Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan pergantian kepemimpinan di Amerika Serikat dari Presiden Donald Trump ke Joe Biden, harus tetap memberikan efek positif bagi peningkatan kerjasama Indonesia - Amerika Serikat. Dalam lawatannyake AS awal November 2020, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (MenkoMarves) Luhut Panjaitan telah bertemu Presiden Donald Trump dan Wakil Presiden Mike Pence di White House.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasilnya, Indonesia yang diwakili Duta Besar Indonesia untuk AS, Muhammad Lutfi dan Presiden EXIM Bank Amerika, Kimberly Reed, menandatangani MoU senilai USD 750 juta atau sekitar Rp 10,5 triliun. MoU ini untuk memperkuat partisipasi AS dalam berbagai sektor pembangunan antara lain energi, infrastruktur, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, pelayanan kesehatan, dan lingkungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, ada juga penandatanganan Letter of Interest (LoI) dari United States International Development Finance Corporation (DFC) akan menginvestasikan USD 2 miliar, setara Rp 28,3 triliun, untuk Sovereign Wealth Fund/SWF (Lembaga Pengelola Investasi di Indonesia).
“Kedua perjanjian tersebu tditandatangani di akhir periode pemerintahan Presiden Trump, karenanya kita perlu mengawal jangan sampai ada perubahan di masa pemerintahan Presiden Joe Biden," ujar Bamsoet dalam FGD kerjasama MPR RI dengan Brain Society Center (BS Center) bertema 'Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Kepentingan Ekonomi NKRI di Era Joe Biden', di MPR RI, Jakarta, Rabu 2Desember2020.
Komunitas global berharap terpilihnya Joe Biden akan mengoreksi berbagai kebijakan kontroversial Trump. Bagi Indonesia, hadirnya 'Biden effect' diharapkan mendorong lahirnya berbagai kebijakan yang akan member nilai kemanfaatan.
"Beberapa aspek yang bersinggungan dengan kepentingan politik dan kepentingan ekonomi Indonesia pasca terpilihnya Joe Biden, antara lain penyelesaianLaut China Selatan, dimana Indonesia punya kepentingan menjaga wilayah Zona Ekonomi Eksklusif di Perairan Natuna," kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini memperkirakan, meskipun Joe Biden akan mengambil kebijakan yang lebih lunak terkait 'perang dagang' dengan Tiongkok, namun persaingan kedua negara besar tersebut masih tetap berlangsung. Karenanya, Indonesia harus cerdik mengambil manfaat, namun tetap berhati-hati mengambil kebijakan.
"Prinsip politik luar negeri kita adalah bebas aktif. Dimaknai sebagai sikap independensi dari keberpihakan dan ketergantungan pada salah satu kutub kekuatan global, serta berperan aktif menciptakan perdamaian dunia," ujar Bamsoet.
Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas Ahmad Yanimengatakan, terlepas bagaimana Joe Biden akan melaksanakan kebijakan luar negerinya, Indonesia harus menjalin hubungan dengan AS yang bisa menguntungkan kepentingan nasional. “Hubungan dengan berbagai negara, termasuk AS dan China, tidak digantungkan dengan siapa presidennya. Tidak juga digantungkan pada garis politik suatu negara. Terpenting, hubungan yang dijalin mempunyai nilai positif bagi Indonesia," katanya.
Sementara itu, Dubes Indonesia untuk PBB (2004-2007) Makarim Wibisono menuturkan di era pemerintahan Joe Biden nanti, Indonesia bisa meningkatkan diplomasi di sektor perdagangan, investasi dan pariwisata. " Indonesia juga bisa bekerjasama dengan AS guna mengatasi terorisme, money laundering atau cyber crimes yang dapat membahayakan perekonomian Indonesia," ujarnya.