Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL – Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Kenaikan ini merupakan implementasi dari amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dimana kenaikan ini dilakukan secara bertahap. Sebelumnya, pada 1 April 2022 telah ada kenaikan dari 10 persen menjadi 11 persen.
Penyesuaian tarif PPN akan dikenakan bagi barang dan jasa yang dikategorikan mewah, seperti kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan berstandar internasional yang berbiaya mahal.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kenaikan PPN menjadi 12 persen di Indonesia mulai Januari 2025 memiliki dampak yang signifikan bagi sekolah dan rumah sakit swasta, terutama yang melayani segmen premium. “Dampak untuk sekolah swasta adalah akan terdapat kenaikan biaya pendidikan bagi sekolah swasta premium yang memungut biaya lebih dari Rp 600 juta per tahun akan dikenakan PPN 12 persen,” kata Josua, belum lama ini.
Beban tambahan ini, lanjut dia, kemungkinan besar akan diteruskan ke orang tua murid, sehingga meningkatkan biaya pendidikan dan mempersempit aksesibilitas bagi sebagian siswa. “Institusi pendidikan premium mungkin harus menyesuaikan operasional untuk mengatasi biaya tambahan dan mempertahankan daya saing di pasar,” kata dia.
Sementara dampaknya bagi rumah sakit swasta menurut Josua terdapat pada layanan medis VIP dan premium yang akan dikenakan PPN 12 persen, yang sebelumnya tidak dikenai pajak. “Ini dapat menaikkan biaya layanan kesehatan, terutama untuk kelas atas yang biasanya mengonsumsi layanan ini,” kata dia.
Dampaknya, lanjut dia, pasien kelas menengah dan atas kemungkinan akan mencari alternatif lain seperti layanan non-premium atau rumah sakit di luar negeri untuk mengurangi biaya. Oleh sebab itu menurut Josua, terdapat beberapa mitigasi seperti beberapa barang dan jasa penting tetap bebas PPN, termasuk layanan kesehatan non-premium dan pendidikan standar.
“Pemerintah juga menyediakan insentif pajak untuk sektor tertentu, seperti UMKM. Institusi pendidikan dan kesehatan dapat mempertimbangkan diversifikasi layanan atau paket harga untuk menjaga daya saing. Untuk mengurangi dampak finansial, sekolah dan rumah sakit dapat mengevaluasi efisiensi biaya operasionalnya,” kata dia.
Pengamat Pajak Yustinus Prasnowo meminta Kementerian Keuangan untuk duduk bersama baik dengan asosiasi pendidikan maupun asosiasi rumah sakit. “Karena harus hati-hati, pendidikan dan kesehatan itu untuk semua, maka harus diformulasikan lebih detail,” kata dia. Yustinus mengatakan, sebaiknya kenaikan PPN itu lebih menyasar kepada pendidikan bersifat sekunder seperti kursus-kursus atau jika untuk kesehatan, lebih ke yang sifatnya estetik. (*)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini