Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL -- Konvoi rombongan pemotor di wilayah Jakarta Timur dan di beberapa wilayah lainnya dengan membawa bendera dan poster sambil membagikan selebaran yang mengampanyekan kebangkitan sistem bernegara model Khilafah merupakan bentuk pelanggaran atas hukum yang berlaku di Indonesia. Hal itu, kata Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, juga bersifat merongrong wibawa Negara Pancasila.
‘’Saya katakan ini pelanggaran hukum karena UU No. 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perpu No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi UU tegas menyebutkan tidak hanya Ormas, tetapi juga orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila,” tutur dia.
Menurutnya, terdapat ancaman sanksi pidana bagi setiap orang yang melanggar larangan tersebut yaitu sebagaimana diatur di Pasal 82A ayat (2) yaitu ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun. Ketentuan dalam UU di atas telah dinyatakan sah berlaku oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 2/PUU-XVI/2018 yang menolak permohonan pembatalan UU tersebut.
“Artinya ketentuan dalam UU ini dapat diterapkan/digunakan oleh pemerintah maupun aparat penegak hukum dalam hal terdapat orang, sekelompok orang atau Ormas yang melanggarnya,’’ kata Ahmad Basarah. Untuk itu dia meminta aparatur negara, utamanya para penegak hukum, memiliki kewenangan untuk melakukan langkah persuasif dan penegakan hukum yang efektif atas pelanggaran dimaksud.
Sistem bernegara model khilafah termasuk kategori ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila telah dinyatakan dalam putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam putusan Kasasi Nomor 27K/TUN/2019 tanggal 14 Februari 2019, MA menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 211/G/2017 pada 7 Mei 2018 yang memutuskan mengesahkan Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Melalui putusan pengadilan tersebut dinyatakan upaya mendirikan negara khilafah tanpa adanya demokrasi dan pemilu adalah perbuatan yang bertentangan dengan Pancasila. Aksi dan pemikiran seperti itu pun tidak sesuai dengan konsep nasionalisme seperti termaktub di sila ketiga Pancasila.
‘’Pertimbangan lainnya dalam putusan pengadilan tersebut adalah kegiatan-kegiatan menyebarluaskan ajaran atau paham khilafah arah dan jangkauan akhirnya adalah bertujuan mengganti Pancasila dan UUD Tahun 1945 serta mengubah NKRI menjadi negara khilafah,’’ kata Dosen Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia ini.
Ahmad Basarah mengatakan, dengan jelas dan terangnya aturan hukum di Indonesia perihal larangan penyebaran paham khilafah, hendaknya segenap warga negara Indonesia memahami sekaligus mematuhinya. "Dalam hal masih ada warga negara baik pribadi maupun kelompok yang melakukan tindakan penyebaran paham khilafah maka hendaknya aparatur negara bertindak tegas, sama halnya dengan ketika ada warga negara yang menyebarkan paham ateisme, komunisme/marxisme-leninisme yang juga jelas-jelas dinyatakan bertentangan dengan Pancasila.” (*)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini