Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PPN 12 Persen akan Tingkatkan Biaya Produksi, Tergantung Sektor dan Barang yang Berpengaruh

Sektor tertentu yang menerima insentif dapat lebih terlindungi dari kenaikan biaya

27 Desember 2024 | 18.29 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi Pemulihan Ekonomi. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A./foc.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 dapat meningkatkan biaya produksi secara tidak langsung. Hal itu disampaikan Ekonom Bank Permata, Josua Pardede kepada Tempo, baru-baru ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Peningkatan biaya produksi tergantung pada sektor dan barang yang terpengaruh,” kata dia. Adapun barang dan jasa yang tidak termasuk dalam daftar pengecualian PPN atau subsidi, seperti bahan baku premium. Misalnya, daging wagyu, premium salmon akan dikenakan PPN lebih tinggi. “Hal ini akan meningkatkan biaya bagi produsen yang menggunakan bahan-bahan tersebut,” kata dia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, sektor-sektor yang bergantung pada listrik dengan kapasitas tinggi seperti 3500 VA ke atas juga akan menghadapi kenaikan PPN dari 0 persen menjadi 12 persen, sehingga menaikkan biaya operasional mereka. “Jadi, kenaikan PPN dapat meningkatkan biaya produksi secara tidak langsung melalui kenaikan harga bahan baku, energi, dan transportasi.”

Namun, lanjut dia, dampaknya dapat bervariasi tergantung pada sektor industri dan kebijakan insentif yang diterapkan. “Produsen di sektor yang kurang dilindungi akan merasakan beban lebih besar, sementara sektor tertentu yang menerima insentif dapat lebih terlindungi dari kenaikan biaya,” kata Josua.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan resminya, 16 Desember 2024, mengatakan, penyesuaian tarif PPN akan dikenakan bagi barang dan jasa yang dikategorikan mewah, seperti kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan berstandar internasional yang berbiaya mahal.

Sementara untuk mengedepankan keberpihakan terhadap masyarakat, pemerintah akan memberikan stimulus dan insentif. Keberpihakan itu dapat dilihat dari penetapan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat banyak seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum tetap dibebaskan dari PPN (PPN 0 persen).

“Namun barang yang seharusnya membayar PPN 12 persen antara lain tepung terigu, gula untuk industri, dan Minyak Kita (dulu minyak curah) beban kenaikan PPN sebesar 1 persen akan dibayar oleh Pemerintah (DTP),” kata Sri. 

Pemerintah juga memberikan stimulus dalam bentuk berbagai bantuan perlindungan sosial untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah (bantuan pangan, diskon listrik 50 persen, dll), serta insentif perpajakan seperti, perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5 persen untuk UMKM; Insentif PPh 21 DTP untuk industri pada karya; serta berbagai insentif PPN dengan total alokasi mencapai Rp 265,6 T untuk tahun 2025.

“Insentif perpajakan 2025, mayoritas adalah dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM dalam bentuk insentif perpajakan. Meskipun ada undang-undang perpajakan dan tarif pajak, namun pemerintah tetap peka untuk mendorong barang, jasa dan pelaku ekonomi,” kata  Menkeu. (*)

Fifia Asiani

Fifia Asiani

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus