Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Aktivitas pembukaan lahan dengan membakar diduga sebagai penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di beberapa wilayah rawan. Hal ini terlihat dari temuan Brigade Pengendalian Karhutla Manggala Agni Daops Muara Teweh, saat memadamkan kebakaran dengan total lahan sekitar tujuh hektare pada dua lokasi di Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, Minggu, 15 Oktober 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil pantauan Tim Manggala Agni, kebakaran seluas sekitar 0,5 hektare yang terjadi di Desa Sei Paken, Kecamatan Gunung Bintang, merupakan semak dan pohon yang telah ditebas. Sedangkan di lokasi kedua, yaitu di Dusun Hayuput, Desa Bambulung, Kecamatan Pematang Karau, lahan terbakar merupakan vegetasi pohon, ilalang, dan serasah, dengan luas sekitar 6,5 hektare. Kedua lahan tersebut diduga akan digunakan untuk lahan pertanian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terkait hal tersebut, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Raffles B. Panjaitan mengatakan, Manggala Agni terus menyosialisasikan metode pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB), serta pembuatan sekat bakar untuk mencegah pembakaran meluas. "Banyak alternatif lain yang dapat dilakukan masyarakat untuk membuka lahan selain dengan membakar, yaitu secara manual, mekanis, dan kimiawi,” ujarnya.
Menurut Raffles, upaya penyadartahuan tentang bahaya karhutla harus terus dilaksanakan oleh semua pihak. "Manggala Agni, Brigade Pengendalian Karhutla Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, akan terus melaksanakan patroli terpadu bersama dengan TNI, POLRI, juga masyarakat, untuk menyosialisasikan pencegahan kebakaran hutan dan lahan," katanya.
Sementara itu, untuk mengurangi potensi karhutla, Satgas Udara Provinsi Kalimantan Tengah melakukan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC), dengan menyebar garam sebanyak 800 kilogram di atas wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kabupaten Katingan. Upaya membuat hujan buatan ini menggunakan heli Kamov KA32. Hingga kini, telah dilakukan TMC sebanyak enam sorti dengan total garam 5,6 ton.
Adapun berdasarkan laporan Posko Dalkarhutla Kementerian Lingkungan Hidup pada Sabtu, 14 Oktober 2017 pukul 20.00, telah terpantau tiga hotspot dengan satelit NOAA, meliputi Sulawesi Selatan (dua titik) dan Sulawesi Tenggara (satu titik). Sedangkan satelit TERRA AQUA menunjukkan 16 hotspot, yaitu di Nusa Tenggara Barat (tiga titik), Sulawesi Tengah (satu titik), Nusa Tenggara Timur (10 titik), dan Sulawesi Tenggara (dua titik).
Dengan demikian, berdasarkan satelit NOAA untuk periode 1 Januari-14 Oktober 2017, terdapat hotspot 2.386 titik di seluruh Indonesia. Sedangkan pada periode yang sama di 2016, jumlah hotspot tercatat 3.542 titik. Dibandingkan dengan tahun lalu, terdapat penurunan jumlah hotspot 1.156 titik atau sebesar 32,63 persen.
Sementara, satelit TERRA-AQUA (NASA) dengan confidence level lebih dari 80 persen, mencatat terdapat 1.907 hotspot. Jumlah ini menurun 1.704 titik atau 47,77 persen, jika dibandingkan dengan 2016 pada periode yang sama, yaitu sebanyak 3.611 titik. (*)