Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Suriah yang baru Ahmed al-Sharaa pada Kamis, 30 Januari 2025, dalam pidatonya meyakinkan akan membentuk sebuah pemerintahan transisi yang mewakili keberagaman komunitas di Suriah. Dia juga berjanji akan membentuk sejumlah lembaga dan menjalankan negara hingga terselenggaranya pemilu yang bebas dan adil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Itu adalah pidato pertama yang disampaikan Al-Sharaa sebagai kepala negara yang baru untuk memimpin pemerintahan transisi terhitung mulai Rabu, 29 Januari 2025. Al-Sharaa ditunjuk menjadi presiden Suriah sementara oleh fraksi-fraksi bersenjata di Suriah untuk menggantikan posisi mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad yang terdongkel dari kekuasaan pada akhir tahun lalu.
Kelompok bersenjata Hayat Tahrir al-Sham memimpin serangan untuk menjatuhkan pemerintahan Assad. Semenjak kejatuhan Assad, pemerintahan sementara dibentuk dan hal ini telah mendapat sambutan baik dari negara-negara Arab dan Barat yang juga berjanji akan ikut membantu menstabilkan Suriah setelah 13 bulan dikecamuk perang sipil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Al-Sharaa dalam pidatonya juga mengungkap akan membentuk sebuah badan legislatif untuk mengisi kekosongan parlemen hingga diselenggarakan pemilu. Parlemen Suriah dibubarkan pada Rabu, 29 Januari 2025. Dalam beberapa hari ke depan, Al-Sharaa akan mengumumkan pembentukan sebuah komite yang bertugas mempersiapkan sebuah konferensi dialog nasional yang akan menjadi wadah bagi warga Suriah untuk mendiskusikan program politik masa depan negara. Hal itu akan diikuti dengan deklarasi konstitusional, yang merujuk pada pembentukan konstitusi Suriah yang baru.
Al-Sharaa sebelumnya mengatakan proses penyusunan konstitusi yang baru dan persiapan penyelenggaraan pemilu bisa memakan waktu sampai empat tahun.
Presiden Bashar al Assad, yang memimpin Suriah dengan tangan besi selama hampir 25 tahun, menerima tawaran suaka dari Rusia pada 8 Desember. Ini dilakukan setelah kelompok anti-pemerintahannya berhasil merebut Ibu Kota Damaskus.
Kelompok bersenjata Hayat Tahrir al-Sham merebut kota-kota penting di seluruh Suriah dalam serangan kilat yang berlangsung kurang dari dua pekan. Setelah rezim Assad jatuh, sebagian besar pejabat pemerintah Suriah, anggota dinas rahasia, dan penjaga penjara bersembunyi. Beberapa dari mereka mencoba melarikan diri ke negara-negara tetangga atau Eropa Barat dengan harapan dapat menghindari penuntutan hukum.
Sumber: Reuters
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini