Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Upaya Polri Menurunkan Jumlah Aksi Teror di Indonesia

Polri melalui Densus 88 Antiteror berhasil sukses menurunkan jumlah aksi teror sepanjang 2021 dengan persentase penurunan sebanyak 53,8 persen

21 Juli 2022 | 23.55 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL – Selama kurang lebih satu setengah tahun Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo memimpin. Banyak hal guna mewujudkan visi yang dia usung yaitu Transformasi menuju Polri yang Presisi, yang merupakan akronim dari kata Prediktif, Responsibilitas dan Transparansi Berkeadilan.

Selama menjadi Kapolri, Sigit telah mewujudkan semangat transformasi Polri yang presisi dengan memaksimalkan fungsi pokok Polri yang melayani, melindungi, dan mengayomi masyarakat. Upaya melindungi masyarakat termasuk dengan mencegah aksi teror yang dilakukan oleh oknum, jaringan, kelompok radikal yang kerap mengganggu kedamaian di suatu wilayah Indonesia. 

Berdasarkan Buku “Setapak Perubahan: Catatan Pencapaian Satu Tahun Polri yang Presisi”, upaya Polri untuk mencegah aksi teror dengan adanya peran Densus 88 Antiteror. Polri melalui Densus 88 Antiteror berhasil sukses menurunkan jumlah aksi teror sepanjang 2021 dengan persentase penurunan sebanyak 53,8 persen. Pada 2020 terjadi 13 aksi teror di Indonesia. Angka tersebut turun menjadi enam aksi saja di 2021. 

Keberhasilan menurunkan aksi teror itu tidak lepas dari operasi penangkapan teroris. Sepanjang 2021, Densus 88 Antiteror menangkap 370 orang teroris. Seluruhnya sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dari angka tersebut sebanyak 202 orang masih dalam proses penyidikan, 81 orang tengah menjalani sidang, tiga orang sudah divonis oleh pengadilan, dua orang meninggal bunuh diri, dan delapan orang meninggal dunia saat proses penegakkan hukum dilaksanakan. “Angka-angka tersebut sekaligus menunjukkan bahwa jumlah pelaku teror yang diseret sampai ke meja sidang cukup banyak,” tulis buku tersebut.

Operasi penangkapan teroris masih dilaksanakan secara khusus di Poso, Sulawesi Tengah. Melalui Operasi Madago Raya 2021, Polri mengerahkan personel-personel terbaik mereka untuk mengejar teroris yang bergerak di bawah kelompok Mujahidin Indonesia Timur atau MIT. Hasilnya, Polri berhasil melumpuhkan dan menangkap pentolan MIT Ali Kalora pada September 2021. Buronan yang sudah bertahun-tahun bergerilya di Poso dan sekitarnya itu tewas dalam baku tembak dengan aparat keamanan di bawah Operasi Madago Raya. 

Dari operasi tersebut, Polri berhasil menangkap tujuh orang target operasi. Kemudian mengamankan sebelas orang simpatisan MIT. Sedangkan barang bukti yang mereka amankan terdiri atas tujuh pucuk senjata api, 722 amunisi, 6 buah bom, 43 buah detonator, dan tujuh botol bahan peledak. Selama 2021, 
Operasi Madago Raya dilaksanakan dalam empat tahap berbeda. Melibatkan personel dan satuan yang juga berbeda. Termasuk perbantuan personel dari TNI

Setelah melumpuhkan dan menangkap Ali Kalora, saat ini Polri tinggal mencari empat anggota MIT yang masih tersisa. Mereka adalah Pak Guru alias Jafar alias Askar, Ahmad Al Gazali alias Ahmad Panjang alias Basir, serta Imam alias Galuh alias Nae. Ketiganya terus dikejar oleh Polri untuk memastikan kelompok MIT dan jaringannya benar-benar habis hingga tidak dapat menjalankan operasi dan melakukan regenerasi.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo dalam keterangan resminya belum lama ini mengatakan, tercatat dari Operasi Madago Raya di Poso sebanyak 7 teroris jaringan MIT ditangkap dan ditindak tegas. Itu termasuk Ali Kalora, yang merupakan pimpinan MIT Poso pengganti Santoso.

Menurut dia, Polri mengedepankan pencegahan kasus terorisme dengan melakukan penangkapan sebelum pelaku beraksi jika telah cukup bukti, atau preventive strike. Pencegahan dikedepankan agar tak muncul korban dari aksi teror.

Sementara itu, pada 19 Juni 2022, Densus 88 Antiteror berhasil menangkap 3 tersangka teroris jaringan Jamaah Ansharut Daulah atau JAD di Bima, Nusa Tenggara Barat. Dua di antaranya merupakan mantan narapidana terorisme.

Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan mengatakan, tersangka pertama berinisial S. Dia pernah terlibat pelatihan militer di Poso pada 2012, pernah ikut meracik bom rakitan untuk mengebom pos polisi di Poso dan menyembunyikan buronan teroris Santoso. S divonis pada 2013 dan bebas pada 2019. Dia ditangkap lagi karena diduga kembali bergabung ke JAD.

Tersangka kedua berinisial AS yang juga mantan napi terorisme karena terlibat JAD. AS bebas pada 2020 namun kembali bergabung ke JAD sehingga ditangkap lagi. Sementara tersangka MH diduga kerap mengikuti kajian kelompok JAD dan mengikuti pelatihan fisik di Bima. Polisi menduga MH memiliki keahlian membuat senjata tajam. Ramadhan mengatakan ketiga tersangka ditahan di Polda NTB. Densus masih melakukan penelusuran mendalam mengenai jaringan teroris tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


 

 

 

 

Prodik Digital

Prodik Digital

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus