut tercatat pada angka Rp 6.327 juta yang melesat menjadi empat kali lipat pada Maret 1984: Rp 25.354 juta. Posisi giro per akhir Maret 1984 Rp 19.024 juta, yang melipat hampir lima kali -- Rp 91.047 juta -- seperti yang direkam empat tahun kemudian. Dalam rentang waktu yang sama, poli deposito juga membaik dengan mengesankan: Rp 15.813 juta pada akhir Maret 1988 dibandingkan Rp 7.227 juta empat tahun sebelumnya. Jadi melipat dua. Kenaikan lebih dari empat kali dialami oleh tabungan bank tersebut, dari Rp 1.011 juta per akhir Maret 1984 menjadi Rp 4.577 juta empat tahun kemudian. Di sektor perkreditan, grahknya juga menaik. Posisi kredit, seperti yang dicatat BPD Ja-Tim pada akhir Maret 1984 adalah Rp 21.571 juta, yang melipat lebih dari empat kali pada empat tahun kemudian. Angka per akhir Maret 1988 itu adalah Rp 90.462 juta. Secara prosentase, peningkatan rata-rata per tahun selama lima tahun terakhir adalah: Modal Sendiri 42,57%, Giro 55,72%, Deposito 22,50%, Tabungan 46,19%, dan Kredit 47,45%. Maka dengan sendirinya, BPD Ja-Tim meraih keuntungan yang lumayan. Pada 30 Juni 1988, assetnya yang tercatat mencapai Rp 209.819.586.000. Laba sebelum pajak, juga per 30 juni lalu, Rp 2.805,802 juta. Dengan sisa laha 1987 sebesar Rp 5.063.347.000, jumlah keseluruhan laba yang direkam sampai waktu terakhir itu menjadi Rp 7.869.149.000. Dengan laba itu, BPD Ja-Tim berharap dapat memhangun gedung untuk BPD di kabupaten dan kotamadya di seluruh Jawa Timur. "Itu semua dicapai ketika perekonomian Indonesia, termasuk perekonomian Jawa Timur, mengalami tekanan-tekanan akihat pengaruh ekonomi dunia yang tetap lesu," ujar Drs. Ec. S. Supoyo, Ak., yang sejak 11 Juli lalu menjalani masa jabatannya yang pertama selaku direktur utama Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur. "Kami pantas merasa bangga," R. Ahdul Azis, SH, direktur umum bank tersebut, menimpali. Berbagai kendala memang dihadapi perekonomian Indonesia pada tahun-tahun terakhir ini. Antaranya: kemerosotan harga minyak bumi dalam suasana perekonomian yang masih lesu, tindakan proteksi dari beberapa negara industri, dan lemahnya pemasaran. Semua itu mengharuskan perekonomian Indonesia melakukan beragam terobosan. Turunnya harga minyak bumi dengan tajam, kita ketahui, telah menyebabkan neraca pembayaran menerima serangkaian tekanan sangat berat, terutama merosotnya -- secara tajam pula -- penerimaan pemerintah dari salah satu sumber pembiayaan pembangunan yang utama itu. Untungnya, berkat seperangkat kebijaksanaan pemerintah yang tepat, perekonomian Indonesia tahun-tahun 1986, 1987, dan bahkan 1988 masih berkembang dengan mantap. Ekonomi masih tetap tumbuh dan harga-harga masih dapat dikendalikan pada tingkat yang wajar. Toh tekanan terhadap neraca pembayaran -- dalam prospek harga minyak yang masih suram -- tetap harus diantisipasi. Pada 12 September 1986, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan devaluasi rupiah terhadap dolar sebesar 31%, diikuti penerapan sistem nilai tukar baru berdasarkan perhitungan Special Drawing Rights (SDR). Ini ditambah lagi dengan tiga paket kebijaksanaan penunjang: 6 Mei 1986, 25 Oktober 1986, dan 15 Januari 1987. Tujuannya untuk mendorong (daya saing) ekspor nonmigas dan penanaman modal (swasta). Buat lebih merangsang pemasukan modal dan dana luar negeri, pemerintah juga menghapuskan ketentuan pagu swap ulang pada Bank Indonesta. Hasilnya, laju pertumhuhan ekonomi Indonesia, yang diukur dengan Produk Domestik Bnuto (PDB) atas dasar harga konstan 1983, naik menjadi 2,9% pada 1986 dibandingkan 1,9% pada tahun sebelumnya. Kenaikan ini akibat tumbuhnya sektor pertanian sehesar 2,5%, pertambangan 4,2%, perindustrian 5,5%, perdagangan 3%, antaranya. Dalam perdagangan luar negeri, nilai ekspor 1986/1987 secara keseluruhan turun, dari $ 18.616 juta menjadi $ 13.697 juta (26,40%). Penyebabnya adalah menurunnya nilai ekspor migas dari $ 12.437 juta menjadi hampir separuhnya (43,98%): $ 6.966 juta, yang disebabkan terutama oleh meningkatnya beberapa mata dagangan utama. Sebaliknya, nilai impor 1986/1987 mengalami penurunan dari $ 12.552 juta menjadi $ 11.451 juta (8,77%). Ini terjadi pada impor oleh perusahaan migas -- dari $ 2.474 juta menjadi $ 2.095 juta (15%) -- di samping oleh bukan perusahaan migas, dari $ 10.078 juta menjadi $ 9.356 juta (7,16%). Dengan demikian, neraca perdagangan masih surplus, yakni sebesar $ 2.246 juta. Jumlah uang yang beredar dalam pengertian sempit pada 1986/ 1987 mencapai Rp 11.500 milyar -- meningkat 9,78% dibandingkan tahun sebelumnya. Penyebabnya: naiknya jumlah uang kartal (12,47%) dan giral (7,29%), sehingga posisinya menjadi Rp 5.673 milyar dan Rp 5.827 milyar. Sementara itu, laju inflasi pada tahun yang sama mencapai 8,83% -- 3,17% lebih tinggi dari tahun sebelumnya. "Kenaikan ini erat kaitannya dengan diterapkannya kebijaksanaan devaluasi pemerintah," ujar seorang ahli dari kalangan BPD Ja-Tim sendiri. Di sektor perbankan, dana masyarakat berbentuk deposito berjangka pada 1986/1987 mencapai Rp 11.448 milyar -- naik 25.95% dibandingkan dengan 38,87% pada tahun sebelumnya. Pinjaman perbankan pada kurun yang sama terlihat meningkat pula, yang secara keseluruhan mencapai Rp 27.852 milyar -- naik 24,7% dibandingkan dengan 16% pada tahun sebelumnya. Menyimak gambaran perkembangan ekonomi Indonesia di atas, terlihat bahwa masalah pokok perekonomian Indonesia 1986 dan 1987 bersumber pada faktor eksternal dan internal. Dari faktor eksternal, yang dominan adalah merosotnya harga minyak bumi di pasar internasional yang berdampak negatif terhadap neraca pembayaran Indonesia. Dalam faktor internalnya, antara lain berupa lemahnya daya beli masyarakat dan lembeknya daya saing produksi nasional di pasar luar negeri sedang pasar dalam sendiri karenanya menjadi semakin jenuh. Kedua faktor ini pada gilirannya berpengaruh sangat menentukan bagi perekonomian daerah, termasuk di Jawa Timur. Buktinya, pertumbuhan ekonomi Ja-Tim -- yang direncanakan tumbuh sebesar 5% setahunnya dalam Pelita IV -- pada 1986 hanya tumbuh 4,7% (atas dasar harga konstan). Untuk mencapai pertumbuhan seperti yang direncanakan (5% per tahun), pada 1987/1988 Jawa Timur diperhitungkan memerlukan investasi sebesar Rp 3,94 trilyun -- Rp 1,38 trilyun dari sektor pemerintah dan Rp 2,56 trilyun lainnya dari sektor swasta. "Di dalam menghimpun investasi swasta inilah -- melalui peningkatan dan mobilisasi perbankan diharapkan mampu berperan aktif," ujar Drs. R. Soedjalmo Prawiroseputro, direktur BPD Jawa Timur. Produk Domestik Regional Bnuto (PDRB) Jawa Timur pada 1986 mencapai Rp 14,51 trilyun. Bila dibandingkan dengan jumlah Rp 12,81 trilyun pada tahun sebelumnya, ini berarti peningkatan sebesar Rp 1,7 trilyun (13,27%). Di bidang perdagangan luar negeri, nilai ekspor 1986/1987 daerah ini berjumlah $ 144,84 juta. Angka tersebut, jika dibandingkan dengan jumlah $ 197,04 juta pada 1985/1986, menunjukkan penurunan sebesar $ 52,20 juta (26,49%). Sedang nilai impor 1986/1987 mencapai jumlah $ 173,69 juta, yang jika dibandingkan dengan nilai tahun sebelumnya -- $ 113,79 juta berarti terjadi peningkatan sebesar $ 59,90 juta (52,64%). Di sektor perbankan, posisi dana masyarakat -- berbentuk giro, deposito herjangka, dan tabungan pada akhir Maret 1987 berjumlah Rp 1.682.711 juta. Angka ini, bila dibandingkan dengan posisi akhir Maret 1986 yang sebesar Rp 1.343.983 juta, menunjukkan peningkatan sebesar Rp 338.728 juta (25,20%). Posisi kredit perbankan di Jawa Timur pada akhir Maret 1987 mencapai Rp 3.315.662 juta -- naik sebesar Rp 373.633 juta (12,70%) dari keadaan pada tahun sebelumnya. Dari jumlah itu, hank pemerintah menyumbang Rp 2.582.983 juta pada akhir Maret 1987. Ini berarti naik sejumlah Rp 439.005 juta (5,10%) dibandingkan posisinya pada tahun terdahulu. Sumbangan bank swasta nasional sebesar Rp 686.956 juta pada kurun waktu yang sama -- turun Rp 83.448 juta (5,47%) dibandingkan keadaan per akhir Maret 1986. Seberapa jauh peranan Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur di sini? Membandingkan angka 1986 (Rp 27.647 juta) dengan angka 1987 (Rp 45.723 juta), dirut bank tersebut berkesimpulan, "Peranan kredit Bank Pembangunan Daerah Ja-Tim jelas semakin meningkat." Misalnya, kenaikan dari 0,94% pada 1986 menjadi 1,38% pada tahun berikumya. Angka-angka yang sebelumnya sudah dikemukakan pada bagian-bagian pertama tulisan ini bisa menjawab pertanyaan tadi lebih jauh. UNTUK mencapai sukses dan kepercayaan masyarakat seperti disebut di atas bukan saja memerlukan waktu yang panjang tetapi juga dasar falsafah dan cita-cita yang besar serta kebijaksanaan perusahaan yang tepat. Sebagai perusahaan yang bernaung di bawah Pemerintah Daerah Jawa Timur, pendirian BPD Ja-Tim pada 27 tahun yang lalu tentunya juga ditupang oleh undang-undang dan peraturan yang ada. Ketika Soewondo Ranuwidjojo dan Kolonel Surachman -- selaku Gubernur/Kepala Daerah tingkat I dan Panglima Kodam VIII/Brawijaya waktu itu -- mendirikan Bank Pembangunan Daerah Ja-Tim, mereka terdorong oleh cita-cita dan kehendak untuk ikut bertindak mempercepat pertumbuhan perekonomian di wilayah tersebut. Memilih tanggal 17 Agustus (1961) sebagai hari pendirian BPD Ja-Tim jelas juga mencerminkan keinginan untuk menjadikannya sebagai pelaksana cita-cita kemerdekaan Indonesia: mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Maka dengan akte Notaris Anwar Mahajudin No. 2 tanggal 17 Agustus 1961 dan landasan hukumnya berpedoman pada PP No. 1/1955, bemdirilah PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur yang pemilik sahamnya adalah Pemda tingkat I dan II daerah tersebut. Ternyata, perkemhangan lehih lanjut memerlukan penyesuaian. Dengan diundangkannya UU No. 13/1962 tentang ketentuan pokok Bank Pembangunan Daerah sambil memperhatikan UU No. 14/1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, pada 10 Juli 1976 Pemda Ja-Tim menetapkan Perda No. 2/1976. Perda inilah yang mengubah nama PT Bank Pemhangunan Daerah Jawa Timur menjadi Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur saja. Berikutnya, UU No. 13/1962 memheri kepada BPD Ja-Tim fungsi dan peranan sehagai pemberi pinjaman bagi investasi, perluasan dan pembanguan proyek pembangunan daerah, baik yang dilaksanakan pemerintah maupun swasta. Sumber dananya berasal dari pengerahan dana masyarakat (lewat deposito dan pengeluaran kertas berharga jangka menengah dan panjang). Kemudian, UU No. 14/1967 memberi kepadanya perluasan ruang gerak dan bidang usaha. Yaitu berupa izin menerima simpanan dalam bentuk giro dan tabungan, pemberian kredit jangka pendek, serta penyertaan modal pada berhagai perusahaan. Mengemban tugas mempercepat pelaksanaan tugas di daerah, BPD Ja-Tim kemudian dianggap perlu untuk lebih dikembangkan peranan dan fungsinya. Maka tugas dan wewenangnya pun semakin tegas dan jelas lewat UU No. 5/1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Hal ini semakin mantap dengan keluarnya Perda No. 14/1980, yang isinya antara lain mengubah modal dasar BPD Ja-Tim dari Rp 1 milyar (Perda No. 2/1976) menjadi Rp 5 milyar. Perda No. 29/1984 menaikkan lagi modal dasar perusahaan tersebut menjadi Rp 15 milyar, lalu malahan menjadi Rp 40 milyar. Perubahan terakhir dimungkinkan melalui Pcrda No. 6/1987. Kemampuan permodalan memang merupakan salah satu tolok ukur kepercayaan masyarakat terhadap operasional perbankan, termasuk operasional BPD Ja-Tim. Seperti telah dikemukakan terdahulu, dengan posisi Modal Sendiri, Giro, Deposito dan Tabungan per akhir Maret 1988 masing-masing sehesar Rp 25.354 juta, Rp 91.047 juta, Rp 15,813 juta, dan Rp 4.577 juta, kepercayaan itu semakin dikukuhkan. Apalagi dengan kemampuan pemherian kredit yang meningkat mencolok dari tahun ke tahun. Telah disebut pula bahwa posisi kredit per akhir Maret 1988 mencapai Rp 90.462 juta, yang terdiri dari kredit jangka pendek sebesar Rp 37.620 juta dan kredit jangka panjang Rp 53.121 juta. Di bidang perkreditan ini, patut dicatat beberapa keberhasilan BPD Ja-Tim yang bermarkas besar di Surabaya itu. Pertama, diperkenankannya bank tersebut sebagai bank pelaksana langsung pemberian Kredit Investasi Kecil dan Kredit Modal Kerja Permanen (KIK/KMKP) sejak Juli 1980. Pada mulanya, urusan ini dilakukan melalui co-financing dengan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo). Kedua, diperkenankannya BPD Ja-Tim menyalurkan Kredit Kelayakan. Ketiga, sejak Mei 1984 BPD Ja-Tim diizinkan memberikan Kredit Modal Kerja dalam rangka Keppres No. 29/1984 yang merupakan pengganti Keppres No. 14A/1980. Kemudian, yang keempat, hank pengelola keuangan Pemda tingkat I dan Pemda tingkat II di Ja-Tim ini juga memhiayai kredit untuk angkutan pedesaan di beberapa daerah. Kelima, menyalurkan Kredit Profesi Guru. Keenam, memberikan kredit bagi proyek intensifikasi tembakau Besuki Na-Oogst dan tembakau Lumajang Voor-Oogst. Ketujuh, BPD Ja-Tim telah menyediakan fasilitas kredit sampai dengan Rp 75 juta untuk mendorong peranan swasta dalam pembangunan dan meningkatkan kemampuan permodalan pengusaha golongan ekonomi lemah. Sesuai dengan fungsinya sebagai bank pembangunan, BPD Ja-Tim lebih menekankan pada pemberian kredit jangka menengah panjang ketimbang kredit jangka pendek. Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah, bank ini ikut menyalurkan kredit prioritas tinggi untuk menunjang kegiatan ekonomi golongan ekonomi lemah. Dan ternyata, pemberian KIK KMKP dalam lima tahun terakhir cenderung meningkat. Pada Maret 1988 tercatat Rp 8.557 juta yang disalurkan untuk jenis kredit ini. Untuk Kredit Kelayakan, BPD Ja-Tim mencapai peningkatan sangat tinggi. Kalau pada Maret 1984 tercatat $ 1.110 juta yang disalurkan, pada Maret 1987 jumlahnya melipat lima (Rp 5.707 juta), yang lalu melonjak pada angka Rp 11.185 juta dalam tahun berikutnya. Peningkatan rata-rata setiap tahun selama lima tahun terakhir adalah 166,68%. Kredit Profesi Guru (KPG) ternyata cukup banyak peminatnya. Ini terlihat dari angka Rp 715 juta pada Maret 1984, yang naik menjadi Rp 4.816 juta pada Maret 1987, dan meningkat lagi menjadi Rp 6.485 juta pada tahun kemudiannya. Peningkatan rata-rata setiap tahun selama lima tahun terakhir tak kurang mengesankan: 123,26% . Dalam rangka mewujudkan delapan jalur pemerataan, khususnya pemerataan kesempatan kerja dan pemhagian pendapatan, pada 1980 di Jawa Timur dilaksanakan proyek percontohan penyediaan kredit dengan persyaratan mudah dan murah kepada masyarakat pedesaan di 22 kecamatan di Madura. Disebut Kredit usaha Rakyat Kecil (KURK), pada nasabahnya dikelompokkan (10 sampai 15 orang) berdasarkan kesamaan wilayah, kesamaan tempat usaha, kesamaan usaha, atau kesamaan jumlah pinjaman. Sesuai dengan SK Gubernur Jawa Timur No. 4/1983 dan No. 197/1984, BPD Ja-Tim sebagai pembina ditugaskan melatih para petugas KURK di desa dalam hidang teknis dan cara pemherian kredit. Sebagai pengawas ekstem, BPD melatih pengawas intern di desa, sambil juga mengkoordinasikan pelaporan hasil pelaksanaan kredit yang tanpa agunan dan bunga, dan berkisar antara Rp 10.000 sampai Rp 100.000 ini. KURK ini sudah mencapai akumulasi perputaran sehesar Rp 9,6 milyar. Untuk KURK, BPD memperoleh pinjaman dari US Aid sehesar US$ 1,5 juta dengan bunga 3% per tahun (pinjaman lunak selama 20 tahun). DI SAMPING mengelola dana kas Pemda tingkat I dan II di daerahnya, BPD Ja-Tim kita ketahui juga menghimpun dana masyarakat. Yaitu melalui tabanas (termasuk tapelpram: tabungan pelajar dan pramuka), deposito, dan giro. Sambil memberikan suku bunga 15% untuk saldo tabungan sampai Rp 1 juta dan di atasnya, bank ini juga menawarkan perangsang menarik lainnya. Yakni berupa jaminan dari Bank Indonesia, bebas dari pajak kekayaan atas bunga serta bea meterai untuk warkat penyetoran. "Yang tak kalah menariknya adalah dimungkinkannya tabungan sebagai jaminan kredit," papar seorang pengusaha kecil yang menjadi nasabah BPD Ja-Tim. Untuk deposito, jumlah tahungan minimal yang dapat diterima sebesar Rp 500.000. Tingkat bunganya, sejak 1 April 1988 telah dinaikkan menjadi: 15% per tahun untuk jangka satu bulan, 16% per tahun untuk tiga bulan, 17% per tahun untuk enam bulan, dan 18,5% untuk jangka 12 bulan. Perseorangan, perusahaan, perseroan, dan instansi pemerintah semuanya dapat menjadi nasabah giro. Tabungan pertama untuk perseroan terbatas (PT) Rp 1 juta, sedang untuk badan hukum lainnya dan perseorangan minimal Rp 500.000, dan instansi pemerintah Rp 250.000. Tingkat jasa giro untuk jumlah di atas Rp 1 juta sampai Rp 10 juta sebesar 0,25% per bulan dan 3% per tahun. Di atas Rp 10 juta hingga Rp 50 juta 0,33% per bulan dan 4% per tahun. Lebih dari Rp 50 juta sampai Rp 100 juta 0,41% per bulan dan 5% per tahun. Di atas Rp 100 juta hingga Rp 500 juta 0,50% per bulan dan 6% per tahun. Sedang di atas Rp 500 juta sebesar 066% per bulan dan 8% per tahun. Bank yang memiliki 14 cabang dan satu unit kas mohil (di Mojokerto) ini juga menyediakan jasa perbankan lainnya. Yaitu berupa garansi (jaminan) bank, transfer (kiriman) uang, inkasso, dan penerbitan referensi bank. BPD Ja-Tim menerbitkan bank garansi yang dilaksanakan sendiri, sedangkan surity bond dilakukan dalam kerja sama dengan Perum Jasa Raharja. Meraih nilai Rp 22.271 juta per Maret 1988, peningkatan rata-rata bank garansi setiap tahunnya sebesar 29,17%. Telah diketahui, BPD Ja-Tim adalah pengelola kas daerah Jawa Timur -- terakhir, 1987/1988, mengelola 20 kas Pemda. Di bawah pengelolaannya, saldo giro Pemda tingkat I Rp 33.343 juta, sedang saldo giro Pemda tingkat II Rp 7.977 juta, sehingga keseluruhannya menjadi Rp 41.320 juta. Dalam tahun 1987/ 1988, pendapatan BPD Jawa Timur sebesar Rp 21.851 juta -- meningkat 47,87% dibandingkan perolehan tahun sebelumnya. Seluruh biaya yang dikeluarkan pada masa yang sama Rp 17.038 juta -- meningkat 55,24% dari biaya tahun 1986/1987. Saldo laba sebelum pajak Rp 4.813 juta, yang berarti naik 26,59% dibandingkan tahun sebelumnya. Membandingkan perkembangan selama lima tahun terakhir, pendapatan rata-rata BPD Ja-Tim adalah 38,57% perkembangan rata-rata biaya 36,69%, dan perkembangan rata-rata laba 59,17%. Semua data ini kian memperjelas sosok Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur sebagai bank yang sehat dan terpercaya. Terhadap laba yang diperoleh itu, Perda No. 2/1976 dengan pengesahan Gubernur Ja-Tim menetapkan kebijaksanaan laba dengan sebaik-baiknya. Rinciannya adalah: Cadangan umum 20%, Cadangan tujuan 20%, Dana Pembangunan Daerah 15%, Dana Kesejahteraan Pegawai 7,5%, Jasa produksi 7,5%, dan Deviden 30%. SEJUMLAH kegiatan lainnya, seperti kerja sama dengan pihak luar, riset, dan promosi harus dilakukan untuk menunjang perusahaan pelayanan kepentingan umum seperti BPD Ja-Tim ini. Di samping dengan Bapindo dan Uppindo, bank tersebut juga menjalin kerja sama dengan PT Bahana -- dalam rangka pemberian kredit -- dan dengan PT Askrindo, dalam rangka asuransi kredit. Kerja sama untuk mendorong kegiatan pasar modal dilakukan dengan PT Danareksa, dan dengan Perum Jasa Raharja untuk penerbitan surety bond. Lalu juga dengan Bank Duta, di bidang perkreditan, pendanaan, dan pendidikan. Untuk keperluan yang terakhir, BPD Ja-Tim juga bekerja sama dengan IKIP Negeri Surabaya, ALLPIA Jakarta, dan LPPI Jakarta. Dan, sudah tentu, dengan BPD-BPD lainnya, khususnya di bidang KURK. Sebagai agen pembangunan, BPD Ja-Tim tentunya hanus memiliki organisasi yang sehat. Ini hanya dapat dicapai melalui pengembangan sumber daya manusia, meningkatkan suasana kerja yang baik, serta meningkatkan penghasilan dan jaminan masa depan karyawannya. Sasaran itu harus dicapai melalui peningkatan pendidikan dan pengembangan karyawan, mengusahakan keseimbangan jumlah pegawai antara kantor pusat di Surabaya dan cabang-cabang, dan antara berbagai penyandang tingkat pendidikan. Jumlah pegawai BPD Ja-Tim pada akhir Maret 1988 sebanyak 775 orang, terdiri dari 360 pegawai kantor pusat dan 415 pegawai kantor cabang. Menurut tingkat pendidikannya, mereka terbagi atas 52 sarjana, 182 sarjana muda, dan 541 orang lainnya berpendidikan SLTA ke bawah. Karyawan yang cukup tanpa organisasi yang baik adalah sia-sia. Hal ini mungkin yang mendorong Mendagri melalui keputusannya bernomor 236/1976 mengeluarkan Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Bank Pembangunan Daerah, yang tentunya berlaku juga bagi BPD Ja-Tim. Lebih jauh, sejak April 1984 BPD Jawa-Timur melakukan perombakan struktur organisasinya yang ditandai dengan pembentukan biro-biro dan pembenahan bagian-bagiannya. Pembenahan selanjutnya dilaksanakan dengan berpedoman pada SK Mendagri No. 584-450 tanggal 7 Mei 1987. Lalu, melalui SK Direksi BPD Ja-Tim No. 054/BPD/ 88 tanggal 3-8-1988 di tetapkan susunan Direksi BPD Jawa Timur, dengan Drs. Ec. S. Supoyo, Ak., sebagai direktur utama. Sedang direktur-direktur ditempati R.Abdul Azis, SH, dan Drs. R. Soedjalmo Prawirosepoetro. Sampai di sini, gambaran Bank Pemba,ngunan Daerah Jawa Timur sebagai lembaga keuangan yang sehat dan dapat dipercaya menjadi utuh. Namun sudah menjadi harapan semua pihak yang terkait agar keberhasilan tersebut dapat ditingkatkan. Bagaimana sesungguhnya prospek BPD Ja-Tim? MENYIMAK perkembangan perekonomian dunia dan nasional selama beberapa tahun terakhir, dapat diduga bahwa pada tahun-tahun mendatang yang dekat ini kehidupan perekonomian Indonesia memerlukan serangkaian terobosan baru. Dalam hal ini terutama untuk mengkompensasikan Fenurunan penerimaan devisa sebagai akibat merosotnya harga minyak di pasar dunia. Situasi ekonomi yang masih tidak menentu ini, serta keadaan keuangan negara yang cukup memprihatinkan, mendorong BPD Ja-Tim mengadakan penyesuaian kembali program-program perusahaan. Dalam mengantisipasi keadaan itu, di bidang pengerahan dana, usaha-usaha BPD Ja-Tim diarahkan untuk menggali sumber dana murah yang mungkin. Sasarannya untuk mencapai struktur dana yang sehat dan dinamis melalui peningkatan modal yang disetor, dana pinjaman dan dana masyarakat sebagai pelengkap sambil mengusahakan pengelolaan dana sektoral/pusat yang diterima daerah. Pada akhir Maret 1987, realisasi dana masyarakat mencapai 49% di atas anggaran. Diharapkan, jumlah dana masyarakat pada periode berikutnya meningkat sebesar 32% dari anggaran tahun sebelumnya. Posisi dana pinjaman pada akhir Maret 1987 lebih rendah dari yang dianggarkan. Dana pinjaman itu terdiri dari pinjaman likuiditas Bank Indonesia, PT Uppindo, Bapindo, dan lainnya. Diharapkan, bantuan pinjaman Bank Indonesia, yang dipakai untuk kredit jangka panjang, jumlahnya pada tahun-tahun mendatang dapat disesuaikan dengan kebutuhan setiap tahunnya. Di samping itu, tentu, juga dilakukan pengembangan modal sendiri. Di bidang perkreditan, pada akhir Maret 1987 posisi kredit Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur mencapai 1% lebih besar dari anggaran. Diharapkan pula, pada periode berikutnya dapat meningkat sebesar 37% dari anggaran tahun sebelumnya. Operasi perkreditan 1987/1988 lebih diarahkan penyebarannya kepada pembiayaan-pembiayaan yang menunjang usaha golongan ekonomi lemah. Juga untuk mendorong kesempatan kerja dan mendukung pengadaan barang ekspor. Itulah memang yang sangat perlu diupayakan dalam masa perekonomian yang masih lesu ini: menyiapkan sebanyak-banyaknya lapangan kerja dan mengekspor sebanyak-banyaknya barang. GEDUNG BARU CANGGIH SEHARGA RP. 11,8 MILYAR Sembilan hari menjelang HUT-nya yang ke-27, 17 Agustus lalu, Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur siap memasuki gedung barunya yang mentereng di Jalan Basuki Rachmat, Surabaya. Untuk apa gedung baru, hanya untuk mengikuti mode bermegah-megahkah? "Pendirian gedung ini untuk meningkatkan pelayanan, antara lain," ujar R. Abdoel Azis, SH, kepada wartawan dua hari menjelang hari peresmian. Ini jelas bukan jawaban yang mengada-ada. Soalnya, memang, Gedung BPD lama di Jalan Garuda -- bersebelahan dengan terminal Jembatan Merah yang terkenal itu -- cukup sumpek untuk menampung sekitar 30 ribu nasahah BPD Ja-Tim. "Ruang parkir kita terbatas sekali di kantor lama itu," tutur Sang Direktur, yang juga pimpinan proyek pemhangunan Gedung BPD yang baru. Dengan keadaan yang serba ketinggalan zaman, gedung lama BPD tak lagi memadai untuk menampung tiga aktivitas utamanya: sebagai bank pembangunan, bank umum, dan kas daerah. Sebagai bank umum, BPD Ja-Tim juga memherikan pinjaman jangka pendek seperti KIK, KURK, dan juga KMKP. Dan juga menangani giro, deposito, serta tabungan seperti tabanas, taska, dan tapelpram. Maka, untuk meningkatkan pengembangan perangkat keras (hard-ware), cara kerja dan metode (soft-ware) termasuk struktur organisasi, BPD memandang perlu melakukan usaha konsolidasi. Gedung di Jalan Rajawali dan Garuda, keduanya di Surabaya, sebagai cikal bakal BPD jelas sudah ketinggalan zaman, sehingga sejak 4 Maret 1985 timbul gagasan pindah dari kantor lama. Apalagi, menurut Azis, "BPD-BPD di propinsi lain sudah punya gedung yang representatif. Dalam hal gedung ini Ja-Tim agak tertinggal." Pada 1982, diperolehlah sebidang tanah yang cukup strategis di Jalan Basuki Rachmat, dekat Hotel Bumi Hyatt yang terkenal itu. Pada 14 Maret 1987, tiang pancang pertama ditegakkan dan dalam jangka 16 bulan berdirilah sebuah gedung yang cukip gengsi bagi BPD Jawa Timur. Bantuan berbagai pihak mempercepat pembangunannya. Bank Indonesia, misalnya, membantu dengan fasilitas kredit lunak. Ditambah juga dengan pengembangan manusia dan sistemnya. Sedang bantuan teknis perbankan diberikan oleh Lbmbaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI). Tak ketinggalan bank-bank pemerintah dan swasta lainnya. Hasilnya, Gedung BPD Ja-Tim yang sekarang bukan saja baru tetapi juga lengkap. Tak cuma mentereng tapi juga memenuhi semua persyaratan sebagai bank modern. Inilah satu-satunya gedung dengan tempat parkir bertingkat di Kota Buaya. Di atas tanah seluas 7.135 meter persegi, gedung berlantai lima itu seluruhnya memiliki luas sekitar 17.820 meter persegi. Lantai 1, dipakai sebagai cahang utama, yang di gunakan untuk pelayanan giro, tabanas, taska, dan deposito juga, akan dilengkapi dengan save deposit boxes. Lantai II, III, dan IV untuk kegiatan direksi dan ekskutif BPD lainnya. Sedang Lantai V memiliki ruang serba guna untuk segala kegiatan rapat-rapat tempat rekreasi karyawan dan untuk kegiatan olah raga. Di sini tersedia pula apa yang dengan kerennya disebut roofgarden yang bisa dipakai untuk "dinner" (santap malam) atau acara-acara malam hari lainnya. "Gudang uang" ini tentu harus aman. Karenanya, gedung baru BPD Ja-Tim sudah dilengkapi dengan sistem pengamanan yang canggih. Untuk segala yang baru dan mutakhir itu dihabiskan biaya sekitar Rp 11,8 milyar. DIREKSI BPD JA-TIM, DULU DAN KINI 1. Perioide 1961-1975 Direktur : R. Harsono Gondowijoto Pjs. Direktur : Drs. Th. A. Moeljadi. : (diangkat sebagai Pjs. Direktur II sejak April 1974) II. Periode 1975-1985 Direktur Utama : Drs. R. Soehardi Direktur I : Mockiman. Direktur II : Drs. Th. A. Moeljadi . III. Periode 4 Maret 1985 - 4 Maret 1989 Direktur Utama : Drs. Ec. S. Supoyo, Ak. Direktur : R. Ahdul Azis, SH. Direktur : Drs. R. Soedjalmo Prawirosepoetro. IV. Badan Pengawas (yang terakhir) Ketua: Drs. Soeparmanto. Anggota: 1. dr. Poernomo Kasidi. 2. Drs. Soehakir. 3. Drs. Achmad Maksjoem. 4. Drs. Ec. Ismail Noerawan. DATA PENTING SAMPAI MARET 1988 Giro Rp 90.634.930.000 Tabungan berjangkaRp 111.024.954.000 KIK+KMKP+lainnyaRp 90.461.177.000 Total asset per 31 Maret 1988= Rp 168.416.905.000 Total asset pada 30 Juni 1988= Rp 209.000.000.000

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus