Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

info-tempo

Pakar Polimer ITB Minta Isu BPA Jangan Dipakai untuk Persaingan Bisnis

Pakar polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin menilai, isu Bisfenol A (BPA) yang muncul dalam beberapa tahun terakhir ini disebabkan oleh unsur persaingan bisnis.

25 November 2024 | 20.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL - Pakar polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin menilai, isu Bisfenol A (BPA) yang muncul dalam beberapa tahun terakhir ini disebabkan oleh unsur persaingan bisnis. Dia pun meminta agar isu BPA tidak digunakan untuk mengombang-ambingkan persaingan usaha yang sehat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

”Saya ingin memberi pengertian kepada masyarakat bagaimana agar kita bisa menunjukkan persoalan BPA ini sesuai dengan semestinya secara ilmiah. Jadi, jangan sampai melalui isu BPA ini, persaingan sehat diombang-ambingkan oleh persaingan yang tidak sehat,” ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Zainal menegaskan, galon kuat polikarbonat itu bukan BPA, tapi bahannya yang dari BPA. Dan menurutnya, itu dua hal yang berbeda. Tapi, lanjutnya, demi persaingan usaha, ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menghembuskan isu bahwa galon kuat polikarbonat itu disamakan dengan BPA.

”Polikarbonat itu dijamin 100 persen aman. Tapi kalau BPA sendiri itu memang banyak yang mengatakan karsinogenik. Tapi, polikarbonat dan BPA itu sendiri merupakan dua karakteristik yang berbeda,” katanya.

Apalagi, menurutnya, terkait migrasi BPA yang ada di dalam bahan kemasan polikarbonat itu sudah jelas diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan ada ambang batas amannya. ”Kita boleh makan, boleh minum dan sebagainya, tapi ada ambang batas amannya. Nah, ambang batas aman ini tiap-tiap negara beda-beda,” jelasnya.

Ia juga menjelaskan, BPA itu ada di mana-mana. Salah satunya di ikan segar yang malah kadar BPA-nya sampai 13.000 mikrogram atau 13 mg. ”Sementara BPOM menetapkan ambang batas aman migrasi BPA itu di angka 0,6 bpj, sangat jauh dari yang ada pada ikan segar. Jadi, jangan sampai terprovokasi oleh isu-isu yang tidak jelas lah yang membuat hidup kita jadi susah,” katanya.

Zainal pun menyayangkan beberapa pakar yang menyampaikan adanya bahaya kesehatan saat mengkonsumsi air minum dalam kemasan galon polikarbonat. Padahal, menurutnya, kadar migrasi BPA yang paling besar itu ada pada kemasan lain seperti makanan kaleng.

“Makanya curiga, ini riil mau memperbaiki kesehatan atau persaingan bisnis? Sebab, ada tanda-tanda yang nggak pas di situ. Kenapa BPA di kemasan lain dibiarkan dan terus bicarakan soal BPA yang ada di galon kuat polikarbonat saja,” kata Zainal.

Ia menjelaskan, polikarbonat yang mengalami fragmentasi atau penguraian karena gesekan akan menghasilkan zat kimia yang sangat komplek. Dan menurutnya, itu bukan BPA.

”Benar ada fragmentasi, ada penguraian, tapi BPA itu tidak muncul di sana. BPA itu akan terjadi jika kemasan polikarbonat itu terurai pada temperatur 550 derajat celcius,” katanya. (*)

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus