Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Sustainable Ocean Economy merupakan paradigma pengelolaan sumber daya kelautan untuk pembangunan ekonomi yang memperhatikan aspek perlindungan daya dukung ekosistem (effective protection), pemanfaatan yang berkelanjutan (sustainable production), dan pendistribusian manfaat sumber daya laut secara berkeadilan (equitable prosperity). Paradigma ini merupakan solusi untuk mewujudkan keseimbangan antara perlindungan ekosistem laut, pembangunan ekonomi kelautan, dan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat pesisir dan nelayan kecil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Paradigma yang diusung oleh High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy (HLP SOE) ini didukung oleh 15 kepala negara dan pemerintahan yang mewakili masyarakat dari negara yang memiliki kawasan laut yang luas, lebih dari 40 persen keseluruhan garis pantai, serta lebih dari 30 persen dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keanggotaan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo sebagai anggota HLP SOE merupakan manifestasi komitmen Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan pembangunan ekonomi laut yang berkelanjutan (sustainable ocean economy) dan pencapaian Agenda 2030 Sustainable Development Goals.
Pada 3 Desember 2020, negara-negara yang tergabung dalam HLP SOE meluncurkan agenda pembangunan ekonomi laut berkelanjutan dalam bentuk dokumen “Transformasi untuk Ekonomi Laut Berkelanjutan: Visi untuk Perlindungan, Produktivitas, dan Kesejahteraan” (Transformations for a Sustainable Ocean Economy: A Vision for Protection, Production and Prosperity).
Dalam dokumen transformasi tersebut, Indonesia bersama 13 negara lainnya, berkomitmen untuk menjalankan transformasi yang tegas dan lugas menuju ekonomi laut berkelanjutan di mana perlindungan dan konservasi lingkungan, serta produksi ekonomi dan kesejahteraan rakyat berjalan beriringan.
Berdasarkan Dokumen Transformasi, terdapat 5 (lima) aspek yang perlu dijadikan fokus dalam implementasi sustainable ocean economy. Kelima aspek tersebut adalah ketersediaan data yang akurat tentang ocean wealth (kekayaan laut), ocean health (kesehatan laut), ocean equity (keadilan dalam pendistribusian manfaat laut), ocean knowledge (pengetahuan tentang laut), dan ocean finance (pembiayaan untuk perencanaan dan pelaksanaan ekonomi laut berkelanjutan).
HLP SOE telah berkomitmen untuk mengelola wilayah laut secara berkelanjutan di bawah yurisdiksi nasional berlandaskan Rencana Pembangunan Laut Berkelanjutan (Sustainable Ocean Plan) pada tahun 2025, dengan target mendesak semua negara pesisir dan samudera untuk bergabung dalam komitmen ini sehingga pada tahun 2030 semua wilayah laut di bawah yurisdiksi nasional diharapkan dapat dikelola secara berkelanjutan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945), sebagai norma hukum tertinggi, mengamanatkan negara mengelola sumber daya alam untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945) dengan mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (ecologically sustainable development) dalam perekonomian nasional (Pasal 33 ayat (4) UUD 1945). Menjalankan pembangunan laut berkelanjutan dan berkeadilan merupakan manifestasi negara dalam menjalankan amanat yang tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD 1945.
Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) berpendapat bahwa prinsip pengelolaan dan pemanfaatan laut secara berkelanjutan sesungguhnya telah diperkenalkan dalam kebijakan nasional Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia (Perpres KKI). Perpres ini menegaskan bahwa pemanfaatan sumber daya kelautan tidak boleh mengorbankan (kualitas dan kuantitas) kebutuhan generasi yang akan datang (future generations), dan pemanfaatan sumber daya kelautan yang belum diketahui dampaknya harus dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dengan dukungan scientific evidence yang terpercaya.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 juga telah memuat penegasan arah pembangunan ekonomi kelautan yang dilaksanakan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan.[1] Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia perlu menindaklanjuti komitmen yang telah disampaikan dalam HLP SOE, yaitu menyusun Rencana Pembangunan Laut Berkelanjutan yang terintegrasi dengan rencana-rencana pembangunan nasional.
Berdasarkan kajian IOJI, Indonesia perlu melakukan langkah-langkah strategis untuk mengakselerasi pelaksanaan sustainable ocean economy berdasarkan komitmen yang disampaikan oleh Presiden Jokowi bersama 13 kepala negara lainnya pada bulan Desember 2020 yang lalu, yaitu:
- Mengarusutamakan prinsip sustainable ocean economy yang berbasis pada perlindungan ekosistem yang efektif (effective protection), produksi/pemanfaatan ekonomi kelautan secara berkelanjutan (sustainable production), dan pendistribusian manfaat laut untuk kesejahteraan rakyat secara adil dan merata (equitable prosperity), di setiap kebijakan kelautan dan perikanan di Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.
- Memperbaiki kualitas, memperkuat integrasi data baseline, dan melakukan kajian ilmiah untuk mengetahui dan mengukur status terkini mengenai ocean health, ocean wealth, ocean equity, ocean knowledge, dan ocean finance, beserta berbagai peluang dan tantangannya untuk diintegrasikan dalam Rencana Pembangunan Laut Berkelanjutan.
- Mengintensifkan engagement antara penentu kebijakan (policy makers), kelompok pakar, dan masyarakat sipil untuk mengembangkan kebijakan yang berorientasi pada science and evidence-based, yang difasilitasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), BAPPENAS, BRIN serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.
- Menyusun Rencana Pembangunan Laut Berkelanjutan (RPLB) sebagaimana tercantum dalam kesepakatan HLP SOE sebagai upaya penyempurnaan Perpres tentang Kebijakan Kelautan Indonesia. RPLB ini akan terintegrasi dan memperkuat target-target yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN);
- Melakukan upaya-upaya perbaikan secara terus-menerus terhadap tata kelola pemerintahan yang baik agar implementasi sustainable ocean economy tidak terhambat oleh permasalahan lemahnya governance, rule of law, dan pelaksanaan hak-hak asasi yang terkait dengan kebebasan sipil warga negara (civil liberties) dan penegakan hukum yang sehat.
Melaksanakan prinsip sustainable ocean economy secara konsisten akan menghasilkan manfaat “triple win” yaitu untuk manusia (people), lingkungan hidup (nature), dan ekonomi (economy). Artinya, dalam setiap pengambilan keputusan pelaksanaan kebijakan, perlu mempertimbangkan ketiga kepentingan tersebut secara seimbang.
Menuju G20 Leaders Meeting
Komitmen untuk melindungi 30 persen laut dunia di tahun 2030 ditegaskan kembali dalam G20 Leaders Declaration 2021 di Roma, Italia (30-31 Oktober 2021). Dalam deklarasi tersebut, negara anggota G20 mendorong negara-negara di dunia berkomitmen mencapai target perlindungan tersebut dan memastikan konservasi, perlindungan dan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
G20 berkomitmen untuk meningkatkan aksi melestarikan, melindungi, memulihkan, dan menggunakan keanekaragaman hayati laut secara berkelanjutan. Selain itu, G20 mendorong penguatan Marine Protected Areas (MPAs) dan penguatan komitmen pelarangan subsidi perikanan yang berkontribusi pada overfishing and overcapacity, penguatan komitmen menghentikan praktik Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUUF), dan penanganan sampah plastik laut.
Selama pertemuan G20 di Bali, IOJI berharap Presiden Jokowi, sebagai pemimpin negara yang memiliki garis pantai terpanjang ketiga di dunia, memprakarsai langkah konkrit dengan para anggota HLP SOE lainnya yang sekaligus menjadi anggota G20 untuk menyelamatkan laut dunia melalui pengembangan komitmen untuk mengakselerasi pelaksanaan pembangunan laut berkelanjutan dan berkeadilan.
Sebagaimana diketahui, ada 5 (lima) anggota HLP SOE, yaitu: Australia, Amerika Serikat, Indonesia, Jepang, Kanada dan Meksiko yang juga merupakan anggota G20. Indonesia perlu belajar dari Meksiko dan Australia yang telah terlebih dahulu menyusun National Sustainable Ocean Plan/Rencana Pembangunan Laut Berkelanjutan (RPLB). Di sisi lain, anggota-anggota HLP SOE dapat belajar dari Indonesia dalam menjaga ekosistem karbon biru, khususnya mangrove, untuk melakukan mitigasi perubahan iklim dunia. (*)