Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL – Jakarta merupakan kota global yang akan berusia 5 abad pada 2027 mendatang. Salah satu karakteristik kota global harus menjadi wilayah yang nyaman untuk dihuni. Keamanan menjadi faktor penentu dalam menciptakan kenyamanan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jaelani, sopir bajaj yang sering berkeliling di tengah Jakarta, menjadi saksi masih minimnya keamanan untuk warga. Suatu pagi, saat sedang menunggu penumpang di dekat Lapangan Banteng, ia melihat aksi kejahatan berlangsung begitu cepat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Waktu itu masih jam 7 pagi. Saya lihat ada orang berdiri di dekat halte. Sedangkan di halte ada perempuan berdiri sambil lihat hape. Eh, ternyata orang tadi berlari dan langsung menjambret,” ucap Jaelani.
Di hari berikutnya, ia melihat lagi perempuan berbeda yang sedang berjalan di Jalan Medan Merdeka Selatan menuju kawasan Thamrin. Perempuan tersebut, Zaelani menuturkan, tiba-tiba melihat ponselnya karena berbunyi. Tiba-tiba ada motor melaju cepat dan mengambil paksa ponsel tersebut. “Perempuan itu syok. Mau teriak, tapi mungkin takut,” cerita pria asal Sampang, Madura itu.
Kali ketiga, penjambretan ponsel dilihatnya di Jalan Prajurit KKO Usman & Harun atau kawasan Kwitang. Lagi-lagi korbannya perempuan yang sedang menunggu bus. “Sebenarnya di depan galeri ini (Galeri Nasional) pas di bawah JPO juga sering ada jambret, saya sampai hafal. Tapi oknumnya bisa menyamar,” kata dia.
Mengutip laman DPRD Provinsi DKI Jakarta, parlemen daerah itu sedang gencar mendorong Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Diskominfotik) untuk mempercepat pemenuhan target pemasangan Closed Circuit Television atau CCTV di 70 ribu titik. Jumlah tersebut mengacu pada hasil kajian PWC di 2017, namun hingga Oktober lalu baru terpenuhi 4.191 titik.
“Iya, memang harus tambah CCTV,” Zaelani menanggapi. “Tapi harapan saya, jangan cuma pasang. Percuma ada CCTV kalau nggak ditindaklanjuti. Nanti sekadar untuk dilihat doang.”
Warga Cipinang Muara, Dian Handayani, sepakat dengan pemasangan CCTV ditambah secepatnya, sehingga kalau ada kejadian, petugas keamanan dapat segera bertindak. “Mungkin diperketat lagi, ada sanksinya dan dipertegas lagi. Untuk fasilitas umum, pengawasannya lebih diperketat lagi,” kata dia.
Ihwal kenyamanan sebagai penghuni kota global, pengemudi ojek online (ojol) Hendra lebih menyoroti perhatian pemerintah untuk kesejahteraan warga rentan. Menurut dia, perhatian bukanlah sekadar bantuan sosial, tetapi kebijakan yang lebih berpihak kepada masyarakat berpenghasilan rendah.
“Sekarang ini, mau dagang susah. Sedikit-sedikit digusur. Bukan direlokasi, tapi digusur. Lalu saya jadi ojol, dapat penumpang juga susah. Apalagi semenjak (pandemi) Covid-19, penghasilan semakin menurun,” tutur Hendra yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain game online di ponselnya sambil menunggu order masuk.
Kesulitan yang dialami Karyo, sopir bajaj, nyaris mirip dengan nasib Hendra saat berdagang. Yakni pelarangan di berbagai lokasi untuk parkir menunggu penumpang. “Saya orang miskin, tapi sekarang mau mangkal susah. Dulu dapat tempat ngetem, tempatnya dibangun, terus kami disetop, dilarang. Mohonlah pemerintah lebih mengerti,” tutur pria renta itu. (*)