Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL — Semangat perlawanan dari para wanita Sunda yang dihimpun dalam setiap pergerakan di era Hindia Belanda mengalami diskriminasi dan penindasan. Namun, mereka tetap berjuang di bidang politik, pendidikan, dan seni budaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Itulah kekuatan wanita yang akan ditampilkan dalam monolog "Wanodja Soenda", di Grand Ballroom Hotel Savoy Homann Kota Bandung pada Rabu, 29 Januari 2020. The Lodge menggelar konferensi pers kemarin yang dihadiri oleh Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ridwan Kamil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Monolog sejarah yang lahir dari gagasan Heni Smith (Direktur The Lodge Group) dan sutradara Wawan Sofwan ini akan menampilkan Inaya Wahid selaku narator dan Atalia Praratya Ridwan Kamil sebagai pembaca puisi.
Lewat karya tersebut, dikisahkan perjuangan para wanita Sunda di zaman Hindia Belanda, yakni Raden Dewi Sartika (Sita Nursanti), Raden Ayu Lasminingrat (Maudy Koesnaedi), dan Emma Poeradiredja (Rieke Dyah Pitaloka) dengan suasana Bandung era 1930-an.
"Anak-anak milenial perempuan harus paham bahwa ada sejarah-sejarah luar biasa yang datang dari Tanah Air sendiri, khususnya di Tanah Sunda, khususnya (tentang) perempuan," kata Emil sapaan akrab Ridwan Kamil saat menghadiri acara tersebut di Bandung, Selasa, 28 Januari 2020.
Menurut Emil, Jabar banyak memiliki sosok perempuan yang dapat menjadi inspirasi masyarakat Indonesia. Monolog adalah cara paling mudah dan cepat untuk merasakan nilai-nilai positif itu, seperti aspek pendidikan maupun estetika berkesenian.
"Oleh karena itu, kita dukung acara ini. Perempuan yang mendengarkan monolog ini pasti akan membangkitkan semangat perjuangan dan semangat eksistensi dirinya," ujar Emil.
Sutradara Wanodja Soenda, Wawan Sofwan menceritakan proses kreatif monolog tersebut. "Kebetulan saya dan teman-teman punya bank naskah, jadi kami punya naskah tentang Lasminingrat, kemudian naskah tentang Dewi Sartika, dan Emma Poeradiredja," ujar Wawan.
Begitu Direktur The Lodge Group, Heni melontarkan ide itu, ia merespons positif. Ia meminta penulisnya untuk membuat naskah yang awalnya dari naskah teater menjadi naskah monolog. Ada tiga tokoh wanita yang mewakili gambaran perjuangan perempuan Sunda pada masanya, memperjuangkan kesetaraan. (*)