Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL – Sebagai perusahaan media yang peduli dengan energi dan juga keberlanjutan, Tempo menyelenggarakan Tempo Energy Day (TED) 2024 di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis, 28 November 2024. Berbagai isu strategis terkait ketahanan energi didiskusikan, dengan tema "Kebijakan Energi untuk Ketahanan: Menjaga Keamanan Energi di Tengah Perubahan Global."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terdapat tiga subtema yang diangkat dalam TED 2024. Pertama, “Mendorong Penerapan CCS/CCUS untuk Masa Depan yang Lebih Bersih”. Kedua, mengangkat “Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) Sesuai dengan Potensi Daerah”. Ketiga, “Carbon Trading: Mengubah Emisi Karbon Menjadi Peluang Ekonomi.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya berharap apa yang kita lakukan hari ini punya manfaat untuk bumi dan Indonesia,” kata Direktur Utama PT Tempo Media Group Arif Zulkifli dalam sambutannya. Menurut dia, dalam mewujudkan transisi energi diperlukan kesamaaan pandangan, kesatuan langkah, dan kekompakan. “Setidaknya untuk mewujudkan masa depan yang lebih bersih, untuk generasi anak cucu kita di masa datang,” ujar Arif.
TED 2024 diharapkan dapat menjadi wadah di mana para pemangku kepentingan dari sektor pemerintah, industri, akademisi, serta masyarakat dapat bertukar gagasan, berdiskusi, dan mengidentifikasi langkah-langkah strategis. Hal itu dilakukan guna memastikan ketahanan energi Indonesia di tengah tantangan global yang terus berkembang.
(dari kiri ke kanan) Moderator Goida Rahma, Senior Advisor Indonesia JCM Secretariat Dicky Edwin Hindarto, Direktur Pengawasan Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Otoritas Jasa keuangan Lufaldy Ernanda, Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 2(dua), Bursa Efek Indonesia Ignatius Denny Wicaksono, Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Boby Wahyu Hermawan , dalam acara forum diskusi Tempo Energy Day 2024 sesi ketiga yang diselenggarakan oleh Tempo di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis, 28 November 2024. TEMPO/Abdul Karim
Salah satu yang menjadi pembahasan dalam forum ini adalah terkait teknologi Carbon Capture and Storage/Utilization (CCS/CCUS). Melalui teknologi itu, penangkapan emisi karbon dimungkinkan dari sumber-sumber industri besar, seperti pembangkit listrik, kilang minyak, dan pabrik semen, untuk kemudian menyimpannya di bawah tanah atau memanfaatkannya kembali dalam bentuk produk lain.
“Indonesia memiliki banyak spot reservoir yang dapat digunakan sebagai CCS,” kata Senior Expert Technology & Engineering Pertamina New & Renewable Energy Bayu Prabowo. “Harusnya ini akan menjadi sesuatu yang menguntungkan untuk Indonesia,” tambah dia. Dia pun berharap, regulasi dapat diatur dengan tepat. Dengan teknologi yang tepat bisnis pun bisa berkembang.
Direktur Teknik dan Lingkungan Migas ESDM Noor Arifin Muhamad mengatakan, aturan dan regulasi terkait CCS/CCUS sedang disiapkan. “Saat ini sudah tahap finalisasi,” kata dia.
Sementara itu Kepala Bagian Pengembangan Jasa SBU Sertifikat dan Eco-Framework PT Sucofindo Toto Iswanto berharap, terdapat skema yang dapat memberikan kemudahan untuk melaksanakan kegiatan validasi ataupun verifikasi. “Dengan adanya skema itu, dapat memberikan kemudahan untuk calon mitra yang akan melakukan pembelian karbon dari kegiatan CCS.”
Dari sisi ilmu pengetahuan, Pakar CCS/CCUS Institut Teknologi Bandung Mohammad Rachmat Sule mengatakan telah ada program Pusat Unggulan Antar Perguruan Tinggi (PUAPT) untuk transfer knowledge. “Bukan hanya dari ITB kepada universitas lain yang ada di Indonesia tetapi juga kita boleh mengundang expert dari seluruh dunia untuk memberikan transfer knowledge kepada universitas dan juga perusahaan,” kata dia. Kementerian Ristek Dikti, lanjut Sule, memberikan funding yang cukup besar untuk transfer knowledge.
Senior Advisor Indonesia JCM Secretariat Dicky Edwin Hindarto mengatakan, nilai ekonomi karbon memang harus diimplementasikan di Indonesia dengan segera, tetapi jangan kemudian harus masuk semua ke pasar karbon. “Menurut saya, yang juga harus didorong pemerintah bagaimana kemudian yang non pasar karbon. Pemerintah harus memberikan insentif dan implementasi kepada UMKM,” kata dia.
Indonesia, kata Kepala Balai Besar Survei dan Pengujian KEBTKE Harris, sudah menuju target net zero emission. “Targetnya mengurangi sebesar mungkin emisi pada 2060 tetapi tidak mengorbankan kebutuhan energi atau penyediaan energi yang sesuai dengan kebutuhan yang ada.”
Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 2 Bursa Efek Indonesia Ignatius Denny Wicaksono melihat, di pasar modal dan bisnis, perubahan iklim sudah menjadi resiko yang bukan hanya pemikiran semata tetapi resiko transisi dimana semua pelaku sudah mulai pindah ke green economy. “Kalau kita ketinggalan dan kita gak bisa hitung karbon, bahayanya bukan cuma perubahan iklimnya nanti seperti apa tetapi juga nantinya bisnis kita juga jadi bisa gak laku,” kata dia.
Direktur Pengawasan Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan Lufaldy Ernanda berharap, dari perdagangan karbon dapat menjadi ekonomi baru bagi Indonesia. “Dari semua nilai ekonomi, baru satu potensi yang harus kita paham, target Nationally Determined Contribution (NDC). Kedua Indonesia punya potensi support global.”
Sementara itu, kegiatan TED 2024 yang mendapat dukungan dari Pertamina, IWIP, Exxonmobil, dan CIMB Niaga itu juga membahas mengenai energi baru dan terbarukan. Vice President Pengembangan dan Pengendalian Aneka EBT PLN Haryo Lukito berkomitmen transisi energi ini dapat berjalan dengan baik
Haryo juga berharap dengan banyak melakukan sharing dan diskusi dengan daerah, akan mendapatkan potensi energi baru dan terbarukan yang lebih besar lagi. Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin berharap adanya transisi energi ini dapat memberikan pemerataan ekonomi dan benefit kepada masyarakat lokal dengan peraturan yang ada yang bisa dicreate. “Sehingga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat ke depan.”
Lead Industry Decarbonization & Energy Island Solution GIZ Frank Stegmueler mengatakan, Indonesia akan menjadi negara perekonomian terbesar kelima pada 2045. Sementara itu, di tahun yang sama, pasar internasional akan menerapkan ekonomi hijau, pasar hijau. “Oleh karena itu akan ada nilai energi bersih yang akan meningkatkan daya saing di Indonesia. Mari kita mulai hari ini untuk memperkuat Indonesia di pasar dunia,” ujar dia. (*)